JAKARTA, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi pemateri utama dalam kegiatan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan XI yang bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang dan DPN Peradi pada Sabtu (26/6/2021). Pada kegiatan ini hadir pula Rektor Universitas Widyagama Malang Agus Tugas, Ketua DPC Peradi Malang Dian Amimuddin, serta sejumlah pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang secara virtual.
Pada awal materi, Anwar membahas mengenai perubahan drastis dari amendemen UUD 1945 yang mencakup hampir 92% dari norma yang ada di dalamnya mengalami perubahan. Sebagai garis besar, Anwar menyebutkan perubahan terdapat pada jumlah bab dari 16 bab menjadi 21 bab dan perubahan pada pasal yang sebelum amendemen hanya 37 kemudian menjadi 73 pasal. Wujud konkret dari perubahan ini pun terdapat pada Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. Maka, sambung Anwar, MK adalah lembaga yang di dalam amendemen tersebut dinyatakan sebagai kekuasaan kehakiman yang memiliki kewenangan untuk memutus pada tingkat pertama dan akhir serta putusannya bersifat final. Hal ini di antaranya meliputi kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara; memutus sengketa hasil pemilihan umum; dan membubarkan partai politik yang terbukti bertentangan dengan ideologi bangsa.
“Jika ditelusuri isi UUD 1945 menyangkut sisi kehidupan bernegara, maka MK hadir di sana untuk mengawal semuanya. Di mana MK bertugas melihat jika terdapat sebuah undang-undang yang dilahirkan atau dibuat lembaga legislatif, apabila ada satu orang saja yang merasa ada muatan pasal, ayat, atau frasa di dalam suatu norma tersebut melanggar hak konstitusional, maka bisa dijadikan objek permohonan ke MK,” jelas Anwar.
Melalui ruang diskusi virtual ini, Anwar mengingatkan kembali para advokat bahwa sebagai lembaga peradilan sesungguhnya MK tidak mungkin melahirkan putusan-putusan yang memuaskan semua pihak. Untuk itu, MK melihat pentingnya keberadaan advokat dalam membumikan pemahaman hukum atas putusan yang dihasilkan pada tiap perkara yang diajukan para pencari keadilan. Ia menilai tonggak dari penegakan hukum dan keadilan bukan saja menjadi tugas aparat kepolisian dan hakim yang ada di lembaga peradilan, baik peradilan agama, peradilan niaga, peradilan tata usaha negara, dan lainnya.
“Advokat juga berperan dalam penegakan hukum dan keadilan. Jadi tugas rekan-rekan advokat bukan hanya memenangkan sebuah perkara, tetapi tujuan utama keberadaannya adalah membantu penegakan hukum karena advokat adalah aparat penegak hukum dan sama kedudukannya dengan seorang jaksa, bahkan advokat dapat berperan lebih luas. Jika hakim kewenangannya terbatas, baik perkara atau wilayah hukum namun tidak demikian dengan advokat. Wilayah cakupan hukumnya bisa dari Sabang sampai Merauke. Perkara yang diselesaikan pun dapat beragam, mulai dari perkara pidana, perdata, dan bahkan perkara konstitusionalitas dengan menjadi kuasa hukum bagi Pemohon dalam mengajukan permohonan ke MK,” jelas Anwar.
Berikutnya, Anwar juga menjelaskan beberapa pokok bahasan mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan ketika ingin mengajukan permohonan ke MK. Salah satunya mulai dari kesiapan permohonan yang diikuti dengan sistematika permohonan yang telah ditentukan dalam Peraturan MK. Berikutnya, Anwar juga menerangkan prosedur atau tahapan persidangan yang akan dijalani para pihak hingga berujung pada sidang putusan dari perkara yang dimohonkan Pemohon ke MK. Usai memberikan materi, Anwar membuka forum diskusi bagi para advokat yang ingin memperdalam pokok bahasan mengenai “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P
https://youtu.be/1C_gTTKNmGs