JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi digelar Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual pada Selasa (25/5/2021). Agenda sidang adalah perbaikan permohonan. Pemohon Perkara No. 13/PUU-XIX/2021 ini adalah Elok Dwi Kadja.
Di awal persidangan, Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa Pemohon sudah menyampaikan surat resmi ke MK pada 24 Mei 2021 melalui email perihal pencabutan permohonan. Hal itu dibenarkan kuasa hukum Pemohon Muhammad Sholeh dalam persidangan.
“Pasal yang kami uji sama dengan Putusan MK No. 48//PUU-VIII/2010 dan putusannya ditolak. Setelah kami pelajari, sulit menggunakan batu uji yang lain. Kami bersepakat dengan prinsipal untuk mencabut permohonan,” kata kuasa hukum Pemohon Muhammad Sholeh.
Baca juga:
Menguji Penjelasan Konten Pornografi untuk Kepentingan Sendiri
Sebagaimana diketahui, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan Arief Hidayat menyampaikan bahwa isu konstitusional yang diujikan Pemohon adalah isu Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 44/2008. Sedangkan batu ujinya adalah Pasal 28J ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Namun Mahkamah pernah menguji pasal itu dengan landasan konstitusional seperti itu. Mahkamah dalam Perkara No. 48/PUU-VIII/2010 pernah persis menguji penjelasan pasal itu dengan landasan pengujian pasal yang sama dan perkara itu sudah diputus. Atas dasar itu, Mahkamah bisa mengatakan ini nebis in idem.
Pada sidang pemeriksan pendahuluan, Muhammad Sholeh selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan pokok-pokok permohonan. Bahwa Pemohon adalah seorang advokat yang tinggal di Surabaya yang berkepentingan dengan berlakunya Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 44/2008. Menurut Pemohon, pasal a quo memberikan kebebasan kepada siapapun boleh membuat atau mengabadikan pornografi untuk kepentingan sendiri melalui video maupun foto. Walaupun sebenarnya dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 44/2008 tentang Pornografi, sudah jelas memberikan larangan membuat konten pornografi, tapi oleh Penjelasan Pasal 4 ayat Undang-Undang a quo, membuat untuk kepentingan sendiri diperkecualikan. Disinilah letak kerugian konstitusional Pemohon.
Permohonan ini menurut Pemohon, diilhami dari ramainya kasus Gisella Anastasya yang videonya beredar luas di masyarakat melalui media sosial. Dalam kasus a quo, Gisel tidak mengedarkan videonya, namun Gisel kehilangan HP miliknya yang di dalamnya terdapat video tersebut. Akibat HP Gisel hilang, maka video itu tersebar luas.
Dengan demikian menurut Pemohon, karena dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 44/2008 memperkecualikan orang yang membuat video maupun foto untuk kepentingan sendiri, maka tidak bisa dipidana. Jika mengacu pada Penjelasan Pasal 4 ayat (1) tersebut, maka artis Gisella Anastasya tidak bisa dipidana.
Kepentingan Pemohon terhadap pengujian a quo bukan semata-mata permasalahan kasus Gisella Anastasya, tapi lebih pada menjaga moral anak bangsa, supaya ke depan masyarakat tidak disuguhi tontonan konten pornografi. Menurut Pemohon, ketentuan penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 44/2008 sama halnya memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membuat konten pornografi yang penting untuk kepentingan sendiri. Hal ini tentu akan berdampak secara meluas kepada siapapun diperbolehkan mengabadikan konten pornografi untuk dirinya sendiri.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Humas: Muhammad Halim.
Editor: Nur R.