JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Saldi Isra melalui ruang virtual memberikan materi berjudul “Persidangan dan Putusan“, pada Minggu (25/4/2021). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Himpunan Komunitas Peradilan Semu Indonesia (HKPSI).
Dipandu moderator M. Afdhal Alfarisyi, Saldi di awal pemaparan menerangkan tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diamanatkan Pasal 24C UUD 1945. Sebagai ilustrasi, Saldi mengulas lebih dalam mengenai mahkota MK berupa pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Hal ini dimaksudkan untuk menilai apakah suatu undang-undang bertentangan dengan UUD 1945. Berkenaan dengan persidangan dalam kewenangan ini, sambung Saldi, keseluruhan dari undang-undang dapat diajukan pengujiannya oleh perseorangan warga negara, badan hukum privat/publik, lembaga negara, kesatuan masyarakat adat. Para Pemohon dapat mengujikan substansi dari suatu norma undang-undang, baik secara formil maupun materil yang dianggap merugikan hak konstitusionalnya.
Selanjutnya Saldi menerangkan tahapan pengajuan permohonan. Pemohon harus mendaftarkan permohonannya kepada Kepaniteraan MK yang dapat dilakukan secara daring atau mengantarkan langsung pada ruang pendaftaran pengajuan perkara di Gedung MK. Selanjutnya Kepaniteraan akan memeriksa berkas-berkas awal yang diajuan Pemohon, mulai dari ketentuan secara formal seperti identitas Pemohon, lampiran, dan lainnya yang sesuai syarat administrasi pengajuan permohonan. Apabila dinilai sudah lengkap, permohonan tersebut akan didaftarkan dalam buku registrasi perkara konstitusi (BRPK) dan diberi nomor perkara.
Setelah itu, Kepaniteraan akan menyampaikan permohonan pada Ketua MK beserta usulan yang akan ditunjuk sebagai Hakim Panel untuk memeriksa awal permohonan tersebut. Setiap hakim akan memiliki daftar perkara yang sedang menjadi tugasnya sehingga pengelolaan perkara yang ada akan terpantau dengan jelas dan dibuat berimbang. Berikutnya, perkara akan didistribusikan kepada Hakim Panel oleh Kepaniteraan. Kemudian Ketua Panel akan menjadwalkan sidang pendahuluan.
Biasanya, dalam setiap perkara, hakim konstitusi didampingi dua orang peneliti, satu orang sekretaris judisial, dan satu orang sekretaris umum. Setelah perkara sampai pada hakim konstitusi, maka akan dilakukan pembacaan awal permohonan. Seiiring dengan itu, para peneliti juga akan melakukan telaah awal terhadap perkara. Dari hasi telaah awal, peneliti akan menyampaikan hasilnya yang kemudian digabung dengan hasil bacaan hakim untuk kemudian dijadikan modal bagi hakim ketika memberikan nasihat pada sidang pemeriksaan pendahuluan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
“Sehingga normalnya, semua hakim panel sudah membaca permohonan yang dibacakan Pemohon saat sidang pendahuluan. Dalam sidang pendahuluam, biasanya Pemohon akan mendapatkan nasihat hakim atas permohonan yang diajukannya,” kata Saldi kepada 117 mahasiswa yang tergabung dalam HKPSI.
Materi Permohonan
Adapun materi yang menjadi perhatian dalam sebuah permohonan, Saldi menjabarkan secara sederhana yakni pada bagian pertama berupa identitas Pemohon, penjelasan mengenai kewenangan Mahkamah dalam memeriksa dan mengadili perkara. Hal ini diperlukan untuk memberikan bukti bahwa Mahkamah berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, berwenang mengadili perkara tersebut. Pada bagian ini, jelas Saldi, tidak perlu dilakukan elaboratif namun cukup mengutip norma-norma yang terkait dengan kewenangan MK dalam mengadili perkara yang dimohonkan pengujiannya.
