JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang kedua pengujian Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (UU Ombudsman) terhadap UUD 1945 digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (24/5/2021) di Ruang Sidang Panel. Perkara Nomor 7/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Hendry Agus Sutrisno yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil Kota Depok. Agenda sidang hari ini adalah penyampaian perbaikan permohonan Pemohon.
Hendry yang menghadiri sidang secara virtual menyebutkan beberapa perbaikan permohonan yang dilakukannya, di antaranya pasal yang menjadi landasan pengujian materi, penjelasan tambahan mengenai kedudukan hukum dari Pemohon, dan tambahan penjelasan bagian posita serta petitum. “Sehingga petitumnya menjadi Pasal 36 ayat (1) huruf b UU Ombudsman, ‘Ombudsman menolak laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dalam hal: … b. substansi laporan sedang dan telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan, kecuali laporan tersebut menyangkut tindakan maladministrasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan dan/atau menyangkut tindakan maladminismitrasi pada tingkat penyelidikan dan/atau penyidikan,” jelas Hendry di hadapan sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.
Baca juga: PNS Kota Depok Uji Ketentuan Laporan Maladministrasi dalam UU Ombudsman
Pada sidang sebelumnya, Pemohon menyatakan Pasal 36 ayat (1) huruf b UU Ombudsman bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28G Ayat (1), Pasal 28I Ayat (2) dan Ayat (4) UUD 1945. Menurutnya Ombudsman tidak dapat menerima laporan masyarakat yang substansi laporannya sedang dan telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan, termasuk praperadilan kecuali laporan tersebut menyangkut tindakan maladministrasi dalam proses pemeriksaan pengadilan termasuk praperadilan. Sementara itu, kewenangan yang dimiliki oleh lembaga praperadilan hanya terbatas pada memeriksa dan memutus perkara yang diajukan dari aspek formil saja.
Padahal, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, kewenangan mengenai aspek materil penerapan pasal tindak pidana terhadap suatu perkara pidana adalah kewenangan sepenuhnya dari penyidik. Akibatnya, tidak ada lembaga selain penyidik yang dapat mengoreksi penerapan pasal pidana terhadap suatu tindak pidana yang diperiksanya. Oleh karena itu, hal ini sangat rawan terhadap penyelewengan hukum dan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana dalam kasus yang dilaporkan Pemohon pada Penyidik Polres Kota Depok.
Singkat cerita dari laporan Pemohon, Propam Polres Depok hanya memeriksa terkait laporan kode etik. Sementara laporan Pemohon terkait perubahan pasal tidak diperiksa. Berpedoman pada permasalahan ini, Pemohon menduga adanya perbuatan maladministrasi yang dilakukan Polri. Sehingga, hal tersebut yang menjadi contoh nyata telah terjadinya penyelewengan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penyidik Polri yang memiliki kewenangan penuh terhadap penetapan delik pasal pidana yang akan disangkakan kepada pelaku yang diduga melakukan tindak pidana. Namun, tindakan maladministrasi tersebut tidak dapat diperiksa Ombudsman sebagaimana yang telah dilaporkan Pemohon tertanggal 7 Oktober 2020 dan diterima Ombudsman pada 8 Oktober 2020. Alasannya, laporan Pemohon telah diperiksa oleh lembaga praperadilan sebagaimana yang tertuang dalam surat Ombudsman Nomor B/1075/PV.02.03/9016.2020/XI/2020 tanggal 9 November 2020.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P.
Humas : Tiara Agustina