BIMA, HUMAS MKRI – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memberikan kuliah umum bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Bima (STIH Muhammadiyah) di Auditorium Thayeb STIH Muhammadiyah Bima, Sabtu (19/6/2021). Dalam pembahasan materi berjudul “Negara Hukum Sebagai Instrumen NKRI Berkeadilan, Bersatu dan Maju” ini, Anwar membahas bagaimana konstitusi atau UUD 1945 menempatkan hak jaminan pendidikan sebelum dan sedudah dilakukannya perubahan UUD 1945. Dijabarkan oleh Anwar jika jaminan hak konstitusional atas hak pendidikan yang wajib diselenggarakan oleh negara masih sangat minim pengaturannya. Padahal mencerdaskan kehidupan bangsa, hanya dapat dilakukan melalui upaya pembangunan sistem pendidikan bagi anak-anak bangsa tanpa terkecuali.
Namun kemudian, sambung Anwar, setelah perubahan UUD 1945 dilakukan maka pengaturan tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan dapat ditemukan pada banyak pasal, di antaranya Pasal 22D ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28E ayat (1), serta Pasal 31 ayat (1, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5). Selain itu, setelah perubahan UUD 1945 warga negara menjadi wajib untuk mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah menjadi memiliki kewajiban untuk membiayai Pendidikan secara baik. Di samping itu, setelah dilakukannya perubahan UUD 1945, pendidikan pun menjadi bersifat imperatif, baik terhadap warga negara maupun kepada pemerintah selaku penyelenggara pendidikan. Sehingga standar minimal yang telah ditetapkan salah satunya dengan menetapkan persentase anggaran wajib Pendidikan sebesar 20% dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Persoalan Pendidikan
Berikutnya Anwar membahas mengenai pelaksanaan dari norma tentang jaminan Pendidikan yang dilaksanakan para pemangku kepentingan tersebut. Dikatakan Anwar bahwa meskipun secara normatif perubahan UUD 1945 pada masa 2002 telah menetapkan alokasi anggaran pendidikan 20%, tetapi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khusunya Penjelasan Pasal 49 membuka ruang reservasi. Artinya, pemenuhan pendanaan pendidikan tersebut dilakukan secara bertahap. Sehingga hal demikian oleh MK dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dalam Putusan Perkara Nomor 011/PUU-III/2005.
MK dalam pertimbangan hhukum menyatakan UUD 1945 telah menetapkan anggaran pendidikan minimal 20% dalam APBN dan APBD sehingga tidak boleh direduksi oleh peraturan perundang-undangan di bawahnya. Usai Putusan MK tersebut dikeluarkan, Pemerintah akhirnya menganggarkan anggaran pendidikan 20% sebagaimana telah ditetapkan secara jelas dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945.
Bicara persoalan pendidikan, Anwar menyebutkan jika hal tersebut tak hanya menyangkut anggaran semata. Akan tetapi berkaitan dengan persoalan koordinasi antarlembaga negara untuk mendukung suksesnya pengelolaan pendidikan. Sebab, masalah pendidikan tidak hanya domain kementrian pendidikan dan pemerintah pusat semata, melainkan juga menjadi domain beberapa kementrian lain. Untuk itu, Anwar mengajak para pihak untuk salaing bersinergi dan bekerja berkesinambungan.
Selain itu, Anwar juga mengingatkan semua pihak bahwa ketika ingin melakukan pembangunan sistem pendidikan, maka tidak pula hanya mengutamakan peningkatan kecerdasan dan intelektualias anak bangsa semata, tetapi juga meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia sebagai ciri khas bangsa sebagaimana amanat Pasal 31 ayat (3) UUD 1945. Bagi Anwar, kedua persoalan pokok ini dapat dikatakan belum mencapai format idealnya. Sehingga menjadi tantangan bagi semua pihak di negara ini, untuk terus berbenah dan memperbaiki kekurangan yang ada.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P