JAKARTA, HUMAS MKRI - Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menegaskan ketiadaan ketentuan yang mengatur mengenai pembatalan calon ataupun pasangan calon karena statusnya sebagai terpidana sesaat maupun seusai pemungutan suara dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Hal ini diungkapkan oleh Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Kabupaten Yalimo Tahun 2020 yang digelar pada Jumat (4/6/2021). Perkara yang teregistrasi Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 ini dimohonkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Tahun 2020 Nomor Urut 2 Lakius Peyon dan Nahum Mabel.
“Sepanjang yang kami ketahui tidak ada pembatalan calon ketika sebagai terpidana saat pemungutan suara sehingga KPU tidak bisa memberikan sanksi karena tidak ada undang-undang yang mengaturnya, dan bahkan sanksi administrasi pembatalan pun tidak ada,” kata Hasyim dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat tersebut.
Baca juga: Lakius Peyon dan Nahum Mabel Ungkap Pelanggaran yang Kembali Terjadi pada PSU PHPBup Yalimo
Pernyataan Hasyim tersebut terkait dengan pertanyaan Hakim Konstitusi Suhartoyo yang menjadi Anggota Panel Hakim mengenai aturan pembatalan bagi pasangan calon kepala daerah yang berstatus sebagai terpidana dalam PKPU. Dalam jawabannya, Hasyim merujuk pada Pasal 164 ayat (8) yang menyatakan, “Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga diberhentikan sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota”.
Hasyim melanjutkan KPU pun menuangkan aturan tersebut dalam PKPU Nomor 1 Tahun 2020 yang diubah menjadi PKPU Nomor 9 Tahun 2020 terutama Pasal 90 ayat (1) huruf b. Pasal 90 ayat (1) huruf b menyatakan, “Pasangan Calon terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebelum hari pemungutan suara”. “Rumusan PKPU kami tuangkan demikian karena rumusan dalam UU Pilkada tidak mengatur tentang status calon atau pasangan calon yang terkena pidana setelah pemungutan suara,” tegas Hasyim.
Baca juga: Tidak Gunakan Sistem “Satu Orang Satu Suara”, Pilbup Yalimo Harus Diulang
Berbeda Pengaturan
Atas jawaban KPU tersebut, Suhartoyo kembali menegaskan kepada KPU bahwa sebenarnya KPU memahami adanya kekosongan aturan terkait sanksi pembatalan bagi calon ataupun pasangan calon kepala daerah yang berstatus terpidana pasca-pemungutan suara. Terkait hal tersebut, Hasyim membenarkan dan membandingkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Dalam UU Pemilu, lanjut Hasyim, diatur secara gamblang proses sejak pemungutan suara, penetapan calon terpilih, hingga pelantikan jika calon terpilih ditetapkan sebagai terpidana berdasarkan putusan dengan kekuatan hukum yang tetap.
“Bedanya di situ. Kalau dalam UU Pilkada tidak ada aturan yang mengatur situasi yang mengatur kalau ada calon terpilih yang terkena pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” jelas Hasyim dalam sidang kedua PHP Kabupaten Yalimo pasca-PSU tersebut.
Menanggapi hal ini, Suhartoyo mempertanyakan alasan KPU baru dapat memberikan sanksi pembatalan ketika calon ataupun pasangan calon kepala daerah terpilih yang berstatus sebagai terpidana dilantik sebagaimana diatur dalam Pasal 90 ayat (1) huruf b PKPU 9/2020. Padahal, menurutnya, KPU dapat mengatur sanksi pembatalan calon ataupun pasangan calon kepala daerah yang berstatus sebagai terpidana ketika belum terpilih ataupun belum dilantik.
“Kenapa pengaturan dari KPU sendiri tidak menariknya dari sebelum ditetapkan sebagai pasangan terpilih? Hanya dari titiknya pemungutan suara saja, Pak Hasyim? Ini ada ruang kosong, sengaja dibiarkan atau memang ada pengaturan khusus sehingga bisa meng-cover masalah hari ini?” tanya Suhartoyo.
Hasyim pun menjelaskan bahwa KPU tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur pemberian sanksi pembatalan calon jika tidak diatur dalam undang-undang. Ia menyebut aturan pembatalan hanya berlaku bagi pasangan calon yang melakukan pelanggaran bersifat terstruktur, masif, dan sistematis. “Di luar (pelanggaran) itu, tidak ada ketentuan yang memberikan kewenangan bagi KPU untuk memberikan sanksi administrasi berupa pembatalan calon,” paparnya.
Baca juga: MK Periksa Perkara Sengketa Pilkada Kabupaten Yalimo dan Waropen
Hanya 4 TPS
Dalam sidang dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon dan Pihak Terkait tersebut, Johanis H. Maturbongs selaku kuasa hukum KPU Kabupaten Yalimo dalam jawaban Termohon terhadap dalil Pemohon yang menyebutkan adanya adanya C-Hasil Hologram dibawa lari oleh Tim Pemenangan 01 (Pihak Terkait - Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Tahun 2020 Nomor Urut 01 Erbi Dabi dan John W. Wilil) adalah keliru.
