JAKARTA, HUMAS MKRI - Sri Bintang Pamungkas yang berprofesi sebagai dosen mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UU Hak Tanggungan) terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (27/4/2021). Dalam sidang perkara yang teregistrasi Nomor 10/PUU-XIX/2021 ini, Pemohon mendalilkan Pasal 6, Pasal 14 yat (3), Pasal 20 ayat(2) dan Pasal 21 UU Hak Tanggungan bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28A ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Dalam uraian permohonan, Pemohon menyatakan Pasal 14 ayat (3) UU UU Hak Tanggungan harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya pasal a quo hanya memberikan perlindungan hukum pada pemegenag hak tanggungan secara berlebihan dan mengabaikan perlindungan hukum pada debitor dan pemberi hak tanggungan. Baginya hal ini sangat diskriminatif dan melanggar hukum khususnya Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Pada hakikatnya Pemohon menilai akibat dari keberlakuan norma-norma tersebut, pihaknya kehilangan hak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, mempertahankan hidup dan penghidupan bersama anak dan keluarga.
Berikutnya, Pemohon dalam permohonan juga menguraikan secara implisit bahwa Pasal 21 UU Hak Tanggungan terkandung pengertian debitur adalah sekaligus Pemberi Hak Tangungan. Padahal, tidak semua debitor adalah sekaligus pemberi hak tanggungan. Kesewenang-wenangan yang dimaksudkan Pemohon kian terlihat apabila pemberi hak tanggungan tidak selalu debitor. Sebab, seringkali yang terjadi bahwa pemberi hak tanggungan bermaksud membantu atau menolong debitur yang miskin sesuai dengan prinsip gotong royong dalam rangka ikut memperbaiki hidup debitor sebagaimana yang dialami Pemohon.
Sebagai informasi, Pemohon dalam kasus konkret pada awal Desember 2019 menerima surat dari Balai Lelang Star Auction bertanggal 13 November 2019 yang menyatakan Persil Merapi (kediaman Pemohon) akan segera dieksekusi lelang pada 14 Januari 2020. Atas hal ini, Pemohon telah melakukan berbagai upaya hukum dan mendatangi Kantor Cabang BCA untuk membicarakan kasus kredit bermasalah dari pihak debitor. Singkat cerita, setelah berbagai upaya dilakukan, Pemohon tetap mendapatkan pemberitahuan bertanggal 10 Desember 2020 atas penetapan lelang yang akan dilaksanakan pada 5 Januari 2021 dengan batas akhir panawaran sampai pukul 13.00 WIB. Bahkan di dalam surat tersebut, Pemohon diminta untuk mengosongkan Persil Merapi yang menjadi kediamannya.
“Banyak orang yang juga takut akan ancaman lelang ini, jadi saya berharap undang-undang ini benar dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945,” jelas Sri Bintang dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dari Ruang Sidang Panel MK.
Kerugian Konstitusional
Menyikapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dalam nasihat Mahkamah mengatakan perlu bagi Pemohon untuk mencermati perbaruan dari norma-norma yang menjadi acuan dalam pedoman beracara di MK yang dicantumkan dalam kewenangan Mahkamah. Berikutnya, Manahan melihat pada bagian kedudukan hukum Pemohon untuk menyebutkan putusan-putusan MK yang menguraikan hak konstitusional yang diberikan UUD 1945 kepadanya.
“Apa kerugian konstitusional itu diuraikan sehingga diketahui apakah Pemohon nantinya punya kedudukan atas norma yang diuji karena di sini ada 4 pasal yang diuji dan harus jelas kedudukan hukum Pemohon yang ditujukan pada norma yang diuji ini,” jelas Manahan kepada Pemohon yang menghadiri persidangan secara virtual dari kediamannya.
Sedangkan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dalam nasihatnya menambahkan, hal yang perlu dipertimbangkan Pemohon dalam menyempurnakan rumusan permohonannya. Salah satunya, Pemohon diminta untuk membaca Putusan MK Nomor 84/PUU-XI/2020 untuk melihat norma yang pernah dimohonkan pengujiannya ke MK untuk dapat kemudian melihat dasar pengujian yang digunakannya. Selain itu, Wahiduddin juga menyinggung perihal kedudukan hukum Pemohon yang dinilainya masih belum menguraikan secara baik dan jelas memposisikan diri sebagai Pemohon.
“Dan hal penting lainnya adalah Pemohon belum menguraikan secara tepat mengenai kriteria kerugian konstitusional yang dialami pihaknya sebagaimana lima syarat yang ditentukan MK dalam aturannya,” jelas Wahiduddin.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyatakan setelah 24 Mei 2021 Kepaniteraan MK akan menginformasikan agenda persidangan berikutnya. Oleh karena itu, naskah perbaikan Pemohon dapat diserahkan dua jam sebelum dimulainya persidangan pada hari yang telah ditentukan nantinya. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : Fitri Yuliana