JAKARTA, HUMAS MKRI – KPU Kabupaten Sekadau (Termohon) menetapkan Pasangan Nomor Urut 1 Aron dan Subandrio sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih pada 16 April 2021 berdasarkan hasil penghitungan suara ulang (PSU). Tindakan tersebut dilakukan oleh Termohon dengan alasan Putusan MK Nomor 12/PHP.BUP-XIX menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sekadau Tahun 2020. Hal ini disampaikan oleh Drianus Saban yang merupakan Ketua KPU Kabupaten Sekadau dalam sidang kedua Perkara Nomor 137/PHP.BUP-XIX/2021 yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (21/5/2021) pagi.
“Putusan MK dalam perselisihan hasil Pilkada 2020 adalah praktik ketatanegaraan baru, tidak ada regulasinya dan tidak ada dalam praktik ketatanegaraan sebelumnya, serta potensial menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap hasil pemilihan. Karena itu, Termohon harus memberikan kepastian hukum terhadap hasil pemilihan yang meliputi hasil berupa penetapan perolehan suara dan penetapan pasangan calon terpilih sesuai dengan Keputusan KPU Kabupaten Sekadau Nomor 7/PL.020Kpt/6109/KPU-Kab/III/2021 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pelaksanaan Penghitungan Suara Ulang Pasca-Putusan MK dalam Pemilihan Bupati dan Waki Bupati Sekadau Tahun 2020,” urai Drianus di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Baca juga: Rupinus dan Aloysius Laporkan Keberatan Proses Penghitungan Ulang Pilkada Kab. Sekadau
Atas keputusan Termohon tersebut, Saldi mempertanyakan alasan penetapan bupati terpilih tanpa mempertimbangkan adanya permohonan yang masuk ke MK. “Apa yang menjadi dasar Saudara untuk memproses hingga berujung pelantikan?” tanya Saldi.
Terkait pertanyaan tersebut, Drianus menjelaskan putusan MK bersifat final dan mengikat, maka Termohon hendak memberikan kepastian hukum sehingga menetapkan bupati dan wakil bupati terpilih tanpa mempertimbangkan adanya sengketa hasil penghitungan suara ulang (PSU) dalam Pilbup Sekadau. “Selain itu, (kami) dalam menentukan berprinsip efektif dan efisien serta kepastian hukum,” ujarnya.
Saldi pun menjelaskan Mahkamah menjatuhkan putusan final dan mengikat terkait permohonan PHP Bupati dan Wakil Bupati Sekadau sebelumnya (Putusan Nomor 12/PHP.BUP-XIX/2021). Hal ini dilakukan Mahkamah agar Termohon dapat melakukan proses tahapan pemilihan jika tidak ada pihak lain yang mempermasalahkan PSU tersebut dalam jeda waktu 3 (tiga) hari setelah hasil PSU ditetapkan.
“Jadi, tidak perlu ada lagi laporan ke Mahkamah. Tetapi kalau ada lagi laporan ke Mahkamah mengajukan sengketa baru, maka menjadi gugatan baru. Bukan register perkara lama, karena (perkara lama) sudah selesai,” ujar Saldi.
Menanggapi hal ini, Panel Hakim yang juga terdiri dari Hakim Konstitusi Manahan M.P Sitompul dan Wahiduddin Adams meminta keterangan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi sebagai komisioner KPU yang hadir secara daring. Dalam keterangannya, Dewa juga menyampaikan karena bentuk Putusan MK Nomor 12/PHP.BUP-XIX/2021 merupakan jenis putusan baru dan Sekadau menjadi daerah pertama yang mengimplementasikan putusan tersebut, jadi KPU Kabupaten Sekadau membuat interpretasi sendiri. Sementara untuk daerah lainnya, ia menyebut KPU RI sudah memberikan supervisi agar memberikan jeda tiga hari setelah penghitungan/pemungutan suara ulang. “Namun hanya (KPU Kabupaten) Sekadau yang menetapkan. Sementara yang lain memberikan jeda tiga hari,” ucap Dewa.
Baca juga: Amplop Formulir Hasil Tidak Tersegel, Alasan MK Perintahkan Hitung Ulang Pilbup Sekadau
Tidak Buka Form Daftar Hadir
Dalam keterangannya yang lain, KPU Kabupaten Sekadau mengakui tidak membuka daftar hadir saat melakukan penghitungan ulang surat suara dan hanya melakukan pencocokan jumlah pengguna surat suara berdasarkan salinan C1-KWK. Drianus mengakui bahwa pihaknya hanya menyalin jumlah pengguna surat suara dari form C1-KWK yang memuat jumlah pengguna surat suara dan mencocokkan dengan jumlah surat suara yang ada saat penghitungan ulang berlangsung di KPU Kabupaten.
“Salinan C1-KWK itu berisikan jumlah daftar pengguna surat suara yang memiliki hak pilih. Jadi, Termohon hanya menggunakan salinan C1-KWK itu saja tanpa membuka daftar hadir,” terang Drianus terhadap perkara yang dimohonkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sekadau Tahun 2020 Nomor Urut 2 Rupinus dan Aloysius.
Koreksi Surat Suara Sah
Perbedaan perolehan suara dalam penghitungan ulang Pilbup Kab. Sekadau ini dibenarkan oleh Bawaslu Kab. Sekadau Nur Soleh bahwa berdasarkan pengawasan sejak 12-14 April 2021 terdapat koreksi surat suara sah. Hal ini terjadi karena telah ditemukan surat suara yang rusak sebagian, surat suara yang dicoblos lebih dari satu coblosan, adanya surat suara yang tidak ditandatangani Ketua KPPS, dan ada pula surat suara yang diberi tanda silang. Selain itu, Bawaslu juga mendapati proses rekapitulasi penghitungan yang sangat cepat, namun Termohon menyatakan telah berpedoman pada aturan yang berlaku.
Sebagaimana diketahui, Pemohon dalam perkara ini mengajukan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sekadau Nomor 8/PY.02-Kpt/6109/KPU-Kab/2021 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PHP.BUP-XIX/2021 dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sekadau Tahun 2021 tertanggal 15 April 2021. Menurut Pemohon, hasil penetapan hasil penghitungan suara ulang yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Sekadau (Termohon) khususnya di Kecamatan Pamatang Hilir adalah tidak benar. Selain itu, dalam proses pelaksanaan penghitungan suara pada kecamatan tersebut oleh Termohon tidak dilakukan verifikasi surat suara secara benar karena tidak membuka daftar hadir dari pemilih yang ada pada saat pemilihan berlangsung. Akibatnya, tidak dapat dipastikan jumlah pemilih yang hadir dengan pemilih yang menggunakan hak suara secara sah dan jumlah surat suara di dalam kotak tidak terverifikasi dengan benar. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P.
Humas : Tiara Agustina