JAKARTA, HUMAS MKRI – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi pembicara kunci dalam Webinar Hukum Nasional 2021 yang bertajuk “Profesi Hukum: Profit atau Penegakan Keadilan”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh BEM Fakultas Hukum Universitas Galuh Ciamis pada Sabtu (19/6/2021) pagi.
“Para sarjana hukum saat ini memainkan peranan penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bahkan kehidupan kebangsaan kita hari ini. Karena sejak dilakukan perubahan UUD 1945, prinsip negara hukum dikukuhkan dalam perubahan UUD 1945 dan tercantum secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat 3 yang menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum sebelum dilakukannya perubahan UUD 1945, hanya ditempatkan dalam bagian penjelasan, sehingga konsep negara hukum dulu dianggap sekadar jargon tanpa keinginan yang kuat dan sungguh-sungguh,” ungkap Anwar di awal webinar.
Oleh karena itu, kata Anwar, profesi hukum saat ini menjadi profesi yang sangat penting bahkan bergengsi. Namun berbicara tentang profesi hukum, hal tersebut sangat berkaitan erat dengan pendidikan tinggi hukum. Karena pendidikan tinggi hukum adalah rahim bagi para sarjana hukum untuk melaksanakan tugas profesi hukumnya. Karena itu dalam kesempatan ini, Anwar juga menjelaskan tanggung jawab dan peran penting pendidikan tinggi hukum, agar kelak lahir para profesional hukum yang berintegritas dalam melaksanakan tugas profesinya.
Dalam beberapa kesempatan seminar atau diskusi, Anwar berulangkali menyampaikan bahwa peran dan kontribusi perguruan tinggi hukum memainkan peran sangat penting dan signifikan dalam proses penegakan hukum di tanah air. Tidak perlu mengambil contoh yang jauh, semua yang hadir dalam acara webinar ini, rektor, dekan serta segenap jajarannya, para dosen, seluruh narasumber serta para peserta seminar Nasional adalah produk dari pendidikan tinggi. Artinya, tidak ada satupun dari kita, tanpa kecuali yang bukan merupakan produk dari perguruan tinggi. Dalam konteks ini, terkait dengan pendidikan tinggi hukum.
Tiga Persoalan Sistem Hukum
Dikatakan Anwar, pendidikan tinggi hukum, tidak an sich berelasi hanya kepada penegakan hukum dalam pengertian praktis semata. Pendidikan tinggi hukum juga menyentuh kepada tiga persoalan utama dalam sistem hukum yaitu aspek substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Penegakan hukum secara substantif dapat diwujudkan jika ketiga elemen utama dalam sistem hukum tersebut dapat dipenuhi. Dalam konteks legal substance (substansi hukum), pendidikan tinggi hukum dapat mendorong lahirnya naskah-naskah akademik yang menjadi panduan normatif bagi aparatur penegak hukum dalam melakukan legal enforcement (penegakan hukum).
Namun pada saat yang bersamaan, sambung Anwar, pendidikan tinggi hukum juga menjadi kawah candradimuka bagi lahirnya aparatur-aparatur penegak hukum yang andal, sebagai front liner penegakan hukum di tengah masyarakat. Begitu pula halnya tentang pembangunan budaya hukum (legal culture), peran pendidikan tinggi hukumlah yang menjadi bidan bagi lahirnya insan-insan dan tunas-tunas hukum di masyarakat yang patuh dan taat terhadap hukum. Dengan demikian, tanggung jawab sesungguhnya penegakan hukum dalam pengertian substantif dan pemenuhan elemen di dalam sistem hukum, sesungguhnya berada di pundak pendidikan tinggi hukum.
