JAKARTA(SINDO)â Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki keterlibatan 10 anggota Komisi IV DPR yang menjadi tim peninjau pengalihan kawasan hutan lindung di Bintan.
Penyelidikan ini terkait dugaan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi IV DPR Al Amin Nur Nasution dan Sekretaris Daerah (Sekda) Bintan Azirwan.Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. âSudah naik ke penyelidikan,â ujar Direktur Gratifikasi KPK Lambok Hutauruk soal 10 anggota DPR di Gedung KPK Jakarta kemarin.
Penyelidikan berawal dari laporan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR ke KPK.Laporan itu menyatakan bahwa anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS Jalaluddin Asy Syatibi pernah menerima uang sebesar Rp30 juta dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan.Uang itu kemudian sudah diserahkan FPKS ke KPK Januari lalu. Lambok membenarkan bahwa anggota DPR yang menerima dana dari Pemkab Bintan berjumlah sepuluh orang, termasuk Jalaluddin. Namun Lambok tidak menyebut nama pemberi dana.
âYang "disiram" (dana) ada sepuluh. Yang lapor satu.Yang satu ini bebas,yang sembilan ini belum,âjelas Lambok. Dugaan keterlibatan anggota tim lainnya didapat dari klarifikasi terhadap pelapor. âKita list nama-namanya. Yang sembilan ini nanti kita lihat,âujarnya. Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah secara tidak langsung mengakui bahwa KPK mulai menyelidiki keterlibatan rekan-rekan Amin di komisi IV.
âSedang kita dalami,â kata Chandra. Ketua KPK Antasari Azhar sependapat bahwa semua pihak yang patut diduga terlibat dalam kasus ini harus dimintai pertanggungjawaban. âKalau memang dari fakta danalatbuktimenunjuksiapa yang bertanggung jawab, tetap kita mintai pertanggungjawaban,â tegas Antasari.
PPP Pertanyakan KPK
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kemarin mendatangi KPK untuk mempertanyakan kasus yang melibatkan anggotanya. Klarifiasi langsung dipimpin Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Saifuddin beserta Ketua Tim Advokasi PPP Maiyasyak Johan.
Mereka langsung mendapat penjelasan dari Ketua KPK Antasari Azhar, Wakil Ketua Bidang Penindakan Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, dan Deputi Penindakan Ade Rahardja. Klarifikasi dilakukan karena Fraksi PPP menilai masih banyak informasi yang simpang siur mengenai penangkapan dan penahanan Amin. Hal yang diklarifikasi ke KPK ada dua,mengenai tempat berlangsungnya penangkapan Amin dan perempuan yang turut ditangkap.
Dari hasil klarifikasi, penangkapan Amin ternyata berlangsung di lantai dasar Hotel Ritz Carlton. Sebelumnya,KPK menyatakan bahwa penangkapan berlangsung di salah satu ruangan hotel. Adapun perempuan yang banyak disebut pekerja seks komersial itu ternyata teman Amin. âKalau memang betulbetul dapat dibuktikan bahwa saudara Amin terbukti bersalah secara hukum,kami ikhlas sepenuhnya,â kata Lukman.
Sebaliknya, lanjut Lukman, kalau ternyata tidak cukup alat bukti atau dasardasar hukum yang melandasi penangkapan dan penahanan Amin,maka,atas nama hukum juga,yang bersangkutan harus dibebaskan. Lukman membantah kedatangan mereka untuk mengintervensi KPK.Prinsip dasar yang dipegang adalah penegakan hukum. Dalam kesempatan itu, Fraksi PPP juga meminta KPK melakukan reka ulang perkara ini.
Maiyasyak menambahkan, uang Rp71 juta yang didapat saat penangkapan Amin belum bisa dipastikan sebagai barang bukti. Menanggapi desakan menggelar reka ulang,Antasari berpendapat bahwa rekonstruksi pemberian uang dilakukan jika memang diperlukan. KPK juga tidak merasa tertekan dan diintervensi oleh Fraksi PPP.
Pimpinan Pansus
Badan Kehormatan (BK) DPR mengaku mendapat informasi banyaknya gratifikasi terhadap anggota DPR. Gratifikasi tersebut tidak hanya dilakukan pihak luar. Sejumlah pimpinan panitia khusus (pansus) DPR juga diduga memberikan gratifikasi terhadap anggotanya.
âBerdasarkan informasi, ternyata ada pemberi yang juga anggota DPR dan pemimpin salah satu pansus,â kata Wakil Ketua BK Gayus Lumbuun seusai rapat internal di Gedung DPR kemarin. Namun,dia tidak mau menyebutkan pimpinan pansus yang diduga memberikan gratifikasi karena terbentur tata tertib DPR.
Menurut Gayus, dalam kasus dugaan gratifikasi yang diberikan anggota DPR, BK bisa menindaklanjuti. Adapun bila anggota DPR hanya sebagai penerima dana gratifikasi dari pihak luar seperti yang terjadi pada anggota Komisi IV Djalaludin Asy Syatibi, BK menunggu proses hukum. (rijan irnando purba/ ahmad baidowi)
Sumber www.seputar-indonesia.com
Foto www.google.co.id