JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian Pasal 288 ayat (1), ayat (2), ayat (3) serta Pasal 293 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sidang Perkara Nomor 21/PUU-XIX/2021 ini digelar pada Rabu (28/7/2021) siang secara daring. Adapun agenda pada hari ini yakni perbaikan permohonan.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Leonardo Siahaan selaku pemohon I menyampaikan perbaikan sesuai dengan nasihat hakim pada persidangan sebelumnya. Pemohon pun menambahkan sejumlah alat bukti baru terkait kasus pencabulan yang terjadi akibat berlakunya pasal-pasal yang diujikan.
“Dalam bukti P5 ini, korban berusia 19 tahun yang menurut Majelis Hakim pada saat pengambilan putusan tersebut, dikatakan umur 19 tahun dikategorikan belum dewasa. Padahal kami sudah mencantumkan UU Perlindungan Anak dimana usia yang belum dewasa itu anak 19 tahun. Itu artinya dalam Pasal 293 ayat (1) KUHP akan menimbulkan tafsir yang beda-beda termasuk oleh jaksa maupun Majelis Hakim tersebut. Tentu akan memberikan ketidakpastian hukum,” ujar Leonardo.
Baca juga: Aturan Laporan Pencabulan Hanya Boleh Diadukan oleh Korban Diuji
Pada sidang pendahuluan, dua Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) menguji Pasal 288 ayat (1), ayat (2), ayat (3) serta Pasal 293 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Leonardo Siahaan dan Fransicus Arian Sinaga menilai pasal-pasal tersebut multitafsir dan bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon I menilai ketentuan Pasal 293 ayat (2) dan Pasal 288 multitafsir dan tidak memberikan kepastian hukum yang jelas. Dia mengatakan hal ini meresahkan dan menimbulkan kekhawatiran para Pemohon yang memiliki adik kandung dan saudara perempuan, yang rentan menjadi korban percabulan di bawah umur dan sebagai korban kekerasan dalam perkawinan sehingga tidak ada implementasi kepastian perlindungan hukum.
Para Pemohon merasa tidak adanya kejelasan Pasal 288 KUHP mengenai batasan umur yang dimaksud oleh ketentuan a quo. Menurut para Pemohon, seharusnya Pasal 288 KUHP memberikan penjelasan yang jelas usia dari yang dimaksud “belum waktunya untuk dikawini. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan perdebatan seperti apa “belum waktunya untuk dikawini” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 KUHP.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah Pasal 293 KUHP dan 288 KUHP sepanjang frasa “belum dewasa” dan “belum waktunya untuk dikawini” tidak mempunyai kekuatan mengikat. Pemohon pun meminta kepada Majelis Hakim menyatakan Pasal 293 ayat (2) KUHP adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional).(*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : Andhini S.F.
https://youtu.be/r27yL29XvPs