JAKARTA, HUMAS MKRI - Wakil Ketua MK Aswanto menjadi salah satu pemateri dalam webinar yang diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu dengan tajuk “Peta Jalan Pertambangan Tana Luwu” pada Sabtu (31/7/2021). Dalam pokok bahasan berjudul “Perlindungan Hak Asasi Manusia di Wilayah Tambang” ini, Aswanto menjabarkan tentang keterkaitan antara keberadaan perusahaan pertambangan dengan hak asasi manusia.
Menurut Aswanto, setiap manusia berhak untuk menikmati lingkungan yang sehat. Namun keberadaan perusahaan pertambangan, seringkali memunculkan kerentanan pada pencemaran dan terlanggarnya hak asasi manusia untuk hidup di lingkungan yang sehat tersebut. Ketika berbicara tentang hak asasi manusia (HAM), Aswanto melihat hal tersebut berkaitan dengan semangat zaman. Bahkan untuk memberikan status pada suatu negara demokratis atau tidak demokratis, bergantung pada kepedulian suatu negara dalam menjunjung tinggi HAM. Oleh karena itu, jika suatu negara mengabaikan semangat zaman yang berarti banyak melanggar HAM, maka suatu negara tersebut dapat saja dikucilkan dalam pergaulan internasional dan diembargo secara eonomi.
Berbicara tentang Tana Luwu, Aswanto mengakui telah melihat adanya perusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Oleh karena itu, kehadiran Undang-Undang Pertambangan sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi Negara bahwa pertambangan adalah usaha yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Sehingga, negara bertanggung jawab dan hadir dengan cara selektif memberikan izin terhadap perusahaan dan pengusaha pertambangan.
“Pengusaha dan perusahaan itu harus di-record dan jika ada yang melakukan perusakan harus di-black list. Kalau ada pencemaran, maka negara harus hadir dalam soal ini, baik dari segi teori dan yuridis formal pemerintah harus serius dalam menjaga lingkungan termasuk SDA yang ada di Indonesia ini,” jelas Aswanto dalam acara yang juga dihadiri secara virtual oleh Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani dan Bupati Luwu Timur Budiman Hakim tersebut.
Tidak Mendegradasi Konstitusi
Ketika membahas aturan tentang pertambangan, Aswanto mengatakan bahwa norma tersebut tidak boleh mendegradasi ketentuan dalam konstitusi. Dalam pelaksanaan norma di lapangan, dapat dilihat dari kepemilikan saham pemerintah di perusahaan pertambangan. Sementara dari segi yuridis, tergambar dengan jelas adanya keinginan pemerintah untuk terus menjaga lingkungan. Misalnya, sambung Aswanto, dalam UU 3/2020 tentang Minerba telah diatur pemanfaatan sumber daya alam (SDA) termasuk pertambangan untuk tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. Tak hanya itu, pemerintah juga menuangkan keseriusan ini dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT). Pada UU PT termuat amanat jika ada perusahaan yang merusak lingkungan, masyarakat dapat menuntut ganti rugi. Tak hanya finansial, tetapi juga terdapat kewajiban pengusaha untuk melakukan perbaikan lingkungan yang telah dirusak oleh usahanya.
Hal ini sejalan pula dengan norma yang dituangkan dalam Pasal 74 UU Lingkungan Hidup yang menegaskan ganti rugi dan upaya awal sebelum dimulainya usaha pertambangan harus telah dilakukan langkah pencegahan agar tidak merusak lingkungan di sekitar pertambangan. Berkaitan dengan usaha pertambangan dan kesejahteraan masyarakat, Aswanto melirik fenomena sosial yang terjadi sebaliknya pada wilayah sekitar pertambangan. Seharusnya, kata Aswanto, masyarakat pertambangan harus diutamakan dalam memperoleh manfaat dari aktivitas pertambangan yang ada di lingkungannya.
“Kaitannya dengan MK, dalam putusannya telah menegaskan bagi perusahaan pertambangan yang bisa melakukan eksport hasil tambang, tidak diperbolehkan melakukan kegiatan tersebut dalam bentuk mentah. Perusahaan tambang harus mengolah terlebih dahulu hasil tambangnya,” jelas Aswanto.
Sebagai informasi, kegiatan ini digagas oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu untuk menjawab isu dan pertanyaan masyarakat berkaitan dengan pertambangan dan hak-hak masyarakat adat di wilayah tambang, khususnya di Tana Luwu. Pada kegiatan ini, hadir pula beberapa pemateri dari berbagai latar belakang keilmuan, di antaranya Ketua AMAN Bata Manurun dalam materi berjudul “Masyarakat Adat di Tana Luwu dan Pertambangan”, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Bambang Hendroyono dalam paparan berjudul “Kebijakan Pembangunan Kehutanan”, dan Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi dalam presentasi berjudul Tambang dan Masyarakat Adat”. Kegiatan ini juga dihadiri oleh 117 partisipan secara virtual. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P