JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Nabire digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (30/8/2021) siang. Permohonan PHP Bupati Nabire ini diajukan oleh dua pasangan calon (paslon) yang berbeda. Perkara Nomor 149/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan oleh Paslon Nomor Urut 3 Fransiscus Xavetius dan Tabroni bin M. Cahya. Sedangkan Perkara Nomor 150/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan oleh Paslon Nomor Urut 1 Yufinia Mote dan Muhammad Darwis. Agenda sidang adalah mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, Keterangan Bawaslu.
Didi Supriyanto selaku kuasa hukum KPU RI (Termohon) menanggapi permohonan Perkara Nomor 149/PHP.BUP-XIX/2021. Didi mengatakan, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 84/PHP.BUP-XIX/2021 tanggal 19 Maret 2021 memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Nabire 2020, merupakan pil pahit untuk menyehatkan demokrasi di tanah Papua, khususnya Nabire.
“Pemungutan Suara Ulang ini menjadi lecutan untuk benar-benar memurnikan proses demokrasi dengan mewujudkan asas jujur dan adil dalam penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang,” jelas Didi kepada Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Baca juga: MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Pilbup Nabire
Turun Langsung ke TPS
Oleh karena itu, kata Didi, semua jajaran KPU dan Bawaslu turun langsung ke lapangan guna memastikan seluruh sumber daya yang dimiliki bisa dimaksimalkan demi terselenggaranya Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, sesuai amanat Konstitusi dan UU Pemilihan maupun Peraturan KPU. Bahkan ketika PSU, Ketua KPU Ilham Saputra dan Komisioner KPU Viryan Azis serta Ketua Bawaslu Abhan dan Komisioner Bawaslu M. Afifudin turun langsung ke TPS-TPS yang rawan guna memastikan seluruh proses pemungutan dan penghitungan suara berjalan dengan lancar, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar itu pula, lanjut Didi, Ketua Bawaslu Kabupaten Nabire dalam rapat pleno rekapitulasi hasil PSU Bupati dan Wakil Bupati Nabire Tahun 2020 menyatakan bahwa PSU Kabupaten Nabire 2020 merupakan pemilihan terbaik dalam pengawasan Bawaslu.
Disampaikan Didi, meskipun eksepsi Pemohon mengenai penetapan rekapitulasi KPU terhadap masing-masing paslon, namun KPU mencermati permohonan berisi dugaan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi selama pemilihan berupa pelanggaran administrasi pemilihan, pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu, dan tindak pidana pemilihan. Oleh karena itu, menurut Termohon, materi permohonan bukan merupakan perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan. Maka menurut Termohon, Mahkamah tidak berwenang mengadili, memeriksa, memutus permohonan Pemohon.
Selain itu menurut Termohon, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, selisih suara antara Pemohon dengan Paslon Nomor Urut 2 sebagai peraih suara terbanyak (Pihak Terkait) adalah 9.124 suara (15,3%) sehingga telah melebihi ambang batas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 ayat (2) huruf a UU Pilkada. Selanjutnya, Termohon menanggapi dalil Pemohon soal kegagalan memperbaiki DPT Kabupaten Nabire dan didasarkan pada DPT yang tidak valid dan tidak logis serta Termohon telah salah menghapuskan sebanyak 23.574 pemilih dari Daftar Pemilih Sementara menuju Daftar Pemilih Tetap. Karena dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan diketahui pemilih berjumlah 115.877 orang, yakni penduduk berusia 17 tahun ke atas, bukan TNI, bukan Polri dan penduduk sudah pernah menikah. Semua dalil itu dibantah oleh Termohon, sebagai hal yang mengada-ada, tidak ada bukti valid, tidak berdasar hukum.
Baca juga: MK Tegaskan Pemungutan Suara Ulang Pilbup Nabire
Melebihi Ambang Batas
Selanjutnya Termohon melalui kuasa hukum M. Imam Nasef menanggapi dalil permohonan Perkara Nomor 150/PHP.BUP-XIX/2021. Mengenai kedudukan hukum, selisih suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait adalah 7.075 suara sehingga melebihi ketentuan ambang batas. Kemudian mengenai pokok permohonan, KPU Kabupaten Nabire secara tegas menyatakan bahwa pelaksanaan PSU Pilkada Nabire 2020 berjalan dengan lancar sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Termasuk melaksanakan PSU dengan sistem pemungutan langsung dan di bawah supervisi KPU dan Bawaslu bersama segenap jajaran.
