JAKARTA, HUMAS MKRI – Pemerintah mengakui akan mengelompokkan anak perusahaan PT Pertamina ke dalam beberapa subholding. Tak hanya itu, Pemerintah pun menekankan kepada PT Pertamina untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap perusahaan terdampak.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dalam sidang kesembilan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) pada Senin (24/5/2021). Erick hadir membuka keterangan tiga Ahli yang dihadirkan Pemerintah, yakni Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Nindyo Pramono, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono, serta Ketua PUKAT UGM Oce Madril.
Dalam keterangannya, Erick mengungkapkan bisnis PT Pertamina akan dilanjutkan dengan menata bisnis-bisnis di anak perusahaan dengan mengelompokkan ke dalam beberapa subholding. Penataan bisnis tersebut bertujuan agar PT Pertamina dapat beradaptasi dengan perubahan ke depan, mampu bergerak lebih lincah dan cepat, fokus untuk pengembangan bisnis yang lebih luas dan agresif, serta mampu bermain di kancah global. Penataan bisnis tersebut, lanjut Erick, akan berdampak kepada perubahan proses bisnis dan struktur organisasi pada masing-masing perusahaan, baik pada perusahaan yang ditunjuk sebagai subholding maupun ada perusahaan anggota subholding. Namun Pemerintah meminta karyawan dari perusahaan tersebut tidak mendapatkan dampak negatif dari langkah subholding tersebut.
“Namun semua itu kami minta dan tekankan kepada Direksi Pertamina agar tidak menyebabkan adanya pemutusan hubungan kerja bagi karyawan di perusahaan yang terdampak,” ucap Erick terkait perkara yang teregistrasi Nomor 61/PUU-XVIII/2020 ini.
Selanjutnya, Erick menyebut PT Pertamina akan membentuk empat subholding lain. Keempatnya, yakni PT Upstream Subholding Pertamina Hulu Energi; Refinery and Petrochemical Subholding PT Kilang Pertamina Internasional; Power and Renewable Energy Subholding PT Pertamina Power Indonesia; dan Commercial and Trading Subholding PT Patra Niaga.
Baca juga: Menyoal Konstitusionalitas Privatisasi Anak Perusahaan Pertamina
Peningkatan Nilai BUMN
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum UGM Nindyo Pramono menyampaikan bahwa privatisasi dapat merupakan sarana perbaikan kinerja dan peningkatan nilai BUMN. Selain itu, privatisasi juga dapat mendorong terbentuknya good cooperate government dan mengurangi beban negara. Oleh sebab itu, lanjut Nindyo, BUMN yang kompetitif dalam melaksanakan kegiatannya perlu melakukan privatisasi termasuk PT Pertamina.
Lebih lanjut, Nindyo mengungkapkan amanat penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting dan mengusai hajat hidup rakyat dilaksanakan oleh negara dan bisa disubstitusikan kepada BUMN. Menurutnya, penafsiran yang luas tentang BUMN—termasuk anak perusahaan BUMN—maka hal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum Nindyo mengutip Putusan MK Nomor 01/PHPU-Pres/XVII/2019 yang menyebut anak perusahaan BUMN tidak masuk dalam pengertian BUMN. Sehingga, dapat dipahami sektor migas sebagai sumber daya alam strategis yang dikuasai oleh negara dapat diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan dengan membentuk badan pelaksana.
“Jadi, tidak tepat jika norma tersebut dipahami sedemikian luas sehingga persoalan anak perusahaan BUMN dirujuk menjadi bagian yang mendapat mandat atau wewenang penguasaan negara pada sumber daya alam yang strategis sebagaimana diamanatkan kepada BUMN,” jelas Nindyo dalam sidang yang diikutinya secara virtual.
Baca juga: Pemerintah: Penjualan Saham Anak Perusahaan Persero Bukanlah Privatisasi
Penguasaan Negara Tidak Berkurang
Terkait kekhawatiran Pemohon mengenai berkurangnya penguasaan negara atas PT Pertamina akibat subholding anak perusahaan, Nindyo menegaskan pola yang digunakan oleh BUMN di Indonesia menganut sistem yang dikenal dengan sebutan golden set. Golden set berarti negara—dalam hal ini, Pemerintah—selalu bisa menggunakan hak kepemilikan saham, meskipun saham yang dimiliki perusahaan induk pada anak perusahaan berkurang. Menurut Nindyo, bisa saja diatur bahwa perusahaan induk mempunyai hak veto untuk tujuan mengamankan posisi negara dalam mengendalikan anak perusahaan agar tidak menyimpang dari tujuan usaha demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Seandainya pun harus dilakukan menjual saham anak perusahaan kepada pihak lain, maka penjualan saham itu bukan disebut privatisasi. Privatisasi jelas menurut undang-undang dilakukan oleh BUMN Persero dan bukan oleh anak perusahaan. Jika induk masih menguasai mayoritas saham di anak perusahaan, maka kekhawatiran-kekhawatiran seperti yang didalilkan Pemohon sangat tidak berdasar,” urai Nindyo dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman di Ruang Sidang Pleno MK.
