JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Tahun 2020 tidak dapat diterima. Demikian petikan amar Putusan Nomor 146/PHP.GUB-XIX/2021 yang dibacakan dalam sidang MK yang disiarkan secara daring pada Jumat (30/7/2021).
Permohonan PHP Gubernur Kalsel diajukan oleh pasangan calon (paslon) Nomor Urut 2 Denny Indrayana dan Difriadi (Denny-Difri). Pasangan Denny-Difri dalam permohonannya mempersoalkan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilgub Kalsel pada 9 Juni 2021.
“Dalam pokok permohonan, menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Menyatakan sah Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 37/PL.02.6-Kpt/63/Prov/VI/2021 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 124/PHP.GUB-XIX/2021 dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Tahun 2020, bertanggal 17 Juni 2021. Memerintahkan Termohon untuk menetapkan Pasangan Calon Terpilih dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Tahun 2020." kata Ketua MK Anwar Usman membacakan petikan amar putusan.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, menurut Mahkamah, jajaran Termohon telah melaksanakan pencermatan Daftar Pemilih dalam DPT, DPTb, dan DPPh yang berkoordinasi dengan Disdukcapil Kalsel, Bawaslu Kalsel, masing-masing pasangan calon melalui tim pemenangannya. Pencermatan tersebut disaksikan oleh Polda Kalsel. Hal penting yang menjadi dasar penilaian Mahkamah terkait dengan DPT adalah adanya proses pemeriksaan dan pengecekan terhadap data yang ada dan dilakukan sesuai dengan prosedur. Dari rangkaian bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan, Mahkamah mendapatkan fakta bahwa Termohon telah melakukan proses pemutakhiran dan validasi data pemilih serta telah pula melakukan pemeriksaan, pencermatan, dan pengecekan terhadap data pemilih di 7 (tujuh) kecamatan yang akan melaksanakan PSU dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga penetapan daftar pemilih dalam DPT, DPTb, dan DPPh telah benar menurut hukum.
Selain itu, terkait dengan dalil jajaran Termohon seolah-olah telah menambahkan jumlah pemilih tambahan atau pemilih pindahan yang kemudian telah dimanfaatkan oleh Termohon untuk memenangkan Pihak Terkait, Mahkamah menilai dalil tersebut hanya merupakan asumsi Pemohon belaka yang tidak dapat dibuktikan. Lagi pula, Mahkamah tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan para pemilih tersebut akan memilih Pihak Terkait atau memilih Pemohon.
“Seharusnya setiap pasangan calon mengetahui dan memahami mengenai hal tersebut, sehingga apabila salah satu pasangan calon merasa dirugikan oleh penetapan DPT dapat mengajukan keberatan pada saat itu juga yakni masa tahapan pemutakhiran dan/atau masa pencermatan data daftar pemilih dan bukan mengajukan keberatan setelah selesai penyelenggaraan PSU, “ujar Manahan.
Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tentang adanya kekacauan DPT yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak beralasan menurut hukum.
Lebih lanjut dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Mahkamah menyatakan tidak cukup bukti bahwa jajaran Termohon bertindak tidak netral. Terhadap dalil Pemohon dalam persidangan yang menyatakan jajaran Termohon seolah-olah berupaya menunda ataupun mengulur waktu pelantikan anggota KPPS dengan tujuan agar terpilih kembali anggota KPPS yang lama sehingga akan menguntungkan Pihak Terkait, adalah tidak benar adanya.
Selain itu, sambung Daniel, Mahkamah juga telah mencermati terkait adanya tahapan, program, jadwal, dan mekanisme perekrutan anggota PPK dan KPPS yang dilakukan oleh jajaran Termohon secara terbuka dan dengan pengawasan yang ketat dari Bawaslu. Hal tersebut merupakan bagian dari keseriusan jajaran Termohon untuk melaksanakan putusan MK tersebut. Adanya dugaan Termohon telah lalai dengan menunda Pelaksanaan pengumuman anggota KPPS yang seharusnya paling lambat pada 25 Mei 2021 namun baru diumumkan pada 29 Mei 2021 dan adanya dugaan banyak KPPS yang belum diganti dengan yang baru sehingga seolah-olah penyelenggara tidak melaksanakan putusan Mahkamah, hal tersebut pun tidak meyakinkan Mahkamah karena anggota KPPS tersebut telah ternyata diseleksi sesuai dengan timeline yang telah ditentukan.
“Hal tersebut diperkuat dengan adanya keterangan dari Bawaslu hasil pengawasan tentang proses seleksi KPPS sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan tahapan yang telah dijadwalkan dan KPU telah mengumumkan melalui SK tentang penetapan dan pengangkatan anggota KPPS tersebut,” kata Daniel.
Selain itu, Bawaslu tidak menemukan adanya dugaan pelanggaran administratif yang mengarah pada ketidaksesuaian jadwal. Karena Bawaslu telah melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan perekrutan anggota KPPS dan telah pula melakukan pencermatan terhadap nama-nama anggota KPPS tersebut.
Berdasarkan pencermatan Bawaslu, ditemukan 3 (tiga) orang anggota KPPS yang diduga merupakan anggota KPPS yang sama saat pelaksanaan Pilkada pada 9 Desember 2020 yakni yang bernama Syarifah Nurul Huda, Rinawati dan Zainal. Bawaslu kemudian menyampaikan surat kepada Termohon untuk dilakukan perbaikan dan jajaran Termohon, in casu KPU Kota Banjarmasin telah menindaklanjuti dengan menerbitkan SK KPU Nomor 87/PP.04.2-Kpt/6371/KPU-Kot/VI/2021 (Basirih Selatan) dan SK KPU Nomor 88/PP.04.2-Kpt/6371/KPU-Kot/VI/2021 (Kelayan Selatan), sehingga dalil Pemohon tidak cukup meyakinkan Mahkamah.
