JAKARTA, HUMAS MKRI - Partisipasi publik dalam pembahasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) telah terakomodir dengan baik dan sejalan dengan asas keterbukaan pembentukan undang-undang. Hal ini telah sesuai pula dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahhun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Sehingga, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis melalui rapat dengar pendapat, kunjungan kerja, dan/atau diskusi.
Demikian keterangan yang disampaikan I Gde Pantja Astawa selaku Ahli yang dihadirkan Pemerintah dalam sidang kesembilan perkara pengujian UU Minerba pada Kamis (17/6/2021). Dalam kesempatan ini, Mahkamah menggelar sidang untuk tiga perkara sekaligus, yakni Perkara Nomor 59/PUU-XVIII/2020, Nomor 60/PUU-XVIII/2020, dan Nomor 64/PUU-XVIII/2020. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan Saksi dan Ahli.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman ini, Astawa menjelaskan, apabila berpedoman pada prinsip pemerintahan demokrasi, terdapat beberapa bentuk partisipasi masyarakat dalam pembentukan suatu norma, di antaranya pemerintah dan DPR dapat mengikutsertakan masyarakat yang dianggap ahli dalam pengkajian norma yang sedang dirumuskan. Selain itu, Pemerintah dan DPR juga dapat melakukan diskusi publik dalam bentuk lokakarya dan melakukan uji sahih norma yang sedang dirumuskan pada pihak tertentu untuk mendapatkan tanggapan serta dapat pula mempublikasikan rancangan aturan yang sedang dirumuskan tersebut dengan memanfaatkan media dan teknologi komunikasi seperti portal resmi Pemerintah dan DPR.
“Sepanjang 2018 hingga 2020, Pemerintah telah melibatkan unsur publik yang terdiri dari perguruan tinggi, mahasiswa, wahana lingkungan hidup, dan berbagai pihak lainnya. Dan bahkan sebelum undang-undang ini diundangkan, Pemerintah telah mengadakan roadshow pada 7 kota besar untuk mendapatkan berbagai solusi yang diberikan berbagai pihak dalam rapat-rapat publik yang diselenggarakan,” terang I Gde Pantja Astawa yang merupakan Guru Besar Bidang Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.
Rapat Terbuka
Pemerintah juga menghadirkan Bambang Gatot Ariyono sebagai Saksi yang memberikan keterangan terkait proses pembentukan UU Minerba. Bambang Gatot Ariyono yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Masa Bakti 2015–2020 dalam keterangannya menyatakan, tujuan dan urgensi pembentukan UU Minerba terbaru ini adalah untuk kemakmuran rakyat dan memenuhi amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Saat masih menjabat, Bambang mendapati dan mencermati proses pembentukan UU Minerba, mulai dari perencanaan sampai pada pengundangannya telah memenuhi ketentuan hukum.
“Faktanya rapat-rapat dilakukan dengan terbuka dan tersedia pula pada media resmi DPR. Sebagai pejabat publik, maka saya dapat gaji dari pajak sehingga secara hukum dan moral kami menjaga amanat rakyat,” kata Bambang dalam kesaksian yang disampaikan pada Sidang Pleno MK yang dihadirinya secara virtual.
Baca juga:
MK Gelar Tiga Perkara Pengujian UU Pertambangan Mineral dan Batubara
Tiga Perkara UU Minerba Perbaiki Permohonan
UU Pertambangan Mineral dan Batubara Digugat
Pemohon Uji UU Minerba Perbaiki Permohonan
Sidang Uji UU Minerba: DPR dan DPD Berhalangan, Pemerintah Minta Penundaan
Pemerintah: Perubahan UU Minerba Dilakukan Guna Memperbaiki Kontribusi Sektor Pertambangan
Ahli: UU Minerba Cacat Formil
Ahli: Pemeriksaan Pengujian Formil dan Materiil Harus Dipisah
Saksi: RUU Minerba Telah Masuk Prolegnas Prioritas 2019
Untuk diketahui, permohonan Perkara Nomor 59/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh Kurniawan, perorangan warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai peneliti di Organisasi Sinergi Kawal BUMN yang fokus mengawasi dan menyikapi serta memberikan masukan kepada BUMN yang bergerak di bidang Minerba. Menurut Pemohon, substansi materi UU Minerba berisi tentang ketentuan-ketentuan norma yang mengatur hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam. Hal ini berarti keikutsertaan DPD RI dalam membahas Rancangan Undang-Undang Minerba adalah suatu amanat konstitusi yang tidak bisa diabaikan karena menyangkut hadirnya kedaulatan rakyat yang telah diberikan kepada DPD RI melalui Pemilu untuk mewakili kepentingan daerah atas pembentukan UU Minerba. Pemohon selaku Pemilih dalam Pemilu serta sebagai peneliti yang fokus di bidang pertambangan telah mengalami kerugian konstitusional oleh karena tidak dilibatkannya DPD RI dalam proses pembentukan UU tersebut.
Kemudian perkara Nomor 60/PUU-XVIII/2020 dimohonkan oleh Alirman Sori dan tujuh Pemohon lainnya. Para Pemohon merupakan pihak yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena pembahasan UU Minerba dilakukan secara eksklusif dan tertutup dengan tanpa mengindahkan prinsip keterbukaan dan transparansi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan DPD padahal sesuai dengan konstitusi, DPD mempunyai kewenangan membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.
Sedangkan permohonan perkara Nomor 64/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh Helvis, seorang advokat sekaligus purnawirawan TNI, dan Muhammad Kholid Syeirazi, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU). Para Pemohon mempersoalkan pasal yang disisipkan dalam UU Minerba, yaitu Pasal 169A yang secara umum mengatur perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Helvis dan Kholid berpandangan Pasal 169A UU Minerba memberikan peran yang terlalu besar kepada Menteri dan mengesampingkan peran pemerintah daerah. Menurut para Pemohon, pasal tersebut memperlihatkan pembentuk undang-undang tidak berpihak kepada organ negara, dalam hal ini BUMN dan BUMD. Sebaliknya, pasal tersebut malah mengatur pemberian perpanjangan IUPK kepada pihak selain BUMN dan BUMD.
Sebelum mengakhiri persidangan ini, Ketua MK Anwar menginformasikan sidang berikutnya akan dilaksanakan pada Senin, 5 Juli 2021 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan satu orang Ahli dari Pemohon Perkara Nomor 60/PUU-XVIII/2020 dan dua orang Ahi dari Pemerintah.
Penulis: Sri Pujianti.
Humas: Raisa Ayuditha.
Editor: Nur R.
https://youtu.be/PjeEUGzt7r0