JAKARTA, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Arief Hidayat hadir secara virtual menjadi narasumber podcast Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip) pada Minggu (12/9/2021) pagi yang dipandu oleh presenter Hayyu Tyaranisa. Sejumlah pertanyaan terlontar, misalnya pertanyaan mengenai langkah yang dilakukan Mahkamah Konstitusi di masa pandemi Covid-19.
“Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya, peran Mahkamah Konstitusi sebagai peradilan yang modern dan terpercaya, tidak boleh berkurang sama sekali meskipun di masa pandemi Covid-19,” jelas Arief di awal wawancara.
Oleh karena itu, lanjut Arief, adanya teknologi informasi baru di MK yang mendukung dan membantu pelaksanaan tugas-tugas MK. Sidang-sidang di MK bisa dijalankan secara daring dan luring, sehingga persidangan di MK tetap bisa berjalan dengan baik. Malah pada 2020 dan 2021 di saat pandemi, MK dapat melaksanakan sidang sengketa pilkada yang berjalan dengan lancar dan aman, sehingga sistem ketatanegaraan tidak berhenti sama sekali.
“Meskipun ada staf MK yang terkena Covid-19, ada yang sakit dan kemudian sembuh. Namun juga saya prihatin ada beberapa staf MK yang gugur terpapar Covid-19,” ungkap Arief.
Pengalaman Masa Kuliah
Selanjutnya ada pertanyaan mengenai pengalaman Arief semasa kuliah di FH Undip Angkatan 1975. Arief menuturkan, hampir sebagian besar waktunya terfokus untuk FH Undip, mulai dari kuliah S1 hingga menjadi Dekan FH Undip dan kini menjadi pengajar serta pembimbing para mahasiswa yang menempuh program S3 di FH Undip.
“Kalau saya amati, ada perbedaan yang sangat tajam antara mahasiswa yang menempuh S1 di era 70-an dengan saat ini. Kala itu, kebanyakan yang kuliah di Universitas Diponegoro termasuk Fakultas Hukum Universitas Diponegoro adalah orang-orang Jawa Tengah dan sebagian lagi berasal dari perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujar Arief.
Namun ketika Arief menjabat sebagai Dekan FH Undip, ternyata keberadaan Undip sudah dikenal secara nasional. Mahasiswanya tidak hanya berasal dari Pulau Jawa saja, tetapi banyak juga dari luar Jawa. Seingatnya, kelompok paduan suara FH Undip begitu luar biasa, banyak anggotanya yang berasal dari Sumatera Utara. Sebagian lagi berasal dari daerah lain, termasuk Maluku. Malah kemudian kelompok paduan suara FH Undip bisa menjadi juara di tingkat nasional, bahkan internasional.
Selain itu, kata Arief, seiring dengan berjalannya waktu, kualitas FH Undip tidak kalah dengan kualitas FH di berbagai perguruan tinggi terkemuka lainnya. Saat ini banyak mahasiswa FH Undip berasal dari berbagai daerah Indonesia. Hal ini menurut Arief, menjadi suatu Kebhinekaan dan hal yang menggembirakan.
Lantas apa yang menjadi alasan Arief memilih kuliah di bidang hukum? “Saya selalu tertarik pada kasus-kasus penegakan hukum. Saya mengagumi tokoh-tokoh hukum seperti Yap Thiam Hien, Suardi Tasrif dan Adnan Buyung menginspirasi saya untuk kuliah fakultas hukum,” kenang pria kelahiran 3 Februari 1956 tersebut.
Semasa kuliah, Arief tidak hanya terfokus pada bidang kuliah. Tetapi juga aktif mengikuti kegiatan eksternal kampus, seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia. Sedangkan di internal kampus, Arief juga aktif mengikuti berbagai kegiatan. Di antaranya pernah ditunjuk sebagai Ketua Dewan Mahasiswa dan Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa. Pengalaman-pengalamannya berorganisasi itulah yang akhirnya mengantarkan ia memimpin FH Undip, menjadi dosen maupun dekan.
Perjalanan Karier
Lebih lanjut Arief menjawab pertanyaan seputar perjalanan kariernya hingga menjadi hakim konstitusi. Lulus kuliah, minatnya ingin menjadi pegawai ASN di Direktorat Jenderal Imigrasi di Kemenkumham. Tapi seniornya di FH Undip, Prof Suhardjo menyarankan Arief untuk menjadi dosen di FH Undip. Ia pun menerima tawaran menjadi dosen di FH Undip.
Selang beberapa tahun kemudian, saat ia menduduki posisi puncak di FH Undip sebagai Guru Besar maupun Dekan, Prof Jimly Asshiddiqie dan Prof Mahfud MD mendorong Arief agar menjadi hakim konstitusi. Alhasil Arief berkonsultasi dengan Prof Satjipto Rahardjo yang menjawab agar Arief menyelesaikan jabatan Dekan FH Undip sebaik-baiknya, sebelum menjadi Hakim Konstitusi. “Prof Satjipto saat itu berpesan bahwa jabatan yang telah dipilih saya sebagai dosen memiliki konsekuensi sebagai profesi yang tidak mungkin kaya secara materiil,” jelas Arief.
Singkat cerita, setelah selesai menjabat dekan, Arief pun memberanikan diri mendaftar sebagai Hakim MK melalui jalur DPR. Keberanian ini diperolehnya berkat dukungan dari berbagai pihak terutama para guru besar Ilmu Hukum Tata Negara, termasuk juga Guru Besar HTN Universitas Andalas Saldi Isra. Hingga akhirnya Arief menjadi Hakim Konstitusi pada 2013.
“Saya ingat Pak Harjono selaku Hakim Konstitusi dan Pak Anwar Usman yang sekarang jadi Ketua MK kala itu seringkali mendorong saya untuk menjadi pimpinan MK, menjadi Wakil Ketua MK,” kenangnya. Karier Arief pun terus meningkat, mulai dari Hakim Konstiusi, Wakil Ketua MK, hingga menjadi Ketua MK. Termasuk juga menjadi Presiden MK se-Asia.
Oleh karena itu, selanjutnya Arief fokus untuk mencerdaskan para generasi muda. Ia bercita-cita menyebarkan virus-virus penegakan hukum kepada generasi muda. Ia memiliki tujuan menyebarkan virus-virus untuk mengelola Indonesia dengan baik, terutama dalam bidang penegakan hukum.
Lalu siapa tokoh-tokoh hukum yang berjasa dalam karier Arief? Dijelaskan Arief, almarhum Prof Sudarto mewarisi ilmu hukum pidana kepadanya. Menurut Arief, Sudarto merupakan ahli hukum pidana yang luar biasa. Kemudian ada Prof Satjipto Rahardjo, tokoh hukum nasional yang menurut Arief, sangat luar biasa.
“Selain itu saya diwarisi ilmu hukum tata negara oleh Prof Sastro Suhardjo. Sedangkan di bidang leadership, saya banyak belajar dari mantan Rektor Undip, almarhum Prof Moeljono S. Trastotenojo,” tandas Arief yang juga berpesan kepada para mahasiswa agar menjalankan kuliah dengan sebaik-baiknya, serta aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P