JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pertama pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) pada Senin (6/9/2021) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi Nomor 42/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Nedi Suwiran, Kepala Desa (Kades) Sungai Ketupak, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.
Nedi Suwiran melalui kuasa hukum Gunalan mengujikan Pasal 39 ayat (2) UU Desa yang menyatakan, “Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.” Menurut Nedi, Pasal 39 ayat (2) UU Desa bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Secara kronologis, Gunalan mengatakan bahwa Pemohon terpilih menjadi kepala desa untuk satu periode masa jabatan selama 5 tahun pada 2005–2009, sesuai dengan ketentuan UU 22/1999. Kemudian Nedi kembali terpilih untuk satu periode masa jabatan 6 tahun pada 2009–2015 sesuai dengan ketentuan UU 32/2004. Selanjutnya ia kembali terpilih dan menjabat sebagai kepala desa dengan masa jabatan 6 tahun pada 2015–2021 sesuai dengan ketentuan UU 32/2004. Namun dengan adanya Surat Bupati Ogan Komering Ilir Nomor 140/458/D.PMD/II.1/2021 bertanggal 21 Juli 2021, pemilihan kepala desa yang diikuti Pemohon ditunda karena adanya ketentuan norma a quo. Akibat hal ini, sambung Gunalan, setidaknya telah menghalangi hak Pemohon untuk turut serta dalam pemerintahan.
“Sesungguhnya Penjelasan Pasal 39 Ayat (2) UU 6/2014 hanya memiliki satu rumusan kalimat yang bermakna Kepala Desa hanya dapat menjabat 3 kali masa jabatan, baik secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut yang penetapannya sebagai kepala desa didasarkan pada UU 32/2004. Sehingga masa jabatan kepala desa yang didasarkan pada undang-undang sebelum pemberlakukan UU 32/2004 tidak dihitung sebagai masa jabatan,” sebut Gunalan.
Untuk itu, Nedi memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 39 Ayat (2) UU Desa bertentangan dnegan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Kepala Desa hanya dapat menjabat 3 (tiga) kali masa jabatan baik secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut yang penetapannya sebagai kepala desa didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sehingga masa jabatan seorang kepala desa yang didasarkan undang-undang sebelum pemberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak dihitung sebagai masa jabatan.”
Persoalan Individu
Sidang panel pengujian materi UU Desa ini dipimpin Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dengan didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Saldi Isra. Usai mendengar pemaparan permohonan yang disampaikan kuasa hukum Pemohon, panel hakim memberikan nasihat kepada Pemohon. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam nasihatnya memberikan beberapa catatan terhadap permohonan Pemohon. Salah satunya terkait dengan kedudukan hukum Pemohon yang belum diuraikan dengan jelas. Enny menasihati Pemohon agar menambahkan syarat-syarat kerugian konstitusional yang dimaksudkan Pemohon tentang kesempatan dalam pemerintahan bagi dirinya seorang atau bagi semua orang untuk ikut pemilihan kepala desa (Pilkades).
“Dari permohonan ini hanya terlihat kerugian yang dialami Pemohon saja yang berarti individual. Untuk itu, bagaimana Pemohon dapat menguraikan hal ini juga terhubung dengan hak setiap warga negara jika ingin menjadi kepala desa. Lagi-lagi ini hanya diuraikan induividu yang sudah pernah menjabat sebagai kepala desa,” nasihat Enny pada kuasa Pemohon yang mengikuti persidangan secara virtual.
Argumentasi Konstitusional
Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta agar Pemohon menjelaskan argumentasinya secara konstitusional mengapa ingin menambah masa jabatan satu periode lagi. Sebab, menurut Saldi, kendati konstitusi menjamin hak warga negara, namun kemudian undang-undnag dapat memberikan batasan akan keterpenuhan hak-hak yang dijamin tersebut demi ketertiban bersama.
“Kami belum menemukan argumentasi konstitusional mengapa minta ditambah satu periode lagi? Apakah jika ini dikabulkan, MK tidak melanggar hak warga negara lain yang juga berhak untuk mendaftar jadi kepala desa?” kata Saldi.
Berikutnya, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh meminta agar Pemohon mencari perbandingan masa jabatan kepala desa dengan negara lain yang mungkin saja serupa dengan sistem pemerintahan di Indonesia. Hal ini untuk memudahkan Mahkamah melakukan perbandingan hukum yang mungkin saja dapat diserap atau dikaji lebih dalam untuk penerapannya di Indonesia atau tidak. Usai memberikan nasihat. Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengingatkan agar Pemohon dapat menyerahkan perbaikan permohonannya pada Senin, 20 September 2021 ke Kepaniteraan MK.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayudhita.