JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) terhadap UUD 1945. Sidang kedua Perkara Nomor 15/PUU-XIX/2021 ini digelar di Ruang Sidang Panel MK pada Jumat (28/5/2021). Para Pemohon, yakni Cepi Arifiana dan M. Dedy Hardinianto merupakan PPNS dari Kementerian Lingkungan Hidup, sedangkan Garribaldi Marandita dan Mubarak merupakan PPNS dari Kementerian Perikanan dan Kelautan.
Pada sidang dengan agenda penyampaian perbaikan permohonan ini, Ichsan Zikry sebagai salah satu kuasa hukum para Pemohon menyampaikan pihaknya telah melakukan penyempurnaan permohonan sebagaimana telah dinasihati Mahkamah pada terdahulu.
“Kami telah menambahkan kewenangan MK yang telah diperbarui, pedoman beracara di MK yang terbaru, petitum ditambahkan agar permohonan kami dikabulkan untuk seluruhnya,” jelas Ichsan dalam sidang Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Manahan M.P Sitompul sebagai anggota.
Berikutnya, jelas Ichsan, pihaknya pun telah mempelajari kembali naskah akademik UU TPPU, menyertakan SK PPNS para Pemohon, menambahkan bunyi Pasal 74 UU TPPU sebelum Penjelasan pasal a quo, dan memperkuat kedudukan hukum Pemohon. “Kami juga nantinya akan menghadirkan atasan dari para Pemohon untuk menjadi saksi nantinya dalam perkara ini,” terang Ichsan yang menghadiri persidangan secara virtual.
Baca juga: Definisi Penyidik Tindak Pidana Asal dalam UU TPPU Dinilai Diskriminatif
Sebagai informasi, para Pemohon mendalilkan Penjelasan Pasal 74 UU TPPU bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.Menurut para Pemohon, norma tersebut telah membatasi penyidik asal yang berwenang menyidik tindak pidana pencucian uang hanya sebatas pada penyidik dari enam instansi. Selain itu, para Pemohom juga menilai norma a quo juga berakibat pada terjadinya pembedaan perlakuan terhadap pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang dan pihak yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang. Dalam perkara ini, para Pemohon yang merupakan PPNS mendapatkan perlakuan yang tidak sama dengan Kepolisian, KPK, BNN dan lainnya untuk melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari seluruh tindak pidana pencucian uang kepada seluruh PPNS.
Untuk itu, dalam Petitumnya, Pemohon meminta agar Penjelasan Pasal 74 UU TPPU sepanjang kalimat “Yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan”.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : Andhini S.F