JAKARTA, HUMAS MKRI Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi narasumber Pembukaan Kegiatan Praktikum Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mahaputra Muhammad Yamin (UMMY) Solok, Sumatera Barat, secara virtual pada Sabtu (24/7/2021). Saldi menyampaikan materi berjudul Praktikum Peradilan Mahkamah Konstitusi.
Di awal paparan, Saldi Isra menjelaskan perbedaan posisi Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Mahkamah Agung (MA) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Kadang-kadang orang sulit membedakan antara Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung. Kadang-kadang orang juga mencampurkan Hakim Konstitusi dengan Hakim Agung. Padahal itu dua tempat yang berbeda dalam sistem ketatanegaraan kita. Sekalipun dua-duanya berdasarkan hasil perubahan UUD 1945 adalah pemegang kekuasaan kehakiman, kata Saldi.
Dijelaskan Saldi, MA sudah ada sejak zaman kemerdekaan Republik Indonesia. Mulai dari kemerdekaan sampai perubahan konstitusi, Indonesia menganut kekuasaan kehakiman berkamar tunggal seperti di Amerika Serikat, tidak ada MK dan hanya ada MA.
Setelah perubahan UUD 1945, muncul pemegang kekuasaan baru yaitu MK. Pasal 24 UUD 1945 secara tegas menyebutkan kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dengan badan-badan peradilan di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
“Jadi, ada dua kamar pemegang kekuasaan kehakiman kita sekarang. Mahkamah Agung sebagai puncak peradilan karena di bawahnya ada pengadilan tingkat banding, ada pengadilan negeri dan ruang lingkup pengadilan lainnya. Mahkamah Agung memiliki kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Mahkamah Konstitusi tidak memiliki struktur seperti Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi tunggal, berada di ibukota negara. Maka dalam rumusan konstitusi disebutkan putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, karena tidak ada lagi ruang untuk mengajukan banding terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi, urai Saldi yang juga menyampaikan bahwa MA banyak menangani perkara konvensional yang menyangkut kepentingan pribadi.
Saldi melanjutkan, sesuai Pasal 24C UUD 1945, MK memiliki kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD baik formil maupun materiil. Sekarang kewenangan MK sudah diperluas, tidak hanya menguji undang-undang, perpu juga bisa diuji ke MK. Kewenangan ini berkelindan dengan kepentingan menjaga demokrasi dan konstitusi. Dinamika demokrasi terbangun karena adanya pengujian undang-undang.
Hasil penelitian saya bahwa pengujian undang-undang terhadap UUD pada akhirnya menimbulkan kehati-hatian para pembentuk undang-undang, ucap Saldi.
Selain itu, MK mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa antara lembaga negara dan kewenangan memutus pembubaran partai politik. Selanjutnya MK memiliki kewenangan menyelesaikan hasil pemilu, baik Pemilu Presiden maupun Pemilu Legislatif. Terakhir, MK mempunyai kewenangan memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Kelima kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut semuanya terkait dengan demokrasi dan konstitusi, tegas Saldi.
Di luar semua kewenangan tersebut, MK memiliki kewenangan memutus perselisihan pemilihan kepala daerah. Pada 2021, MK menggelar sidang perselisihan pemilihan kepala daerah dari 172 kabupaten/kota/provinsi di Indonesia.
Persidangan MK
Berbicara mengenai persidangan, yang dapat mengajukan sebagai Pemohon di persidangan MK adalah perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, serta lembaga negara. Mengenai pemberian kuasa untuk persidangan MK, kata Saldi, Pemohon dan atau Termohon dapat didampingi atau diwakili kuasa hukum, sedangkan badan hukum publik atau privat bisa didampingi kuasa atau menunjuk kuasa.
