JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang perdana pengujian materiil Pasal 60 ayat (1) Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (27/4/2021) siang. Pemohon pada perkara Nomor 11/PUU-XIX/2021 ini adalah Herifuddin Daulay yang hadir secara daring untuk menyampaikan permohonan. Herifuddin merasa dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 60 ayat (1) UU MK yang menyebutkan, “Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.”
Menurut Pemohon, Pasal a quo secara definitif telah membatasi adanya upaya pengajuan kembali suatu pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar yang pernah diajukan pengujiannya. Apabila ada suatu produk undang-undang yang telah disahkan ternyata mengandung muatan yang dapat merugikan kepentingan nasional baik aktual maupun potensial dan telah diajukan pengujiannya, undang-undang tadi tidak dapat lagi diajukan pengujiannya oleh warga negara yang punya hak konstitusi berupa bela negara dan benar-benar peduli akan keberlangsungan kehidupan bangsa dan negaranya.
“Terdapat kerugian hak konstitusional Pemohon dengan berlakunya Pasal 60 ayat (1) UU MK tentang tidak dapat diajukannya kembali materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji karena menghalangi hak dan/atau kewenangan Pemohon dalam melakukan bela negara,” kata Herifuddin Daulay kepada Panel Hakim MK yang dipimpin Manahan MP Sitompul.
Kemudian Pemohon berpandangan, karena tidak dapat mengajukan permohonan pengujian suatu undang-undang, dibukalah peluang bagi Pemohon atau keturunan Pemohon akan kembali mengalami penjajahan dan/atau dipimpin oleh bangsa lain. Sehingga, pilihan Pemohon adalah memanfaatkan adanya hak oleh undang-undang untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 dengan maksud agar dihapuskan atau dinyatakan tidak berkekuatan hukum. Hal tersebut karena Pemohon berkeyakinan, tindakan Pemohon dalam rangka mencegah terjadinya peluang kembali dijajah bangsa lain adalah merupakan kewajiban bela negara yang merupakan hak konstitusi Pemohon.
Selanjutnya Pemohon mendalilkan berbagai pelanggaran yang diyakini Pemohon terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019. Pemohon berkeinginan melakukan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun upaya tersebut urung dilakukan karena terhalang oleh berlakunya ketentuan Pasal 60 ayat (1) UU MK. Hal ini dipahami Pemohon bahwa dirinya tidak dapat melakukan tindakan bela negara.
Nasihat Hakim
Pemohon merupakan lulusan S1 Teknik Elektro, yang jauh dari bidang hukum. Namun, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul melihat permohonan tersebut sudah cukup baik dan Pemohon mau belajar untuk membuat permohonan secara otodidak.
“Namun masih harus ada lagi yang perlu didalami dari permohonan ini. Bahwa membuat permohonan pengujian undang-undang sudah ada panduannya dalam Peraturan MK No. 2 Tahun 2021,” ujar Manahan yang juga menyoroti susunan penulisan dalam permohonan Pemohon.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. FoEkh mencermati bahwa banyak hal yang perlu diperbaiki dari permohonan Pemohon. “Sekarang ada Peraturan MK No. 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Pengujian Undang-Undang. Bapak bisa mengakses melalui website MK untuk Peraturan MK terbaru itu. Misalnya mengenai sistematika permohonan, tertulis amar Pemohon yang sebetulnya ditulis dengan petitum. Jadi, Bapak coba perhatikan UU MK dan Peraturan MK. Selain itu perlu difokuskan, yang mau diuji UU MK atau UU Pemilu. Kalau misalnya mau uji UU Pemilu, maka UU Pemilu yang diajukan,” saran Daniel yang juga menasehati Pemohon agar memperdalam uraian dalam kedudukan hukum.
Selanjutnya, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menasehati Pemohon agar melihat contoh permohonan pada Pemohon-Pemohon sebelumnya pada laman MK. “Coba ikuti aturan dan contoh permohonan yang ada dalam website MK, baik sistematika dan isinya mulai dari judul dan lainnya. Kemudian dalam Kewenangan Mahkamah dituliskan tidak hanya ketentuannya saja, tetapi juga terkait permohonan bahwa ada Kewenangan Mahkamah untuk memeriksa dan memutusnya,” kata Wahiduddin.
Penulis: Nano Tresna Arfana
Humas: Raisa Ayuditha
Editor: Nur R.