JAKARTA, HUMAS MKRI – Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang Perkara Nomor 26/PUU-XIX/2021 digelar pada Senin (21/6/2021) secara daring. Permohonan ini diajukan oleh eks Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina, Muhammad Helmi Kamal Lubis yang merupakan terpidana dalam kasus korupsi dana pensiun PT Pertamina.
Pemohon mendalilkan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) UU BPK tidak jelas dan tidak tegas sehingga dapat ditafsirkan secara berbeda oleh badan negara—dalam kasus Pemohon adalah BPK. Hal ini berakibat hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon dirugikan terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
“Hal ini tentu tidak mencerminkan prinsip negara hukum dimana sebagai negara yang berdasarkan hukum, seharusnya dapat memberikan keteraturan serta kepastian hukum bagi setiap warga negara, mengingat dalam penerapannya untuk Anak Perusahaan BUMN atau Badan lain yang mengelola Dana Pensiun dari Karyawan BUMN, meskipun tidak ada Penyertaan Modal dari Pemerintah, tidak mendapat tugas dan fasilitas dari pemerintah justru dianggap dan diperlakukan sama dengan Badan Usaha Milik Negara,” ujar Virza Roy Hizzal Lubis selaku kuasa hukum Pemohon.
Lebih lanjut Virza menjelaskan, Pemohon dirugikan hak konstitusionalnya untuk memperoleh perlindungan, kepastian hukum, dan perlakuan yang sama di hadapan hukum serta merasa dirugikan hak konstitusionalnya sebagai akibat dari tindakan BPK yang melakukan pemeriksaan, meskipun bukan merupakan tugas dan wewenangnya. Menurut Pemohon, pada saat dilakukan pemeriksaan Pemohon bukan merupakan pejabat negara, bukan pegawai BUMN dan bukan mengelola keuangan negara.
Virza menambahkan BPK atas permintaan dari penyidik, akan melakukan audit investigatif terhadap anak perusahaan BUMN dan badan lain yang mengelola uang dari karyawan BUMN. Kemudian hasil dari audit BPK menjadi legitimasi bagi penyidik bahwa dalam kegiatan tersebut terdapat kerugian negara karena telah dilakukan perhitungan oleh BPK.
“Pemeriksaan BPK terhadap Anak Perusahaan BUMN dan atau Badan lain yang mengelola Uang dari Karyawan BUMN seperti Dapen Pertamina dan menyatakan ada kerugian negara dalam kegiatan tersebut telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 yang dengan tegas menyatakan ‘Setiap Orang berhak atas pengakuan, Jaminan, Perlindungan, dan Kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum’,”ujar Virza.
Selain itu, Virza melanjutkan pemeriksaan yang dilakukan BPK juga bertentangan dengan Prinsip Perumusan Tindak Pidana yang harus memenuhi prinsip hukum tertulis (Lex Scripta), harus ditafsirkan seperti dibaca (Lex Stricta) dan tidak Multitafsir (Lex Certa).
Berdasar argumentasi tersebut, Pemohon meminta MK menyatakan bahwa Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) UU BPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai adanya penyertaan modal pemerintah pusat/daerah secara langsung terhadap BUMN/BUMD, mendapat penugasan secara langsung dari pemerintah untuk mengelola sumber daya alam atau melaksanakan pelayanan umum atau mendapatkan fasilitas dari pemerintah untuk mengelola keuangan negara.
Saran Perbaikan Permohonan
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memberikan saran untuk perbaikan permohonan. Enny menyarankan pemohon untuk memperbaiki sistematika penulisan pada permohonannya. Selain itu, Enny juga meminta Pemohon untuk menguraikan kerugian konstitusional yang dirugikan baik potensial maupun faktual. Terkait dengan pokok permohonan, lebih memperkuat argumentasi pertentangan norma dengan pasal yang diujikan. “Carilah doktrin yang memperkuat argumentasi saudara di situ,” ujar Enny.
Sementara Hakim Konstitusi Saldi Isra menyarankan pemohon untuk melihat putusan MK sebelumnya terkait dengan kewenangan BPK. “Tolong dipelajari lagi putusan-putusan MK yang lain, banyak sekali putusan MK terkait bagaimana memposisikan pengelolaan keuangan negara yang berada di badan-badan usaha milik tersebut,” jelas Saldi.
Kemudian Ketua Panel Wahiduddin Adams meminta pemohon untuk menguraikan kerugian yang dialami pemohon. “Elaborasi kerugian konstitusional yang dialami pemohon,” ujar Wahiduddin.
Pada akhir persidangan, Wahiduddin Adams menyampaikan bahwa Pemohon diberikan waktu untuk memperbaiki permohonan hingga Senin, 4 Juli 2021. (*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : Lambang S
https://youtu.be/NcfzbLVirX8