Kuasa hukum dalam persidangan MK tidak harus advokat. Esensinya agar memberi kemudahan pada access to justice untuk masyarakat yang memang tidak mampu untuk membayar advokat. Selain itu, di MK dikenal adanya pendamping yang mengerti Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, sepanjang bisa membantu kepentingan-kepentingan prinsipal dengan membuat surat keterangan kepada MK.
Kemudian mengenai sistematika permohonan, ungkap Saldi. terdiri atas identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum, posita, petitum. Permohonan untuk berperkara ke MK dapat dilakukan secara offline maupun secara online.
Sedangkan tahap persidangan di MK dimulai dari sidang pemeriksaan pendahuluan atau sidang panel yang terdiri dari tiga hakim yakni hakim ketua merangkap anggota serta dua hakim lainnya sebagai anggota. Kewajiban panel hakim adalah memberikan nasihat kepada Pemohon. Setelah itu, ada sidang perbaikan permohonan. Apabila persidangan berlanjut, maka diteruskan ke sidang pleno berupa pembuktian para saksi, ahli, sampai akhirnya ke sidang pengucapan putusan.
Alasan Pembentukan MK
Apa pentingnya membentuk MK? Dalam risalah perubahan UUD 1945 pada substansi kekuasaan kehakiman, salah satu topik yang hangat dibahas ketika itu adalah bertumpuknya perkara di MA. Ada kekhawatiran banyak orang terhadap menumpuknya perkara di MA. Proses perubahan konstitusi terjadi di tengah kekhawatiran itu.
Dijelaskan Saldi, ketika ada keinginan untuk memberikan kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD yang diberikan kepada pemegang kekuasaan kehakiman, muncul pertanyaan, apakah kewenangan itu akan diberikan kepada MA? Akhirnya para pengubah konstitusi sepakat untuk membuat kamar lain, pemegang kekuasaan kehakiman di luar MA. Setelah dilakukan survei ke beberapa tempat, pilihannya jatuh untuk membentuk MK. Alasannya, ada MK Perancis, MK Korea Selatan, MK Jerman yang terpisah dari MA. Akhirnya disepakati dibentuklah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada 13 Agustus 2003.
Dengan demikian, kata Saldi, ada dua pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia yaitu MA dan MK. Bagaimana dengan Komisi Yudisial (KY)? KY adalah lembaga yang dibuat dalam perubahan konstitusi yang tugasnya untuk mendukung kerja hakim di MA. Terkait hal-hal yang disampaikannya ini, Saldi menyarankan kepada para mahasiswa yang ingin mendalami hukum, agar membaca risalah perubahan UUD 1945 terutama perdebatan-perdebatan dan rumusan saat perubahan UUD 1945 pada 1999-2002. Termasuk juga membaca rumusan UUD 1945 dari para pendiri negara pada awal kemerdekaan RI.
Rekrutmen Hakim Konstitusi dan Hakim Agung
Rekrutmen Hakim Konstitusi, ungkap Saldi, diisi oleh tiga institusi yaitu DPR, Presiden, MA dengan komposisi masing-masing tiga orang, sehingga seluruhnya terdapat sembilan Hakim Konstitusi. Sedangkan Hakim Agung diseleksi oleh KY. Hasil seleksi terhadap calon Hakim Agung disampaikan ke Komisi III DPR untuk dilakukan fit and proper test.
Di luar materi mengenai keberadaan MK dan MA, Saldi menuturkan pengalaman saat berkunjung ke Fakultas Hukum (FH) University of Perth di Australia pada 2019. Dekan FH University of Perth mengatakan bahwa ada dua kampus bagi para mahasiswa. Bagi mahasiswa yang baru setahun kuliah, menempuh studi di kompleks kampus pada umumnya. Kemudian mahasiswa yang sudah 2-3 tahun kuliah, punya kampus yang didekatkan pada lingkungan peradilan, kejaksaan, asosiasi-asosiasi pengacara. Agar mereka tahu bagaimana penegakan hukum itu sendiri, tandas Saldi.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
https://youtu.be/SHj-VVRxOHo