JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang pengujian materiil Pasal 12A ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, (9/6/2021). Sidang Perkara Nomor 102/PUU-XVIII/2020 tersebut digelar dengan agenda mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, Mukhamad Misbakhun selaku anggota DPR komisi XI, mengatakan bahwa BPR dapat mengambil alih agunan untuk menyelesaikan kredit yang memiliki kualitas macet dan tidak dapat ditagih. Selain itu, BPR juga dapat mengambil alih agunan nasabah yang macet melalui lelang. Menurutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) justru mengatur lembaga jasa keuangan yang termasuk di dalamnya—yaitu bank umum ataupun BPR—dapat membeli agunan melalui lelang sebagaimana terdapat dalam Pasal 79 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang petunjuk pelaksanaan lelang.
“Ketentuan pasal 79 ayat 1 pengaturan menteri keuangan nomor 213/PMK.06/2020 menyatakan bahwa lembaga keuangan sebagai kreditur dapat membeli agunan dalam pelaksanaan lelang sepanjang diatur dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Misbakhun secara daring.
Baca juga: Menyoal Konstitusionalitas Aturan Hanya Bank Umum yang Bisa Ambil Alih Agunan
Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, PMK tersebut tidak memberikan batasan terhadap frasa lembaga jasa keuangan. Oleh karena itu, BPR sebagai kreditur dapat membeli agunannya dalam pelaksanaan lelang. Sehingga, baik bank umum dan BPR mempunyai kedudukan yang sama untuk melakukan pengambil agunan dalam hal nasabah yang kreditnya macet dalam lelang.
“Tidak ada perbedaan kedua jenis bank tersebut pengambilan agunan,” jelas Misbakhun. Ia melanjutkan bahwa meskipun dalam pasal 12 a ayat 1 UU perbankan tidak ditujukan untuk BPR, namun BPR dapat membeli sebagian atau seluruh agunan.
Bukan Masalah Konstitusionalitas Norma
Hal senada dikatakan pula oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Heru Pambudi yang hadir memberikan keterangan Pemerintah. Ia mengatakan bahwa kewenangan dalam pengambil alihan agunan oleh bank umum memiliki semangat filosofi yang sama dengan BPR.
Selain itu, menurut Heru, permasalahan ini merupakan ranah implementasi yang dapat diselesaikan dengan penerbitan petunjuk pelaksanaan untuk memberikan pemahaman yang sama. Ia juga mengatakan, hal ini telah ditegaskan dalam surat DJKN bahwa tidak ada permasalahan konstitusional dalam permasalahan yang dihadapi Pemohon.
Baca juga: Pemohon Uji UU Perbankan Perbaiki Permohonan
Pada sidang sebelumnya, Pribadi Budiono yang merupakan Direktur Utama PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Lestari Bali mengajukan pengujian Pasal 12 ayat (1) UU Perbankan mengenai aturan yang hanya memperbolehkan bank umum mengambil alih agunan nasabah kredit macet dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon mengungkapkan mengalami kerugian dengan adanya pemberlakuan frasa “Bank Umum” dalam UU Perbankan. Hal ini karena aturan tersebut hanya memperbolehkan bank umum yang dapat mengambil alih agunan nasabah debitur macet melalui lelang. Sementara hak yang sama tidak dimiliki oleh BPR. Hal ini menyebabkan perlakuan diskriminatif dan ketidakadilan untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan layaknya sama dengan Pihak Bank Umum untuk dapat mengambil alih agunan nasabahnya melalui lelang untuk menyelesaikan masalah kredit macet nasabah.
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : Andhini SF
https://youtu.be/BeAnpZRH4w0