Termohon juga menanggapi dalil Pemohon soal pemilih yang tidak memiliki hak pilih karena tidak terdaftar dalam DPT. Kesimpulan Pemohon itu, menurut Termohon, bertentangan dengan Putusan MK Nomor 84/PHP.BUP-XIX/2021. Atas dasar amar putusan a quo berbeda dengan pelaksanaan PSU di daerah lainnya, KPU dilarang melakukan pemutakhiran DPT. Khusus untuk di Kabupaten Nabire, justru dalam rangka menjalankan Putusan MK tersebut, maka KPU in casu Termohon diharuskan untuk melakukan perbaikan DPT dengan melakukan pemutakhiran DPT.
Bantahan Pihak Terkait
Berikutnya, Pihak Terkait melalui tim kuasa hukum Rojikin, dkk., menanggapi dalil permohonan Perkara Nomor 149/PHP.BUP-XIX/2021. Pihak Terkait menilai Mahkamah tidak berwenang mengadili permohonan Perkara 149 karena materinya memuat pelanggaran seputar DPT yang dikatakan tidak valid dan tidak logis. Menurut Pihak Terkait, hal itu bukanlah alasan untuk dijadikan dasar untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo. Selebihnya, Pihak Terkait menampik semua dalil permohonan Perkara 149/PHP.BUP-XIX/2021, sebagai dalil-dalil yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan meminta Mahkamah menolak semua dalil Pemohon.
Pihak Terkait juga membantah permohonan Perkara Nomor 150/PHP.BUP-XIX/2021. Menurut Pihak Terkait, Mahkamah tidak berwenang mengadili, memeriksa, memutus permohonan tersebut. Objek permohonan adalah Keputusan Termohon mengenai perolehan suara hasil pemilihan yang signifikan, sesuai dengan Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Namun sayangnya, menurut Pihak Terkait, Pemohon tidak menunjukkan hasil penghitungan suara yang salah menurut Termohon dan Pemohon tidak menunjukkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon dalam permohonan. Selain itu, Pihak Terkait membantah semua dalil permohonan Pemohon dalam pokok perkara.
Baca juga: Pemohon PHP Bupati Nabire Anggap KPU Gagal Perbaiki DPT
Tanggapan Bawaslu
Selanjutnya anggota Bawaslu Provinsi Papua, Ronald Manoach memberi tanggapan terhadap permohonan Perkara 149/PHP.BUP-XIX/2021. “Pasca Putusan MK Nomor 84, Bawaslu Provinsi Papua melakukan supervisi melekat terhadap perbaikan DPT sebanyak lima kali. Kolaborasi antara Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi melakukan supervisi terhadap DPS sebanyak satu kali. Kemudian Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi melakukan supervisi melekat terhadap PSU,” ungkap Ronald.
Sedangkan terhadap dalil permohonan Perkara Nomor 150/PHP.BUP-XIX/2021, Bawaslu Kabupaten Nabire menjelaskan telah melakukan pengawasan dan pencegahan melalui himbauan maupun rekomendasi kepada Termohon maupun instansi lain, terkait pada tahapan pemutakhiran data pemilih dari DPS sampai ke DPT. Hal ini dijelaskan oleh anggota Bawaslu Kabupaten Nabire, Adriana Sahempa kepada Panel Hakim.
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Pemohon Perkara 149//PHP.BUP-XIX/2021 mendalilkan hasil penghitungan suara pemungutan suara ulang tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana Putusan MK Nomor 84/PHP.BUP-XIX/2021 yang memerintahkan pemungutan suara ulang dengan mendasarkan pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang telah diperbaiki dan menggunakan sistem pencoblosan langsung. Menurut Pemohon, kegagalan Termohon diawali dengan kegagalan memperbaiki DPT Kabupaten Nabire dan didasarkan pada DPT yang tidak valid dan tidak logis. Termohon telah salah menghapuskan sebanyak 23.574 pemilih dari Daftar Pemilih Sementara menuju Daftar Pemilih Tetap.
Sedangkan Pemohon Perkara 150/PHP.BUP-XIX/2021 mendalilkan proses Pemungutan Suara Ulang (PSU) melangar peraturan perundang-undangan. Pemohon mendalilkan ada tiga pokok persoalan yang dianggap Pemohon sebagai pelanggaran dalam pemungutan suara ulang Pilkada Nabire. Pelanggaran pertama yang mendasar adalah tindakan Termohon yang memperbolehkan pemilih mencoblos menggunakan e-KTP sehingga menyebabkan penambahan jumlah pemilih dalam DPT. Pelanggaran mendasar yang kedua menurut Pemohon, terjadi pemilihan lebih dari satu kali di TPS yang sama dan atau di TPS yang berbeda oleh pemilih dalam DPT yang memilih lagi untuk kedua kalinya dengan menggunakan e-KTP. Usai sidang, Panel Hakim meminta para pihak menunggu perkembangan perkara ini sesuai hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). (*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : M. Halim