JAKARTA, HUMAS MKRI - Terkait dengan rencana kegiatan Konferensi Kedua Lembaga Peradilan Negara-Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (The 2nd Judicial Conference of Constitutional and Supreme Courts/Councils of the OIC Member States/Observer States-JOIC) pada 15 – 17 September 2021 mendatang, Mahkamah Konstitusi kembali menggelar Rapat Koordinasi Kegiatan Internasional pada Senin (16/8/2021).
Pada kesempatan kali ini, rapat koordinasi dilakukan bersama perwakilan dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, yakni Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jailani, Direktur Hukum dan Perjanjian Politik dan Keamanan Purnomo Achmad Chandra, Direktur Kerja Sama Intra Kawasan dan Antar Kawasan Amerika dan Eropa Masni Eriza, Direktur Jenderal Amerika dan Eropa I Gede Ngurah Swajaya, dan Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Penny D. Herasati.
Pada pembukaan rapat, M. Guntur Hamzah selaku pimpinan rapat menyebutkan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi oleh konferensi pertama di Turki yang menghasilkan Deklarasi Istanbul pada 14-15 Desember 2018 lalu. Dalam kesempatan tersebut, sambung Guntur, disepakati untuk diselenggarakannya konferensi secara periodik guna membahas tentang Konstitusi dan HAM. Selain itu, juga dapat dilakukan pembentukan Working Group antara Indonesia, Turki, Aljazair, Pakistan dan Gambia guna membahas bentuk dan langkah lanjutan dari forum internasional bagi lembaga peradilan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam.
Menyambut rencana yang bernilai baik ini, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jailani menyatakan bahwa jika ingin membentuk sebuah organisasi dapat saja dilakukan, namun dengan catatan selama bertujuan meningkatkan kerja sama antarlembaga peradilan di negara-negara yang tergabung dalam OKI.
“Jadi wadah kerja sama yang dilakukan adalah antarlembaga atau antar-pengadilan bagi negara-negara anggota OKI untuk menggelar berbagai kegiatan, seperti bertukar pandangan atau penelitian bersama. Jadi, wujudnya adalah kerja sama yang dapat mendukung masing-masing pengadilannya,” jelas Abdul Kadir dalam rapat yang dipimpin Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dengan didampingi oleh Kepala Biro Humas dan Protokol MK Heru Setiawan dengan dihadiri beberapa perwakilan dari Kementerian Luar Negeri RI lainnya secara daring.
Sementara itu, Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Penny D. Herasati mengingatkan MKRI terkait negara-negara yang akan mengikuti dan hadir dalam kegiatan internasional ini untuk dapat diperhatikan kembali status dan keberadaan negaranya. Misalnya, Penny mengatakan Suriah telah dibekukan oleh OKI sejak 2012 dan tidak pernah diundang dalam KTN. Oleh karena itu, ia meminta agar MKRI perlu mencatat secara teliti dan hati-hati status dari 83 negara yang akan diundang dalam acara yang direncanakan mengangkat tema ““Human Rights and Constitutionalism: The Contribution of Judiciary in Moslem Countries” ini.
“Untuk itulah pentingnya berkoordinasi antarlembaga, sebab Kementerian Luar Negeri memiliki perwakilan pada setiap negara-negara anggota OKI dan dapat membantu memastikan negara-negara mana yang bermasalah. Sehingga diharapkan MKRI kepada Kementerian Luar Negeri dapat menyampaikan daftarnya untuk kemudian kami teruskan pada negara-negara yang bersangkutan untuk dapat lebih jelas melakukan konfirmasi pendaftaran dan kehadiran dalam acara yang akan diselenggarakan oleh MKRI nantinya,” kata Penny.
Perlu diketahui, konferensi ini nantinya akan diselenggarakan secara luring dan daring pada 15-17 September 2021 di Bandung. Pada kesempatan luring, kegiatan akan diikuti oleh 5 negara Working Group, di antaranya Indonesia, Turki, Aljazair, Gambia, dan Pakistan. Sementara itu, sejumlah 53 negara anggota OKI lainnya akan hadir secara daring dari negara masing-masing. Selain itu, hadir pula 5 negara anggota AACC non-OKI dan mitra kerja sama luar negeri MKRI. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P