JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang kedelapan dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) pada Selasa (8/6/2021). Dalam kesempatan ini, Mahkamah menggelar sidang untuk tiga perkara sekaligus, yakni Perkara Nomor 59/PUU-XVIII/2020, Nomor 60/PUU-XVIII/2020, dan Nomor 64/PUU-XVIII/2020. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan Saksi yang dihadirkan Alirman Sori dan tujuh Pemohon lainnya selaku Pemohon perkara Nomor 60/PUU-XVIII/2020.
Ismet Djafar selaku Tenaga Ahli Komisi VII DPR RI 2017-2019 yang hadir dalam persidangan secara virtual ini dalam kesaksiannya mengatakan bahwa rancangan UU Minerba (RUU Minerba) telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014–2019 dan kemudian telah pula menjadi prioritas pada Prolegnas Tahun 2019. Ismet bercerita bahwa Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR) sudah menyampaikan kepada Pemerintah draf RUU Minerba dan menunggu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Selanjutnya, sambung Ismet, Pemerintah menyerahkan DIM yang belum ditandatangani secara lengkap oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal tersebut. Barulah pada September 2019, Pemerintah mengembalikan draf RUU Minerba tersebut untuk selanjutnya dibawa ke forum DPR khususnya ke Komisi VII DPR RI.
“Pada 25 September 2019 dilakukan penyerahan DIM UU Minerba dari Pemerintah pada komisi VII dan saya menyaksikannya. Selanjutnya tidak ada lagi persidangan lanjutan dan kemudian undang-undang ini disahkan,” cerita Ismet dalam sidang yang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.
Baca juga:
MK Gelar Tiga Perkara Pengujian UU Pertambangan Mineral dan Batubara
Tiga Perkara UU Minerba Perbaiki Permohonan
UU Pertambangan Mineral dan Batubara Digugat
Pemohon Uji UU Minerba Perbaiki Permohonan
Sidang Uji UU Minerba: DPR dan DPD Berhalangan, Pemerintah Minta Penundaan
Pemerintah: Perubahan UU Minerba Dilakukan Guna Memperbaiki Kontribusi Sektor Pertambangan
Ahli: UU Minerba Cacat Formil
Ahli: Pemeriksaan Pengujian Formil dan Materiil Harus Dipisah
Sebagai informasi, perkara Nomor 60/PUU-XVIII/2020 ini dimohonkan oleh Alirman Sori dan tujuh Pemohon lainnya. Para Pemohon merupakan pihak yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena pembahasan undang-undang a quo yang dilakukan secara eksklusif dan tertutup dengan tanpa mengindahkan prinsip keterbukaan dan transparansi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan DPD padahal sesuai dengan konstitusi, DPD mempunyai kewenangan membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.
Sementara itu, permohonan Perkara Nomor 59/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh Kurniawan, perorangan warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai peneliti di Organisasi Sinergi Kawal BUMN yang fokus mengawasi dan menyikapi serta memberikan masukan kepada BUMN yang bergerak di bidang Minerba. Menurut Pemohon, substansi materi UU Minerba berisi tentang ketentuan-ketentuan norma yang mengatur hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam. Hal ini berarti keikutsertaan DPD RI dalam membahas Rancangan Undang-Undang Minerba adalah suatu amanat konstitusi yang tidak bisa diabaikan karena menyangkut hadirnya kedaulatan rakyat yang telah diberikan kepada DPD RI melalui Pemilu untuk mewakili kepentingan daerah atas pembentukan UU Minerba. Pemohon selaku Pemilih dalam Pemilu serta sebagai peneliti yang fokus di bidang pertambangan telah mengalami kerugian konstitusional oleh karena tidak dilibatkannya DPD RI dalam proses pembentukan UU tersebut.
Berikutnya, permohonan perkara Nomor 64/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh Helvis, seorang advokat sekaligus purnawirawan TNI, dan Muhammad Kholid Syeirazi, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU). Para Pemohon mempersoalkan pasal yang disisipkan dalam UU Minerba, yaitu Pasal 169A yang secara umum mengatur perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Helvis dan Kholid berpandangan Pasal 169A UU Minerba memberikan peran yang terlalu besar kepada Menteri dan mengesampingkan peran pemerintah daerah. Menurut para Pemohon, pasal tersebut memperlihatkan pembentuk undang-undang tidak berpihak kepada organ negara, dalam hal ini BUMN dan BUMD. Sebaliknya, pasal tersebut malah mengatur pemberian perpanjangan IUPK kepada pihak selain BUMN dan BUMD.
Sebelum menutup persidangan ini, Ketua MK Anwar mengatakan sidang berikutnya akan dilaksanakan pada Kamis, 17 Juni 2021 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan satu orang Saksi Pemohon Perkara Nomor 60/PUU-XVIII/2020 dan dua orang Saksi dari Pemerintah.
Penulis: Sri Pujianti.
Humas: Raisa Ayuditha.
Editor Nur R.
https://youtu.be/ufu1l6FFWrw