JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Pesisir Selatan (Pessel) pada Rabu (18/8/2021) siang. Permohonan perkara PHP Bupati Pessel yang teregistrasi Nomor 148/PHP.BUP-XIX/2021 ini dimohonkan oleh Pasangan Calon No. Urut 1 Hendrajoni dan Hamdanus (HJ-HD). Sidang dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi Arief Hidayat (ketua), Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul (masing-masing sebagai anggota). Agenda sidang adalah mendengarkan Jawaban KPU Kabupaten Pessel (Termohon) dan Keterangan Bawaslu Kabupaten Pessel.
KPU Pessel (Termohon) diwakili kuasa hukum Sudi Prayitno yang hadir secara luring dalam persidangan. Sudi menanggapi permohonan HJ-HD (Pemohon) terkait Kewenangan Mahkamah. Menurut Termohon, Mahkamah tidak mempunyai kewenangan mengadili permohonan Pemohon. Sebab, salah satu objek permohonan sengketa pilkada adalah keputusan menteri dalam negeri yang tidak berkaitan erat dengan hasil perolehan suara pemilihan.
Selain itu, menurut Termohon, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Karena selisih perolehan suara antara Pemohon dengan peraih suara terbanyak dalam pilkada sudah melewati ambang batas 1% perbedaan perolehan suara yang diperbolehkan untuk mengajukan permohonan.
Kemudian mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan, menurut Termohon, permohonan Pemohon sudah melewati tenggang waktu 3 hari kerja terhitung sejak diumumkannya Keputusan KPU Pessel tentang Penetapan Rekapitulasi Suara Masing-Masing Pasangan Calon pada 17 Desember 2020, pukul 10.41 WIB di laman KPU Pessel. Termohon juga menilai permohonan Pemohon tidak jelas dan kabur.
“Di satu sisi, Pemohon meminta pembatalan Keputusan KPU No. 368 dalam petitum angka 5. Namun di sisi lain, Pemohon meminta pembatalan Keputusan KPU No. 568. Di samping itu, permohonan Pemohon nebis in idem, karena diajukan Paslon Bupati dan Wakil Bupati No. Urut 1 terhadap KPU Kabupaten Pesisir Selatan dengan objek permohonan berupa Keputusan KPU No. 368 yang notabene merupakan Pemohon, Termohon dan objek permohonan yang sama dalam Perkara 64/PHP.BUP-XIX/2021 dan sudah pernah diputus oleh Mahkamah,” jelas Sudi Prayitno.
Terhadap pokok permohonan Pemohon, Termohon membantah dalil adanya putusan Pengadilan Negeri Padang yang memerintahkan Calon Bupati No. Urut 2 Rusma Yul Anwar untuk ditahan. Ketidakhadiran calon bupati nomor urut 2 saat pendaftaran bakal calon pilkada di KPU tidak menghalangi KPU untuk menerima pendaftaran. Mengingat kewajiban calon nomor urut 2 hadir saat pendaftaran dapat dikecualikan bagi yang berhalangan, sepanjang dapat dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang.
Termohon juga menampik dalil Pemohon yang menganggap Termohon lalai dan tidak hati-hati dalam memastikan status hukum calon nomor urut 2 pada saat verifikasi persyaratan calon peserta pilkada. Selain itu, Termohon juga menampik dalil Pemohon mengenai tidak terpenuhinya syarat calon nomor urut 2 karena berstatus pidana berdasar putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Keterangan Bawaslu
Ketua Bawaslu Pessel, Erman Wadison, dalam persidangan menyampaikan keterangan soal dalil Pemohon mengenai adanya pelanggaran administrasi yang dilakukan calon nomor urut 2 pada Pilkada Pesisir Selatan. Dalam hal ini, dalil pelanggaran mengenai persyaratan calon.
“Berdasarkan pengawasan Bawaslu saat pendaftaran pasangan calon bupati dan wakil bupati Pesisir Selatan tertanggal 5 September 2020, pasangan calon nomor urut 2 mendaftarkan diri dengan menyerahkan salinan syarat calon dan syarat pencalonan,” ujar Erman.
Berdasarkan pengawasan Bawaslu Pessel, ungkap Erman, KPU Pessel sudah melakukan klarifikasi terhadap berkas syarat calon atas nama Rusma Yul Anwar. Hasil klarifikasi menunjukkan bahwa dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) termuat Rusma Yul Anwar sedang melakukan upaya hukum berupa kasasi terhadap dugaan tindak pidana yang melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Untuk diketahui, dalam pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Jumat (13/8/2021) siang, Pemohon mempersoalkan Keputusan KPU Kabupaten Pesisir Selatan No. 259/Pt.02.3-Kpt/1381/KPU-Kabupaten/X/2020 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pesisir Selatan Tahun 2020 tanggal 23 September 2020. Pemohon memberi kuasa kepada Oktavianus Rizwa, Muhammad Arif, Harry Syahputra serta Zenwen Pador kuasa Pemohon selaku kuasa substitusi.
Pemohon mempersoalkan isu konstitusionalitas, hukum dan moral dari sejumlah Keputusan KPU Pessel dalam rangkaian tahapan pemilihan yang cacat formil secara administratif, bersifat melawan konstitusi, hukum maupun moral. Menurut Pemohon, KPU Pessel telah melegalkan Calon Bupati No. Urut 2 Rusma Yul Anwar untuk mengikuti Pemilihan Bupat Pessel Tahun 2020 yang hasilnya telah menetapkan calon nomor urut 2 sebagai pemenang pilkada.
Prinsipnya, menurut Pemohon, calon nomor urut 2 tidak memenuhi syarat administrasi pencalonan. Di antaranya, sebelum mencalonkan sebagai bupati, calon nomor urut 2 sudah berstatus sebagai terpidana dengan dua putusan pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri Padang dan Pengadilan Tinggi Padang. Tindak pidananya melakukan usaha tanpa memiliki surat izin lingkungan. Bahkan putusan kedua pengadilan tersebut meminta penahanan calon nomor urut 2, meskipun faktanya yang bersangkutan tidak ditahan.
Saat penetapan calon bupati, calon nomor urut 2 sedang melakukan proses kasasi di Mahkamah Agung. Di balik proses kasasi tersebut, menurut Pemohon, ada syarat administrasi yang mesti dipenuhi calon nomor urut 2. Salah satunya adalah SKCK yang dimiliki calon nomor urut 2. Semestinya SKCK tidak bisa dikeluarkan karena calon nomor urut 2 masih dalam proses peradilan atau status terpidana kasus lingkungan hidup.
“Berdasarkan fakta inilah yang menyebabkan penyelenggaraan pilkada telah jauh menyimpang dari pemilu yang jujur dan adil,” jelas Oktavianus Rizwa selaku kuasa Pemohon.
Baca juga:
Menggugat Syarat Administrasi Calon Bupati Pesisir Selatan
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.