JAKARTA, HUMAS MKRI - Sejumlah 35 orang peserta dari Sekolah Kader Lewu Harati mengikuti web seminar (webinar) yang diselenggarakan oleh Forum Pemuda Kalimantan Tengah (Forpeka) pada Minggu (4/4/2021). Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh hadir secara virtual untuk berbagi ilmu kepada para peserta yang berasal dari lintas agama dan latar belakang keilmuan yang berdomisili di Kalimantan Tengah tersebut. Pada kesempatan kali ini, Daniel menyampaikan materi berjudul “Hukum yang Berkeadilan”.
Dalam paparannya, Daniel mengajak para peserta webinar untuk menelusuri potret penegakan hukum di Indonesia. Berpedoman dari indeks negara hukum, pada 2020 lalu Indonesia berada pada peringkat 59 dari 128 negara yang diteliti oleh World Justice Project. Dalam hal ini, terdapat delapan faktor yang dijadikan parameter, di antaranya pemerintahan yang terbuka, tingkat keamanan dan ketertiban, penegakan keadilan bagi warga sipil, dan penanganan perkara pidana.
Sebagai contoh potret hukum ini, Daniel menyebutkan salah satunya persoalan hukum yang dialami Djoko Tjandra. Menurutnya, dalam kasus ini tidak hanya diri seorang terpidana yang terbawa dalam sebuah masalah, tetapi juga melibatkan jaksa. Hal ini, sambung Daniel, memperlihatkan masih adanya mafia di peradilan.
Demikian juga dengan contoh kasus Gayus Tambunan. Pada waktu Gayus dijatuhi hukuman dan ditahan, tetapi tetap dapat menyaksikan pertandingan internasional di Bali.
“Artinya, penegakan hukum di Indonesia dalam contoh kasus ini masih ada tebang pilih dan tidak semua orang diperlakukan sama ketika dijatuhi hukuman,” sampai Daniel dari kediamannya di Jakarta.
Lembaga Penegakan Hukum
Sehubungan dengan penegakan hukum, Daniel mengatakan hal tersebut tentu tidak jauh dari bahasan mengenai sistem dan lembaga penegakan hukum. Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum terbagi atas tiga bagian, yakni struktur dan kelembagaan, materi atau substansi, dan aspek budaya hukum. Di Indonesia, jelas Daniel, aspek budaya hukum dapat dikatakan masih sangat lemah. Sebagai suatu kesatuan utuh dan saling berkaitan secara erat, maka dibentuk pembidangan hukum, di antaranya hukum pidana, perdata, lingkungan, internasional. Dalam hal persoalan hukum yang begitu luas, maka dibentuk pulalah subsistem hukum.
Sebagai contoh konkret, Daniel menjabarkan bahwa dalam sistem hukum pidana di Indonesia misalnya terdapat beberapa pembagian subsistem hukum. Misalnya, kekuasaan penyidikan dapat dilakuan kepolisian, untuk kekuasaan penuntutan diberikan pada jaksa penuntut umum, dan kekuasaan mengadili diberikan kepada badan pengadilan, termasuk pula keberadaan Undang-Undang Advokat yang juga dijadikan bagian dari pemberian kuasa bagi advokat dalam penegakan hukum.
“Dengan adanya pembidangan hukum ini, maka berbeda pula mekanisme dan tahapan serta lembaga yang berwenang menyelenggarakan penyelesaian sengketanya,” sampai Daniel.
Berikutnya Daniel memaparkan eksistensi Mahkamah Konstitusi (MK). MK merupakan salah satu bagian dari pembidangan hukum di Indonesia, berikut dengan kewenangan penyelesaian perkara yang dibebankan padanya. Daniel menyebutkan sesuai ketentuan Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945, di dalamnya termuat tentang lembaga negara MK untuk menyelenggarakan peradilan bersama dengan lembaga peradilan Mahkamah Agung. Di samping ketentuan tersebut, dalam UU MK juga mempertegas bahwa MK adalah lembaga negara yang menyelenggarakan peradilan. Sehingga dalam suprastruktur politik, setelah amendemen UUD 1945, struktur lembaga negara seperti MK, MA, Presiden, DPR, dan DPD memiliki posisi yang setara.
Dalam perkembangan wewenang lembaga, dijelaskan oleh Daniel bahwa MK berwenang menguji Perpu dan penanganan perkara Pilkada. Dalam statistik perkara, di MK telah diselesaikan berbagai perkara berupa perkara pengujian undang-undang (PUU), perkara yang terkait pilpres, pemilu legislatif, dan sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN), serta sengketa pilkada.
“Maka dalam memperjuangkan keadilan, MK pada beberapa putusannya telah mengupayakan perlindungan hak konstitusioal warga negara, seperti penegakan hukum bagi masyarakat hukum adat, penegakan hukum untuk usia perkawinan, serta berbagai perkara hak konstitusional lainnya, baik yang diajukan perorangan maupun kolektif dalam naungan badan hukum atau bahkan kesatuan masyarakat hukum adat,” sebut Daniel.
Usai menjabarkan materi selama 45 menit, Daniel mempersilakan para peserta untuk mengajukan pertanyaan dan argumentasi guna kian memperdalam bahasan dalam webinar ini. Sebagai informasi, Sekolah Kader Lewu Harati dibentuk sebagai ruang pertemuan dan belajar bagi para kaum muda Kalimantan Tengah untuk berdiskusi terkait tantangan penegakan hukum di Indonesia.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.