JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (9/6/2021) siang. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 16/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Akhid Kurniawan, Dimas Permana Hadi, Heri Darmawan, dan Subur Makmur. Para Pemohon memberikan kuasa kepada Fadli Ramadhanil, Catherine Natalia, Heroik Mutaqin Pratama, dan Kahfi Adlan Hafiz.
Adapun materi yang diujikan yaitu Pasal 167 ayat (3), dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu. Pasal 167 ayat (3) berbunyi, “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”. Sedangkan Pasal 347 ayat (1), “Pemungutan suara Pemilu diselenggarakan secara serentak.”
Para Pemohon adalah warga negara Indonesia yang pada penyelenggaraan Pemilu 2019 bertugas sebagai penyelenggara pemilu di tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Akhid Kurniawan adalah KPPS di TPS No. 024, Kelurahan Wirokerten, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Dimas Permana Hadi adalah PPK di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Slemen, DI Yogyakarta. Heri Darmawan adalah PPK di Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat. Kemudian Subur Makmur adalah PPS di Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat.
Kahfi Adlan Hafiz selaku kuasa hukum Pemohon dalam persidangan memaparkan beban kerja para Pemohon sebagai penyelenggara pemilu di tingkat KPPS, PPK, PPS pada Pemilu 2019. Kahfi mengungkapkan, terdapat persoalan yang sangat penting dan mendasar terkait beban kerja penyelenggara pemilu.
“Beban kerja penyelenggara pemilu, khususnya penyelenggara di tingkat KPPS, PPK, dan PPS yang menurut para Pemohon sangat berat, tidak rasional, dan tidak layak,” kata Kahfi.
Beban yang sangat berat dan tidak rasional tersebut, jelas Kahfi, disebabkan oleh penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara serentak dalam format lima jenis surat suara dalam waktu yang bersamaan yakni Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Berdasarkan pengalaman Akhid Kurniawan (Pemohon I), lanjut Kahfi, tugas KPPS dalam penyelenggaraan pemilu, tidak hanya dilaksanakan pada hari H pemungutan suara saja. Petugas KPPS, sudah mulai bertugas paling tidak sejak H-3 sebelum hari pemungutan suara. Pekerjaan dan aktifitas yang dilakukan mulai dari proses penerirnaan dan pengamanan logisitik pemilu, dan membangun lokasi TPS. Pada hari berikutnya, langsung secara berturut-turut menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara untuk lima jenis surat suara sekaligus.
Persoalan konstitusional yang diajukan oleh para Pemohon ke Mahkamah, berkaitan langsung dengan kedudukan para Pemohon sebagai penyelenggara Pemilu 2019. Kendati demikian, Para Pemohon bertekad akan kembali berpartisipasi sebagai penyelenggara pemilu di baik di level KPPS, PPK, PPS pada Pemilu 2024. Persoalan konstitusionalitas ini juga akan berdampak pada kepentingan yang lebih luas, khususnya terkait dengan beban kerja penyelenggara pemilu ad hoc di seluruh wilayah Indonesia untuk penyelenggaraan Pemilu 2024, khususnya KPPS, PPK dan PPS pada tahapan pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi suara, yang punya kaitan langsung agar penyelenggaraan pemilu bisa berjalan sesuai dengan daulat rakyat, pemilu yang jujur, adil, serta beban kerja penyelenggara pemilu yang lebih rasional, layak, dan manusiawi.
Kerugian Konstitusional
Terhadap dalil-dalil para Pemohon, Hakim Konstitusi Saldi Isra antara lain menyoroti kerugian konstitusional para Pemohon. “Kerugian konstitusional itu harus menyebut hak-hak apa dalam UUD yang Pemohon itu dirugikan haknya kalau permohonan ini tidak dikabulkan. Jadi harus merujuk ketentuan dalam UUD 1945, harus dicantumkan pasal-pasalnya. Agar kami melihat apakah benar ada kerugian hak konstitusional,” tegas Saldi selaku Ketua Panel Hakim MK.
Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menasihati para Pemohon agar menyebutkan pasal-pasal yang diuji dalam bagian “perihal” permohonan. Tujuannya agar memudahkan orang mengetahui pasal-pasal yang diuji dan diinginkan para Pemohon. Kemudian di bagian Kewenangan Mahkamah pada permohonan, Enny menyarankan agar dibuat singkat saja, tidak terlalu panjang. Selain itu, Enny meminta uraian yang bersifat naratif pada bagian kedudukan hukum.
Selanjutnya Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mempertanyakan kerugian konstitusional para Pemohon apakah hanya sebatas persoalan beban kerja. “Apakah ada sudut lain yang menjadi kerugian konstitusional para Pemohon,” kata Manahan.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina
https://youtu.be/dzFhe1fTqCM