JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memberi materi pada Kuliah Umum Departemen Hukum Tata Negara, pada Sabtu (20/8/2021) secara daring. Dalam kegiatan tersebut, Enny memberikan materi pada dua mata kuliah, yakni Sistematika Ilmu Negara dan Hukum Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan.
Memulai pembicaraannya, Enny mengatakan, ilmu negara merupakan kelompok ilmu pengetahuan dasar yang membahas hakikat negara, asal mula negara yang wajib dipelajari sebagai bagian kurikulum fakultas hukum dan merupakan mata kuliah persyaratan untuk mata kuliah lainnya.
Dikatakan Enny, Ilmu Negara adalah ilmu yang mempelajari pengertian-pengertian pokok dan sendi pokok negara pada umumnya. Kajiannya mencakup hal-hal yang sama atau serupa dalam negara-negara yang ada atau pernah ada di dunia ini, misalnya tentang terjadinya negara, lenyapnya negara, tujuan dan fungsi negara, perkembangan negara, bentuk negara dan sebagainya.
Selanjutnya, Enny menyampaikan bahwa Ilmu Negara menekankan hal-hal yang bersifat umum dengan menganggap negara sebagai bentuk umum dan mengesampingkan sifat-sifat khusus dari negara-negara. “Ilmu Negara tidak membahas bagaimana pelaksanaan hal-hal umum tersebut dalam suatu negara tertentu. Maka Ilmu Negara bernilai teoritis,” ujar Enny di hadapan para mahasiswa baru Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menurut Enny, kelahiran dan keberadaan Ilmu Negara tidak dapat lepas dari jasa George Jellinek, seorang pakar hukum dari Jerman yang menjadi cikal bakal lahirnya Ilmu Negara. Konsep pemikiran George Jellinek dalam bukunya yang berjudul “Allgemeine Staatslehre” menciptakan suatu sistematis yang lengkap dan teratur dari Ilmu Negara. Menurut Jellinek, ilmu kenegaraan (Staatswissenschaft) dapat dibedakan dalam dua bagian yakni Staatswissenschaft dalam arti sempit yang memberi tekanan pada segi objeknya, yaitu negara. Kemudian, Rechtswissenschaft yang ditekankan pada segi hukumnya.
Lebih lanjut Enny menyebutkan, Staatswissenschaft dalam arti sempit dapat dibedakan lagi ke dalam Beschreibende staatswissenschaft atau lebih dikenal sebagai statenkunde Theoritische staatswissenschaft atau lebih dikenal sebagai Ilmu Negara (Staatsleer). Beschreibende staatswissenschaft, yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara yang melukiskan negara dari segi masyarakat/penduduk, alam, flora dan fauna.
Sementara Theoritische staatswissenschaft merupakan Ilmu pengetahuan mengenai negara yang menganalisa dan mengolah bahan-bahan dari Beschreibende staatswissenschaft untuk kemudian disusun dalam suatu sistematika serta melengkapinya dengan sendi-sendi pokok dan pengertian pokok dari negara.
Kemudian Enny menjelaskan, theoritische staatswissenschaft dapat dibagi lagi ke dalam allgemeine staatslehre yang merupakan ilmu negara umum yang membahas teori-teori tentang negara yang berlaku umum terhadap semua negara. “Jellinek membahas Ilmu Negara Umum dengan menggunakan Teori Dua Segi atau zweiseiten theori,” ungkapnya.
Hukum Konstitusi
Pada kesempatan yang sama, Enny juga memberikan materi mengenai “Hukum Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan”. Enny mengatakan, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu Demos dan Kratos. Demos artinya rakyat/khalayak, dan Kratos artiya pemerintahan. Sehingga, pengertian demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat.
Menurut Enny, rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di negara dan ini tidak dapat dilepaskan ketika kita bicara demokrasi dan kedaulatan rakyat dan hal tersebut tidak dapat dipisahkan. “Di dalam sistem kedaulatan rakyat itu menghendaki atau mensyaratkan rakyatlah yang seharusnya memegang kekuasaan tertinggi dalam negara,” ujar Enny.
Dikatakan Enny, kekuasaan harus ada batasan yang jelas sehingga harus didesain yang harus terdapat ruang mekanisme check and balances.
Dalam perkembangannya, paham negara hukum tidak dapat dipisahkan dari paham kerakyatan, sebab pada akhirnya hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Begitu eratnya paham negara hukum dan kerakyatan, sehingga ada sebutan negara hukum yang demokratis. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P