Menurut Termohon dalam proses penghitungan terakhir di tingkat Kabupaten Yalimo, hanya ada 4 TPS yang tidak menyertakan dokumen tersebut. Hal ini yang menyebabkan rekapitulasi ditunda hingga akhirnya diperoleh keterangan dari dua anggota KPPS yang mengatakan pihaknya dihadang oleh pendukung Pemohon sehingga tidak bisa membawa hasil ke distrik. “Mereka memilih jalan kaki dan mengantar ke KPU Kabupaten dan berjalan selama 1 hari 1 malam. Mereka membawa C-Hasil yang dinyatakan tercecer tersebut,” jelas Johanis yang hadir pada persidangan didampingi oleh perwakilan KPU Kabupaten Yalimo Yehemia Walianggen.
Perbedaan Waktu Memilih
Bawaslu Provinsi Papua Amandus Situmorang pun hadir memberikan keterangan dalam sidang tersebut. Ia mengatakan dalam sidang ini telah mengambil alih tugas dari Bawaslu Kabupaten Yalimo karena pasca-putusan MK pihaknya mendapati temuan terkait kinerja. Sehingga para pihak yang terlibat di dalamnya sedang diklarifikasi terkait keterangan yang berbeda-beda dalam memberikan laporan jalannya pemilihan di tempat ditugaskan.
Terkait dengan hasil supervisi pihaknya, Amandus melaporkan jika terdapat perbedaan waktu pelaksanaan pemilihan berbeda-beda di Distrik Apalapsili. Sedangkan pada Distrik Welarek, Amandus menjelaskan hanya dapat dilalui dengan pesawat udara dan/atau berjalan kaki selama 2 hari hingga mencapai ibukota dan pihaknya menemukan tidak ada aktivitas pemilihan hingga pukul 08.55 WIT. “Dari bandara hanya ada 2 kampung terdekat yang dapat kami datangi dengan 4 TPS yang belum mulai pemilihan,” terang Amandus.
Dalam sidang pendahuluan, Pemohon mengungkapkan pemungutan suara ulang telah dilaksanakan pada 5 Mei 2021 pada Distrik Welarek di 61 Kampung dengan 76 TPS. Kemudian pada 7 – 9 Mei 2021, KPU Kabupaten Yalimo menggelar rekapitulasi tingkat distrik dan ditutup dengan Pleno PPD. Pada saat di distrik, perhitungannya didasarkan C-Hasil Hologram dari 48 kampung pada 60 TPS, sedangkan 13 kampung yang terdiri dari 6 TPS lainnya, rekapitulasinya didasarkan pada Rekomendasi Panwas Distrik Welarek Nomor 01/Rekom/Pandis-Wel/V/2021 tertanggal 9 Mei 2021 karena C-Hasil Hologram dibawa lari oleh Tim Pemenangan 01 (Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Tahun 2020 Nomor Urut 01 Erbi Dabi dan John W. Wilil).
Selain itu, saat dilakukan rapat pleno rekapitulasi perolehan suara di Distrik Welarek terjadi perubahan perolehan suara yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan Distrik Welarek. Perubahan sepihak ini dilakukan setelah paparan PPD Welarek mengenai rekapitulasi perhitungan suara di distrik tersebut. KPU Kabupaten Yalimo seketika itu memecat semua PPD Welarek dan mengusir semua anggota PPD tersebut yang disaksikan oleh Saksi Pemohon. Lalu, melakukan perubahan hasil rekapitulasi. Akibat hal ini, hasil perhitungan perolehan suara di 13 kampung pada 16 TPS yang dokumennya dilarikan tersebut mengalami perubahan pada Rapat Pleno KPU Kabupaten Yalimo.
Alasan permohonan lainnya bahwa Pemohon mengungkapkan telah terjadi pelanggaran administrasi oleh Pasangan Calon Bupati Nomor Urut 01 Erbi Dabi yang mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk miras sehingga menabrak hingga tewas seorang Polwan anggota Propam Polda Papua pada 17 September 2020. Atas perilaku ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura menjatuhkan pidana selama empat bulan. Akan tetapi, pada akhirnya yang bersangkutan dialihkan menjadi tahanan kota sebagaimana Putusan Nomor 500/Pid.Sus/2020/PN.Jap. Atas pelanggaran yang terjadi, Pemohon memohon perlindungan pada pihak yang berwenang, namun Bawaslu Kabupaten Yalimo tidak melakukan tindakan apapun atas permohonan Pemohon ini.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : M. Halim
https://youtu.be/w8ZwX_Zws94