JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak berwenang mengadili permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Pesisir Selatan Tahun 2020 yang diajukan oleh Pasangan Calon No. Urut 1 Hendrajoni dan Hamdanus (HJ-HD). Demikian Ketetapan Nomor 148/PHP.BUP-XIX/2021 yang diucapkan dalam sidang pleno yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi, Selasa (31/8/2021) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pertimbangan ketetapan, Mahkamah mencermati bahwa yang menjadi objek permohonan adalah Surat Keputusan (SK) KPU Kabupaten Pesisir Selatan No. 368/PL02.1-Kpt/1301/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pesisir Selatan Tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020.
Namun demikian, menurut Mahkamah, peristiwa hukum yang menjadi dalil pokok permohonan Pemohon a quo merupakan peristiwa yang terjadi setelah berakhirnya Tahapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, yaitu dengan telah dilantiknya Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Terpilih oleh Gubernur Sumatera Barat pada 26 Februari 2021.
Dengan demikian, kata Anwar, karena tahapan pemilihan bupati dan wakil bupati telah selesai, permohonan Pemohon a quo bukan lagi menjadi kewenangan MK untuk menilai permohonan a quo. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam UU MK dan Peraturan MK.
Sebelumnya, MK menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara PHP Bupati Pesisir Selatan 2020 pada Jumat 13 Agustus 2021 siang. Perkara ini dimohonkan Hendrajoni dan Hamdanus. Panel Hakim terdiri atas Hakim Konstitusi Arief Hidayat (ketua), Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul (masing-masing sebagai anggota).
Dalam permohonannya, Pemohon mempersoalkan Keputusan KPU Kabupaten Pesisir Selatan No. 259/Pt.02.3-Kpt/1381/KPU-Kabupaten/X/2020 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pesisir Selatan Tahun 2020 tanggal 23 September 2020. Pemohon memberi kuasa kepada Oktavianus Rizwa, Muhammad Arif, Harry Syahputra serta Zenwen Pador kuasa Pemohon selaku kuasa substitusi.
Pemohon mempersoalkan isu konstitusionalitas, hukum dan moral dari sejumlah Keputusan KPU Pesisir Selatan dalam rangkaian tahapan pemilihan yang cacat formil secara administratif, bersifat melawan konstitusi, hukum maupun moral. Menurut Pemohon, KPU Pesisir Selatan telah melegalkan Calon Bupati No. Urut 2 Rusma Yul Anwar untuk mengikuti Pemilihan Bupati Pesisir Selatan 2020 yang hasilnya telah menetapkan calon nomor urut 2 sebagai pemenang pilkada. Prinsipnya, menurut Pemohon, calon nomor urut 2 tidak memenuhi syarat administrasi pencalonan. Di antaranya, sebelum mencalonkan sebagai bupati, calon nomor urut 2 sudah berstatus sebagai terpidana dengan dua putusan pengadilan, baik Pengadilan Negeri Padang dan Pengadilan Tinggi Padang.Tindak pidananya melakukan usaha tanpa memiliki surat izin lingkungan. Bahkan putusan kedua pengadilan tersebut meminta penahanan calon nomor urut 2, meskipun faktanya yang bersangkutan tidak ditahan.
Saat penetapan calon bupati, ungkap Pemohon, calon nomor urut 2 sedang melakukan proses kasasi di Mahkamah Agung. Di balik proses kasasi tersebut, menurut Pemohon, ada syarat administrasi yang mesti dipenuhi calon nomor urut 2. Salah satunya adalah Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang dimiliki calon nomor urut 2. Karena semestinya SKCK tidak bisa dikeluarkan karena calon nomor urut 2 masih dalam proses peradilan atau status terpidana kasus lingkungan hidup.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.