JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya terkait permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UU Hak Tanggungan). Putusan Nomor Nomor 10/PUU-XIX/2021 ini dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan MK yang digelar pada Selasa (31/8/2021). Permohonan ini diajukan oleh Sri Bintang Pamungkas yang berprofesi sebagai dosen.
Dalam Pertimbangan Hukum Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Pemohon mendalilkan jika Pasal 21 UU 4/1996 ini memberikan perlindungan yang berlebihan kepada kreditor selaku pemegang hak tanggungan dengan mengabaikan perlindungan kepada debitor dan pemberi hak tanggungan. Terhadap dalil Pemohon tersebut, sambung Suhartoyo, jika dikaitkan dengan ketentuan pada pasal tersebut, maka esensinya adalah adanya debitor pemberi hak tanggungan yang dinyatakan pailit dan kreditor penerima hak tanggungan tidak kehilangan haknya untuk tetap melakukan tindakan hukum terhadap objek hak tanggungan.
Atas hal ini, Mahkamah mempertimbangkan bahwa sifat dari kreditor penerima atau pemegang hak tanggungan adalah didahulukan sebagai kreditor separatis. Oleh karena itu, adanya putusan pengadilan yang menyatakan debitor dalam keadaan pailit tersebut, tidak akan menghilangkan hak kreditor pemegang hak tanggungan untuk kehilangan hak yang melekat atas pelunasan utang debitor pailit terhadap kreditor. Karena sesuai dengan sifatnya, kreditor pemegang hak tanggungan merupakan kreditor separatis yang mempunyai hak untuk didahulukan. Sehingga saat kurator sebagai pihak yang melakukan verifikasi terhadap objek hak tanggungan yang telah dibebani dengan titel kekuatan eksekutorial, harus dikeluarkan dan tidak lagi menjadi bagian dari harta pailit yang dilakukan pemberesan untuk pemenuhan hutang kreditor-kreditor lainnya.
“Dengan demikian, perlindungan hukum kreditor pemegang hak tanggungan terhadap adanya debitor pemberi hak tanggungan yang dinyatakan pailit, tidak akan terganggu haknya untuk tetap mendapat jaminan pemenuhan piutangnya dari debitor meskipun debitor dinyatakan pailit,” jelas Suhartoyo.
Baca juga: Rumah Terancam Dilelang, Dosen Uji UU Hak Tanggungan
Sifat Kekhususan Hak Tanggungan
Ditambah pula hal ini, sambung Suhartoyo, dikuatkan oleh keberadaan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Oleh karena sifat kekhususan dari hak tanggungan itu sendiri adalah privilege, separatis, dan adanya titel eksekutorial, maka sejak awal telah disepakati dalam perjanjian kredit dengan hak tanggungan yang dilakukan oleh debitor, kreditor, dan penjamin serta pihak-pihak lain yang terlibat. Oleh karena itu, adanya anggapan Pemohon terhadap kreditor pemegang hak tanggungan mendapat perlindungan yang berlebihan adalah tidaklah terbukti kebenarannya. Terlebih munculnya hak yang dimiliki oleh kreditor pemegang hak tanggungan yang demikian juga datang dari adanya kesepakatan secara sukarela di antaranya dari debitor pemberi hak tanggungan sendiri.
“Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah dalil Pemohon yang menyatakan ketentuan norma Pasal 21 UU 4/1996 berlebihan di dalam memberikan perlindungan hukum terhadap kreditor pemegang hak tanggungan adalah tidak beralasan menurut hukum,” tegas Suhartoyo yang bersamaan dengan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adamn secara bergantian membacakan Pertimbangan Hukum Mahkamah atas perkara ini dari Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam perkara ini, Pemohon mendalilkan Pasal 6, Pasal 14 ayat (3), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 21 UU Hak Tanggungan bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28A ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Dalam kasus konkret pada awal Desember 2019 lalu, Pemohon menerima surat dari Balai Lelang Star Auction bertanggal 13 November 2019 yang menyatakan Persil Merapi (kediaman Pemohon) akan segera dieksekusi lelang pada 14 Januari 2020. Atas hal ini, Pemohon telah melakukan berbagai upaya hukum dan mendatangi Kantor Cabang BCA untuk membicarakan kasus kredit bermasalah dari pihak debitor. Singkat cerita, setelah berbagai upaya dilakukan, Pemohon tetap mendapatkan pemberitahuan bertanggal 10 Desember 2020 atas penetapan lelang yang akan dilaksanakan pada 5 Januari 2021 dengan batas akhir panawaran sampai pukul 13.00 WIB. Bahkan di dalam surat tersebut, Pemohon diminta untuk mengosongkan Persil Merapi yang menjadi kediamannya. Agar tak terjadi hal serupa pada orang lain, Pemohon meminta agar norma tersebut benar-benar dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: Fitri Yuliana