JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU), pada Kamis (29/7/2021) siang secara daring. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 23/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh PT. Sarana Yeoman Sembada yang diwakili oleh Sanglong alias Samad selaku Direktur Utama. Pemohon menguji norma Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
Dalam sidang dengan agenda perbaikan hari ini, Husendro selaku kuasa hukum pemohon menyampaikan perbaikan permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang sebelumnya. Husendro mengatakan, pihaknya memperbaiki sistematika dan narasi serta perbaikan substansi. Pemohon menambah satu pasal baru, yakni Pasal 295 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
“Untuk substansi sendiri atas saran-saran yang diberikan kami menambah satu pasal terutama di bagian depan terkait pasal yang diuji, yaitu Pasal 295 ayat (1). Sebelumnya, kami menguji dua pasal, yaitu Pasal 235, Pasal 235 ayat 1 dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Begitu kami kaji dan berdasarkan saran-saran pada sidang sebelumnya, maka kami menambah satu pasal lagi agar materi yang kami mohonkan tidak bertabrakan,” ujar Husendro di hadapan Hakim Konstitusi Suhartoyo selaku Ketua Panel dengan didampingi Hakim Manahan MP Sitompul dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic.
Oleh karena itu, Husendro melanjutkan dengan ditambahkan pasal baru, maka Pemohon mengubah petitum. “Perbaikan-perbaikan lain tentu akan berpengaruh kepada petitum. Petitum juga kami ubah karena pasal yang diuji berubah sehingga kami minta Pasal 235, Pasal 235 ayat (1), dan Pasal 295 ayat (1) (UU Kepailitan dan PKPU) itu dimaknai bertentangan dengan konstitusi sepanjang dengan apa yang kami sampaikan dalam petitum,” papar Husendro.
Baca juga: Menyoal Ketiadaan Kasasi dalam Putusan Kepailitan
Sebelumnya, Pemohon dijatuhkan status PKPU pada putusan perkara yang keempat yang artinya ada 3 (tiga) perkara yang sebelumnya yang pihaknya, alat buktinya sama ditolak. Tetapi pada perkara keempat pihaknya sama, alat buktinya sama, tetapi dikabulkan. Dalam permohonannya, pemohon menguraikan dalam putusan MK Nomor 17/PUU-XVIII/2020, salah satu poin penting pertimbangan Majelis Hakim adalah menempatkan “mekanisme proposal perdamaian” sebagai sebuah mekanisme yang menjamin proses hukum acara berjalan adil dan cepat. Padahal dalam sudut pandang perkara Pemohon, justru permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dijadikan sebagai modus untuk mempailitkan sebuah badan usaha privat.
Menurut Pemohon Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon merasa hak hukumnya telah dirampas dan dirugikan, dikarenakan ketentuan bunyi pasal tersebut. Padahal upaya hukum Kasasi dan PK merupakan suatu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa agar Putusan Pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun MA yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan pemeriksaan kembali kepada MA sebagai Lembaga Peradilan Tertinggi Negara, yang dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan bila terjadi atas putusan Pengadilan di tingkat yang lebih rendah oleh Pengadilan yang lebih tinggi. Dimana kesalahan atau kekeliruan tersebut merupakan kodrat manusia, termasuk Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara, meskipun Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
Sehingga dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, untuk itu dapat diajukan upaya hukum Kasasi dan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.(*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : M. Halim
https://youtu.be/o19rwPdbB1o