Berikutnya, bagian kedua adalah kedudukan hukum Pemohon dalam perkara yang dimohonkan. Hal ini harus dijelaskan karena uraiannya akan memberikan keyakinan pada Mahkamah jika pemohon memiliki alas hak berupa kerugian konstitusional yang dialami Pemohon, baik yang bersifat faktual maupun potensial. Sehingga terdapat ketentuan tertentu yang berhubungan dengan kedudukan hukum ini, mulai dari sebagai perseorangan warga negara, kelompok masyarakat hukum adat, lembaga negara, atau badan hukum.
“Jika Pemohon tidak dapat menjelaskan kedudukan hukumnya, maka akan ada alasan bagi Mahkamah menyatakan permohonan tersebut NO (Niet Ontvankelijk Verklaard). Kedudukan hukum ini adalah sebuah kunci untuk masuk ke rumah, sehingga harus dikonstruksikan sedemkian rupa dengan memberikan contoh konkret yang dialami Pemohon atas hilangnya hak konstitusionalnya guna mempertegas keberlakukan undang-undang tersebut benar-benar merugikannya,” terang Saldi.
Bagian ketiga adalah alasan permohonan. Pada bagian ini Saldi menyebutkan bahwa uraian yang dibuatkan harus berbasiskan penjelasan mengapa norma tertentu tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Saldi bagian ini persis seperti membuat karya ilmiah sehingga Pemohon harus mencarikan justifikasi akademik, teoretis, pengalaman perbandingan, atau sinkronisasi norma untuk menjelaskan pertentangannya dengan UUD 1945. Dengan demikian pada titik tertentu akan terlihat jabaran pertentangan yang dimaksudkan.
Tahap Persidangan
Kemudian Mahkamah akan menggelar sidang permohonan perkara secara terbuka dan dapat disaksikan masyarakat. Pada sidang pendahuluan, usai mendapatkan nasihat dari Hakim Panel maka Pemohon akan diberikan waktu 14 hari untuk menyempurnakan permohonannya. Sebelum menutup sidang, hakim panel akan mengesahkan alat bukti. Berkaitan dengan hal ini, hakim sangat mengharapkan agar Pemohon dapat menyerahkan alat bukti semaksimal mungkin untuk dapat dijadikan alat yang memperkuat dalil permohonan.
Selanjutnya hakim panel akan melakukan rapat singkat untuk mendiskusikan kelanjutan dari pernohonan. Umumnya dalam rapat yang diagendakan sekitar satu sampai dua hari setelah sidang pendahuluan untuk kemudian hasilnya akan dilaporkan pada rapat permusyawaratan hakim (RPH). Barulah pada RPH ini, para hakim panel menyampaikan ketentuan yang diujikan, termasuk mengenai kedudukan hukum Pemohon yang akan dibahas tuntas.
Kemudian tahap selanjutnya adalah sidang pembuktian, yang jumlahnya berbeda-beda, bergantung pada keseriusan Pemohon dalam mengajukan ahli, saksi, dan alat pembuktian lainnya. Setelah persidangan dinilai cukup, maka masing-masing hakim akan menyusun pendapat hukum untuk dikemukakan lebih lanjut dalam RPH.
“Jadi, terhadap 1 soal atau perkara adakalanya 9 macam pendapat sesuai dengan jumlah hakim. Sehingga akan dilakukan pendalaman hingga akhirnya mengerucut pada posisi final, menolak atau mengabulkan. Setelah komposisi terlihat, maka akan ditunjuk hakim yang akan membuat draf dari hasil keputusan tersebut. Selain itu, ada juga Panitera Pengganti yang merupakan pihak yang terlibat sedari awal hingga akhir untuk mempersiapkan putusan. Hakim yang ditunjuk sebagai drafter ini adalah hakim panel yang bersangkuan terhadap perkara yang dimohonkankan,” terang Saldi.
Setelah menjelaskan rangkaian mekanisme persidangan perkara pengujian undang-undang di MK, Saldi mempersilakan para mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan, usulan, dan sanggahan atas materi yang telah diulasnya.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.