JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi keynote speaker dalam kuliah umum “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Pancasila secara virtual melalui aplikasi zoom, pada Senin (19/7/2021) pagi. Kegiatan ini merupakan rangkaian program Merdeka Belajar: Kampus Merdeka (MBKM) dan Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM).
Saldi memaparkan perkembangan hukum secara global. Kemudian menjelaskan mengenai judicial review yang muncul dari praktek ketatanegaraan Amerika Serikat.
“Jadi, adanya wewenang MK seperti di kita, atau di AS itu MA, untuk menguji UU terhadap UUD itu muncul awalnya dari praktek di AS,” terang Saldi di hadapan Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila Eddy Pratomo, Peneliti Senior MK Pan Mohamad Faiz serta para peserta.
Dikatakan Saldi, dalam kasus Marbury vs Madison, apabila membaca konstitusi AS, tidak ditemukan satu klausul pun yang memberikan otoritas eksplisit kepada MA untuk menilai apakah suatu undang-undang bertentangan dengan UUD atau tidak. Menurut Saldi, praktek judicial review di AS muncul karena paradigma judicial activism.
“Jadi, hakim berfikir bahwa harus ada sesuatu yang dilakukan di luar konteks teks yang disiapkan konstitusi karena ada kewajiban untuk melaksanakan dan bertanggung jawab pada sumpah jabatan seorang hakim agung di AS,” jelasnya.
Sementara di Indonesia, sambung Saldi, dari awal perdebatan sejak UU disusun dan ketika merumuskan tentang kekuasaan kehakiman mulai adanya pemikiran supaya MA atau Balai Agung diberi kewenangan untuk menilai dan menguji keabsahan atau validitas undang-undang terhadap konstitusi.
“Karena Yamin misalnya termasuk Hatta ketika itu orang yang berpandangan bahwa salah satu konsep dianutnya prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka itu adalah ruang dari kekuasaan kehakiman untuk mengoreksi semua peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang,” terang Saldi.
Saldi menjelaskan, Pasal 24 UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. MK merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) MK berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Pada kesempatan yang sama, Saldi pun menjelaskan alur hakim konstitusi dalam bekerja. Ketika permohonan telah diregistrasi, dikirim oleh panitera ke Ketua MK. Kemudian Ketua MK memutuskan perkara akan ditangani oleh hakim panel.
“Jadi, ketua MK akan menunjuk tiga orang hakim sebagai hakim panel untuk memeriksa awal permohonan,” urai Saldi.
Pertimbangan Ketua MK dalam memilih hakim panel berdasarkan distribusi jumlah perkara di masing-masing hakim. “Jadi, nanti Ketua MK akan melihat hakim A sudah berapa pegang perkara, hakim B berapa. Apabila jumlahnya masih ada yang kurang akan diberikan kepada hakim tersebut,” jelasnya.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
https://youtu.be/NBYDzGU43qk