JAKARTA, HUMAS MKRI - Pada sidang kedua pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UU Hak Tanggungan), Sri Bintang Pamungkas yang berprofesi sebagai dosen menyampaikan perbaikan permohonan. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 10/PUU-XIX/2021 ini digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (24/5/2021).
Dalam perkara ini, Pemohon mendalilkan Pasal 6, Pasal 14 ayat (3), Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 21 UU Hak Tanggungan bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28A ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Lebih rinci, Sri Bintang menyebutkan telah melakukan perbaikan permohonan, di antaranya tambahan pasal untuk diujikan, yakni Pasal 20 ayat (1) UU Hak Tanggungan.
“Beberapa perbaikan yang lain sudah diperbaiki sesuai dengan arahan Majelis Hakim dan kerugian juga sudah disampaikan dengan lebih lengkap,” jelas Sri Bintang pada sidang yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Manahan M.P. Sitompul sebagai hakim anggota.
Dalam pandangan Pemohon, pasal a quo hanya memberikan perlindungan hukum pada pemegenag hak tanggungan secara berlebihan dan mengabaikan perlindungan hukum pada debitor dan pemberi hak tanggungan. Baginya, hal ini sangat diskriminatif dan melanggar hukum khususnya Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Pada hakikatnya Pemohon menilai akibat dari keberlakuan norma-norma tersebut, pihaknya kehilangan hak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, mempertahankan hidup dan penghidupan bersama anak dan keluarga.
Berikutnya, Pemohon dalam permohonan juga menguraikan secara implisit bahwa Pasal 21 UU Hak Tanggungan terkandung pengertian debitur adalah sekaligus Pemberi Hak Tangungan. Padahal, tidak semua debitor adalah sekaligus pemberi hak tanggungan. Kesewenang-wenangan yang dimaksudkan Pemohon kian terlihat apabila pemberi hak tanggungan tidak selalu debitor. Sebab, seringkali yang terjadi bahwa pemberi hak tanggungan bermaksud membantu atau menolong debitur yang miskin sesuai dengan prinsip gotong royong dalam rangka ikut memperbaiki hidup debitor sebagaimana yang dialami Pemohon.
Dalam kasus konkret pada awal Desember 2019 lalu, Pemohon menerima surat dari Balai Lelang Star Auction bertanggal 13 November 2019 yang menyatakan Persil Merapi (kediaman Pemohon) akan segera dieksekusi lelang pada 14 Januari 2020. Atas hal ini, Pemohon telah melakukan berbagai upaya hukum dan mendatangi Kantor Cabang BCA untuk membicarakan kasus kredit bermasalah dari pihak debitor. Singkat cerita, setelah berbagai upaya dilakukan, Pemohon tetap mendapatkan pemberitahuan bertanggal 10 Desember 2020 atas penetapan lelang yang akan dilaksanakan pada 5 Januari 2021 dengan batas akhir panawaran sampai pukul 13.00 WIB. Bahkan di dalam surat tersebut, Pemohon diminta untuk mengosongkan Persil Merapi yang menjadi kediamannya. Agar tak terjadi hal serupa pada orang lain, Pemohon meminta agar norma tersebut benar-benar dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: Fitri Yuliana