JAKARTA, HUMAS MKRI – Yayasan Auriga Nusantara dan Perkumpulan Kaoem Telapak menyatakan menarik permohonan Nomor 22/PUU-XIX/2021 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Hal ini terungkap dalam persidangan yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (28/7/2021).
Persidangan dilaksanakan oleh panel hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Sidang kali kedua ini semula beragendakan perbaikan permohonan. Namun, para Pemohon melalui kuasa hukumnya menyatakan menarik permohonan.
Feri Amsari selaku kuasa hukum para Pemohon menyampaikan telah mengirimkan surat kepada MK bertanggal 1 Juli 2021 untuk menarik permohonan uji materi UU TPPU. Terhadap hal ini, panel hakim melakukan konfirmasi langsung kepada perwakilan Pemohon yakni, Mardi Minangsari dan Abu Meridian.
“Karena prinsipal dan kuasa hukum sudah dikonfirmasi sehingga tidak ada lagi yang dipertanyakan terhadap surat bertanggal 1 Juli 2021 dan menyatakan sudah resmi dikonfirmasi pada sidang hari ini. Nanti akan kami laporkan pada RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) dan keputusan selanjutnya akan diberitahukan Kepaniteraan pada para Pemohon,” kata Manahan dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK dan dihadiri para pihak secara virtual.
Baca juga:
Auriga dan Kaoem Telapak Uji UU Tindak Pidana Pencucian Uang
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK, Rabu (16/6/2021), para Pemohon mendalilkan Pasal 2 ayat (1) huruf z dan Penjelasan Pasal 74 UU TPPU bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Pasal 2 ayat (1) huruf z UU TPPU menyebutkan, “Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.”
Fadli Ramadhanil selaku kuasa hukum para Pemohon menyatakan Pasal 2 ayat (1) huruf z UU TTPU telah menimbulkan kerancuan tujuan dari pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan ketidakpastian hukum. Sebab, ketentuan ini memberikan batasan terhadap tindak pidana yang ancamannya pidananya 4 tahun atau lebih dengan dasar klasifikasi sebagai serious crimes. Sebagai ilustrasi, para Pemohon menjabarkan bahwa tindak pidana demikian terjadi pada tindak pidana Hak Cipta seperti kasus pembajakan film melalui pengunduhan ilegal dan DVD bajakan.
Selanjutnya sehubungan dengan ketentuan Penjelasan Pasal 74 UU para Pemohon juga menilai norma tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, pada Penjelasan UU tersebut menimbulkan pemaknaan yang berbeda dengan bunyi pasal pokoknya. Sehingga, norma tersebut dapat dikatakan bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945.
Untuk itu, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 2 ayat (1) huruf z UU TPPU bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “…tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih”. Berikutnya, para Pemohon juga meminta agar Mahkamah menyatakan Penjelasan Pasal 74 UU TPPU bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuaatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan”.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Yuliana.
https://youtu.be/T36HYAEn1iQ