Baca juga:
Denny-Difri Ungkap Pelanggaran Pilkada Kalsel dalam Sidang MK
KPU Provinsi Kalsel Bantah Dalil Permohonan Denny-Difri
Saksi Ungkap Penyalahgunaan Bansos dalam Pilkada Kalsel
Kabulkan Permohonan Denny-Difriadi, MK Perintahkan PSU Pilgup Kalsel
Denny-Difri Gugat PSU Pilgub Kalsel
KPU Kalsel Bantah Dalil Permohonan Denny-Difri
Untuk diketahui, MK dalam persidangan sebelumnya, Jumat (19/3/2021) sore, menjatuhkan Putusan Nomor 124/PHP.GUB-XIX/2021. Dalam amar putusan, Mahkamah memerintahkan dilakukannya PSU di seluruh TPS di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Kota Banjarmasin), Kecamatan Sambung Makmur, Kecamatan Aluh-Aluh, Kecamatan Martapura, Kecamatan Mataraman, dan Kecamatan Astambul (Kabupaten Banjar) dan di 24 TPS di Kecamatan Binuang (Kabupaten Tapin).
Mahkamah juga memerintahkan KPU Provinsi Kalimantan Selatan untuk mengangkat Ketua dan Anggota KPPS serta Ketua dan Anggota PPK yang baru (bukan yang sebelumnya) di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Kota Banjarmasin), Kecamatan Sambung Makmur, Kecamatan Aluh-Aluh, Kecamatan Martapura, Kecamatan Mataraman, dan Kecamatan Astambul (Kabupaten Banjar) dan di 24 TPS di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, yaitu TPS 1, TPS 2, TPS 3, TPS 6, TPS 8 Desa Tungkap, TPS 1, TPS 6, TPS 8, TPS 12, TPS 13, TPS 14, TPS 16, TPS 18 Desa Binuang, TPS 5, TPS 7, TPS 10 Desa Raya Belanti, TPS 1, TPS 2, TPS 3, TPS 4, TPS 5 Desa Pualam Sari, TPS 2 Padang Sari, TPS 1 dan TPS 3 Desa Mekarsari.
Pertimbangan hukum Mahkamah dalam putusan tersebut menyatakan penyelenggaraan tahapan, proses Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan di seluruh TPS dari enam kecamatan di Kalsel dan 24 TPS di Kecamatan Binuang tidak sesuai peraturan perundang-undangan, khususnya penyelenggaraan yang harus berpedoman pada asas langsung, umum, bebas, rahasia (luber) dan jujur, adil (jurdil).
Selanjutnya, PSU Pilgub Kalsel dilaksanakan pada 9 Juni 2021. Pasangan Denny-Difri kembali mengajukan permohonan ke MK mempersoalkan pelaksanaan PSU.
Dalam persidangan yang digelar di MK pada Rabu (21/7/2021), Bambang Widjojanto selaku kuasa hukum pemohon mengungkapkan proses dan tahapan PSU Pilgub Kalsel dipenuhi dengan pelanggaran dan kecurangan yang menciderai prinsip konstitusi yang langsung, umum, bebas, rahasia (luber), jujur dan adil serta demokratis. Menurutnya bukan hanya Sahbirin Noor-Muhidin (paslon nomor urut 1) saja yang terlibat dalam kecurangan tersebut, namun penyelenggara dan birokrasi pemerintahan pun terindikasi kuat bahkan terbukti menjadi bagian skenario yang melegitimasi terjadinya pelanggaran.
Lebih lanjut Bambang meminta paslon Sahbirin-Muhidin seharusnya didiskualifikasi atau perolehan hasil suaranya dinihilkan akibat terjadinya politik uang yang dilakukan secara terstukrur, sistematis dan masif (TSM) dari sebelum PSU.
Dikatakan Bambang, politik uang dilakukan oleh paslon 1 bekerja sama dengan oknum kepala desa dan RT serta preman. Kepala desa dan RT mendapatkan politik uang berupa gaji bulanan dan menjadi bagian utama strategi politik uang dan kecurangan pemenangan paslon 1. Paslon 1 melalui timnya juga melakukan ancaman bahkan penjemputan paksa kepada pemilih untuk hadir dan mencoblos paslon 1 di TPS.
Selain keterlibatan RT, sambung Bambang, Bawaslu Kalsel juga turut berkontribusi atas tumbuh suburnya tindakan politik uang. Menurutnya, dalam beberapa pernyataan di media Bawaslu Kalsel menyatakan secara terbuka bahwa paslon boleh menyebar zakat di wilayah PSU. Seharusnya sebagai lembaga yang bertugas menjaga keadilan dan kejujuran dalam PSU Kalsel, Bawaslu Kalsel segera menghimbau pembagian zakat oleh paslon harus dilakukan melalui lembaga berwenang, seperti Bazis. Akan tetapi, Bawaslu Kalsel baru mengeluarkan surat edaran yang berisi himbauan agar paslon menyalurkan zakat melalui bazis pada 6 Mei 2021.
Tidak hanya itu, ungkap Bambang, KPU Kalsel berpihak kepada paslon 1 dengan mengulur waktu pelantikan KPPS dan masih menggunakan KPPS yang lama. KPU juga menerbitkan surat edaran syarat memilih yang melanggar UU Pilkada dan menguntungkan paslon 1 yang telah melakukan mobilisasi pemilih untuk membuat KTP di hari-hari akhir menjelang 9 Juni 2021. Kemudian, DPT sengaja dikacaukan KPU demi menghalangi pemilih sah paslon 2 dan meloloskan pemilih tidak sah paslon 1 agar tetap dapat memilih.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.