JAKARTA, HUMAS MKRI - Muhamad Taufiq yang berprofesi sebagai wiraswasta mengajukan pengujian Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 37 UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana perkara yang teregistrasi Nomor 18/PUU-XIX/2021 ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Daniel Yusmic P. Foekh selaku hakim anggota Sidang Panel.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal 37 UUD 1945 berbunyi, “Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.”
Dalam sidang yang dihadiri langsung oleh Pemohon tanpa didampingi kuasa hukum mendalilkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sepanjang frasa “sebesar-besar kemakmuran rakyat” dan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara” dan Pasal 37 UUD 1945 sepanjang frasa “usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan” bertentangan dnegan Pancasila Sila Pertama, Kedua, dan Kelima.
Menurut Taufiq, pasal-pasal tersebut tidak lagi menjangkau kejahatan akibat perilaku perusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Sebab, tindak kejahatan tersebut dinilai Pemohon semakin meresahkan karena Pasal 33 dan Pasal 37 UUD 1945 tidak melingkupi sanksi hukum yang dapat dijatuhkan pada pelaku kejahatan perusakan lingkungan tersebut.
“Pasal-pasal tersebut tidak dapat menjangkau penindakan kasus-kasus seperti perilaku yang merusak lingkungan secara besar-besaran atas nama kemakmuran, kegiatan yang menimbulkan polusi, limbah yang merusak keseimbangan alam untuk kepentingan kelompok sehingga memicu terjadinya bencana alam,” terang Taufiq yang menghadiri sidang secara virtual dari kediamannya.
Sistematika Permohonan
Terkait permohonan ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo memberikan catatan perbaikan yang dapat dilakukan Pemohon untuk penyempurnaan dalilnya. Di antaranya, terkait sistematika dari permohonan, yakni kewenangan MK, kedudukan hukum, alasan permohonan, petitum. “Dan bukan penutup, di mana pada petitum itu seharusnya ditulis hal-hal yang dimohonkan pada akhirnya dari permohonan ini. Kemudian harus ada pula syarat pernyataan pada lembaran negara,” terang Suhartoyo.
Terkait kewenangan MK, lanjut Suhartoyo, Pemohon juga seharusnya menjelaskan secara runut mengenai kewenangan MK terkait pengujian undang-undang yang diajukan terhadap UUD 1945. Namun, sambungnya, pada permohonan ini yang diajukan adalah pengujian UUD 1945. “MK tidak dapat menguji UUD 1945 terhadap UUD 1945. Oleh karena itu, Mahkamah terbatas memberikan nasihat. Diharapkan pertimbangkan kembali dasar hukum dari pengajuan permohonan ini,” terang Suhartoyo.
Sementara itu, Hakim Konsitusi Daniel Yusmic P. Foekh memberikan catatan agar Pemohon dapat memperbaiki permohonan dengan berpedoman pada PMK Nomor 2/2021 yang menguraikan sistematika permohonan dan landasan pengajuan permohonan. Di samping itu, Pemohon sebaiknya mengutip bunyi pasal yang diujikan secara utuh dan menyeluruh.
Berikutnya, Wahiduddin mengingatkan Pemohon untuk menyempurnakan permohonan selama 14 hari sehingga permohonan lebih mudah dimengerti dan sesuai dengan ketentuan penyusunan dan pengajuan permohonan di MK. Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Wahiduddin mengatakan tenggang waktu perbaikan permohonan hingga Selasa, 22 Juni 2021 pukul 11.00 WIB. Pemohon dapat menyerahkan perbaikan tersebut ke Kepaniteraan MK untuk kemudian diagendakan sidang berikutnya. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P.
Humas : Annisa Lestari
https://youtu.be/SQlfwIv4n0c