Anwar melanjutkan, banyak kalangan menilai tanggung jawab utama penegakan hukum berada di pundak aparatur penegak hukum dalam pengertian state official seperti polisi, jaksa, dan hakim maupun advokat, bahkan ada pula yang mengatakan tanggung jawab utama berada di pundak hakim karena dialah yang memutuskan perkara, sehingga dua dari tiga orang hakim akan masuk neraka untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, jika ia melakukan perbuatan tercela. Secara praktis, lanjutnya, pandangan ini dapat dimaklumi. Ia melanjutkan ada hal yang tidak boleh dilupakan, bahwa aparatur penegak hukum adalah produk dari pendidikan tinggi yang telah menanamkan nilai-nilai pada dirinya ketika sedang menempuh pendidikan hukum dahulu.
“Bagi saya, tanggung jawab luhur tetap berada di perguruan tinggi karena nilai-nilai yang ditanamkan dan diajarkan pada saat pendidikan dahulu lebih bersifat abadi dibandingkan jabatan aparatur penegak hukum yang bersifat sementara. Oleh karena itu, peran dunia pendidikan tinggi hukum dalam terwujudnya penegakan hukum memegang peranan penting dan utama,” jelas Anwar.
Menurut Anwar, persoalan menegakkan hukum dan keadilan merupakan persoalan penting dalam bernegara yang tidak dapat diabaikan. Sejarah telah mencatat dan memberikan pelajaran berharga kepada kita bahwa kesadaran untuk memperlakukan manusia secara adil melalui hukum adalah hal yang mutlak untuk dilaksanakan. Sejarah penegakan hukum dan keadilan dapat dikatakan sama tuanya dengan sejarah peradaban umat manusia.
Tugas Hakim
Lebih lanjut Anwar menyampaikan, tugas seorang hakim pada hakikatnya adalah melayani masyarakat untuk mendapatkan keadilan, dan keadilan itu harus diberikan kepada siapa saja yang berhak untuk mendapatkannya tanpa terkecuali. Keadilan tidak mengenal kelas, kelompok, strata, atau apapun, karena di mata hukum kedudukan setiap masyarakat adalah sama. Namun jika hukum atau aparatur penegak hukum sudah memandang masyarakat tidak sama atau tidak sederajat, maka keadilan sulit untuk diwujudkan.
“Sejarah telah memberikan berbagai pelajaran bagi kita bahwa tegak dan runtuhnya suatu negara, justru sangat bergantung kepada penegakkan hukum yang adil kepada masyarakat. Jika hukum dan keadilan tidak dapat ditegakkan, maka akan menyebabkan anarkisme, dan anarkisme akan menimbulkan perpecahan dan kerusakan tatanan sosial di masyarakat (public disorder) dan bisa berujung kepada disintegrasi bangsa. Oleh karena itulah, kepedulian terhadap penegakan hukum dan keadilan menjadi salah satu kunci bagi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara,” terang Anwar.
Dijelaskan Anwar, lahirnya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sejak 2003, sebagai akibat dari perubahan UUD 1945 yang dilakukan pada 1999 – 2002 karena dorongan reformasi yang dilakukan oleh rakyat bersama mahasiswa, merupakan suatu bentuk sikap evaluasi terhadap kondisi penegakan hukum, demokrasi dan kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Masyarakat secara sadar memahami bahwa, tanpa penegakan hukum dan kehidupan demokrasi yang baik, akan melahirkan tirani kekuasaan yang membelenggu hak-hak masyarakat. Sebagaimana adagium yang menyatakan, “Demokrasi tanpa hukum akan melahirkan anarki dan hukum tanpa demokrasi akan menciptakan tirani”.
“Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ingin berpesan kepada para peserta webinar sekalian, khususnya bagi para calon sarjana hukum yang akan menjalani profesi hukum kelak. Bahwa profesi hukum yang nantinya akan dijalani, tidak semata-mata hanya sebagai profesi yang menghasilkan profit, melainkan di dalamnya juga terdapat tanggung jawab sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Tanggung jawab untuk menegakkan hukum dan keadilan, adalah tanggung jawab kita bersama seluruh warga bangsa, agar cita-cita konstitusi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dapat terlaksana dan bukan sekadar utopia belaka,” tandas Anwar. (*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari P
https://youtu.be/-3eX-uK1Hb4