Baca juga: Pertamina: Privatisasi Tidak Bertentangan dengan Konstitusi
Entitas Hukum Berbeda
Pada kesempatan yang sama, Pemerintah juga menghadirkan Bayu Dwi Anggono sebagai Ahli yang memberikan keterangan terkait dengan konsepsi dan kedudukan antara BUMN dan anak perusahaan BUMN. Menurutnya, BUMN dan anak perusahaan BUMN memiliki entitas hukum yang berbeda. Definisi dari BUMN diatur pada Pasal 1 angka 1 UU BUMN. Sedangkan definisi ‘anak perusahaan BUMN’ diatur dalam Pasal 2A ayat (2) PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyerataan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas semuanya diubah dengan PP Nomor 72 Tahun 2016 dan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri BUMN Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan BUMN.
Perbedaan lainnya, lanjut Bayu, sebagian besar modal BUMN dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung, sedangkan modal anak perusahaan BUMN dimiliki melalui penyertaan saham milik negara pada BUMN. “Sehingga perseroan terbatas sebagian besar dimiliki oleh BUMN atau ada penyertaan modal negara secara tidak langsung. Dengan demikian, antara BUMN dan anak perusahaan BUMN merupakan entitas hukum yang berbeda,” terang Bayu.
Baca juga: Ahli: Pembentukan Subholding Pertamina, Buka Peluang Praktik Unbundling
Mewujudkan Kemakmuran Rakyat
Sementara itu, Ketua PUKAT UGM Oce Madril mengungkapkan Pasal 33 UUD 1945 tidak menolak adanya privatisasi sepanjang tetap dipastikan negara tidak kehilangan penguasaannya terhadap pengelolaan sumber daya alam. Oce menambahakan idealnya sebagaimana tercantum dalam Putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012 dinyatakan negara mengelola secara langsung atau sumber daya alam berupa migas supaya negara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan membawa manfaat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui entitas BUMN.
“Tetapi juga di dalam putusan MK dinyatakan bahwa BUMN bukanlah satu-satunya pemain atau satu-satunya aktor yang dapat mengelola sumber daya alam tersebut, ada badan usaha milik daerah, ada, koperasi, dan juga badan usaha swasta,” ujar Oce.
Baca juga: Restrukturisasi PT Pertamina Akibatkan Saham Tidak Lagi Dikuasai Negara
Sebelumnya, Pemohon beranggapan PT Pertamina (Persero) merupakan perusahaan persero yang berdasarkan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina Nomor 27 tanggal 19 Desember 2016 memiliki kegiatan usaha di bidang penyelenggara usaha energi sehingga termasuk perusahaan persero yang dilarang untuk diprivatisasi berdasarkan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN. Bisnis PT Pertamina (Persero) terintegrasi dari hulu ke hilir yaitu mulai proses hulu, pengolahan/kilang/refinery, pemasaran/trading, dan distribusi/transportasi/perkapalan.
Pemohon menilai Pemerintah dalam rangka strategi menguatkan daya saing, peningkatan nilai, perluasan jaringan usaha dan kemandirian pengelolaan BUMN seharusnya dapat membentuk perusahaan induk BUMN/Perusahaan Grup/Holding Company. Salah satu tindakan nyatanya adalah membentuk dan menetapkan Subholding dan Anak Perusahaan PT Pertamina (Persero) sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Direksi Pertamina (Persero) Nomor Kpts-18/C00000.2020-SO tentang Struktur Organisasi Dasar PT. Pertamina (Persero), yaitu Subholding Upstream, Refining, Petrochemical, Comercial, Trading, Gas, Power NRE, dan Shipping Co. Privatisasi telah direncanakan oleh pemerintah yang akan melakukan Initial Public Offering (IPO) kepada anak dan cucu usaha PT. Pertamina Persero di level subholding.
Sebelum menutup sidang, Ketua MK Anwar Usman mengatakan bahwa sidang berikutnya akan digelar pada Senin, 7Jjuni 2021 pukul 11.00 WIB dengan aganda mendengarkan Keterangan Ahli dari Pihak Terkait. Untuk itu, diharapkan keterangan Ahli tersebut dapat diserahkan ke Kepaniteraan MK selambat-lambatnya 2 hari sebelum digelar sidang berikutnya. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : Lambang S.