JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima Penghargaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan MK Tahun Anggaran 2020. Opini WTP ini diraih MK untuk ke-15 kalinya berturut-turut sejak 2006. Penghargaan Opini WTP Bagi MK dan sejumlah lembaga, kementerian dan pemerintah daerah disampaikan dalam Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2020 yang diselenggarakan Kementerian Keuangan secara daring dan luring pada Selasa (14/9/2021).
Sebagai informasi, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 menyebutkan adanya Penghargaan Opini WTP dari BPK dengan 84 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dari 86 LKKL. Termasuk juga satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) berupa WTP. Selain itu, Opini WTP diberikan kepada 486 pemerintah daerah dari 542 pemda yang terdiri dari 33 provinsi, 88 pemerintah kota, dan 365 pemerintah kabupaten.
“Peningkatan kualitas laporan keuangan pada situasi extraordinary merupakan prestasi yang tidak mudah dan tidak sederhana. Saya sampaikan penghargaan untuk seluruh kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang terus menjaga keuangan negara dan membangun tata kelolanya,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Krisis Kemanusiaan
Dalam Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2020, Sri Mulyani Indrawati memberikan keynote speaker kepada para pejabat yang hadir.
“Kegiatan rakernas ini memang diselenggarakan pada 2021. Tetapi ini sebenarnya merupakan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2020. Hadirin sekalian, para pengelola pemerintah pusat dan daerah, semua lembaga negara melihat dan menyaksikan tahun 2020 yang baru saja kita lalui. Sebuah tahun terjadinya krisis kemanusiaan dan kesehatan yang luar biasa dahsyat, terjadinya pandemi Covid-19,” jelas Sri Mulyani.
Pandemi Covid-19, ungkap Sri Mulyani, telah menyebabkan suatu perubahan dan memaksa seluruh negara berubah. Baik kehidupan sosial, ekonomi dan implikasinya terhadap keuangan berpengaruh sangat luar biasa. Dalam menghadapi sebuah kegentingan, krisis yang mengancam jiwa masyarakat Indonesia secara nyata, maka Indonesia melakukan langkah yang luar biasa pada tahun yang lalu.
“Kegiatan yang memaksa ini telah disikapi oleh Bapak Presiden dan Pemerintah dengan mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 2020. Alhamdulillah Perpu tersebut kemudian juga ditetapkan oleh DPR menjadi UU No. 2 Tahun 2020 yang menjadi landasan legal dan administrasi tata kelola bagi pemerintah pusat dan daerah untuk menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya yang luar biasa. Terutama menggunakan instrumen keuangan negara untuk melindungi masyarakat kita dari ancaman Covid-19, ancaman krisis sosial ekonomi dan keuangan,” tegas Sri Mulyani.
Tahun 2020, kata Sri Mulyani, pemerintah Indonesia mengubah dua kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan Perpres No. 54 dan No. 72 Tahun 2020. Ia sangat memahami bahwa pimpinan lembaga, kementerian dan pemerintah daerah juga mengalami kesulitan yang tidak mudah dalam mengelola pandemi yang mengancam seluruh jajaran dan masyarakat Indonesia, serta pengelola keuangan negara yang harus bekerja dan bergerak luar biasa fleksibel dan responsif menghadapi tantangan yang tidak ada presedennya.
“Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pimpinan lembaga, kementerian dan pemerintahan daerah yang saya yakin menghadapi situasi yang luar biasa tidak mudah. Bagaimana kita semua masing-masing harus mengelola misi dan tujuan dari kementerian, lembaga, pemerintahan daerah. Namun pada saat yang sama, dihadapi pada ancaman pandemi yang dampaknya luar biasa dan harus mengelola keuangan negara,” ucap Sri Mulyani.
Lebih jauh Sri Mulyani menyebutkan pentingnya lembaga penegak hukum bersinergi dengan pemerintah dalam mengawal akuntabilitas keuangan negara ini meliputi Polri, Kejaksaan Agung, KPK, BPK, BPKP dan LKPP. Ia menegaskan pelibatan lembaga-lembaga penegak hukum dilakukan dalam rangka menghindari potensi terjadinya risiko penyelewengan terhadap uang negara yang pada akhirnya mengurangi efektivitas program pemerintah. “Kita memahami akan terjadi adanya risiko penggunaan uang negara sehingga dalam perencanaan dan pelaksanaan melibatkan lembaga penegak hukum,” tandas Sri Mulyani.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P