JAKARTA, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menjadi narasumber Webinar Nasional “Prospek dan Tantangan Hukum di Masa Pandemi Covid-19”. Kegiatan ini diselenggarakan secara virtual oleh Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Tangerang bekerja sama dengan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Sabtu (27/3/2021) siang.
“Topik yang menggambarkan kreativitas penyelenggara dari DPC Peradi yang bekerja sama dengan Fakultas Syariah dan Hukum. Topik ini memotivasi, menggerakkan, menyentuh lingkungan keseharian yang berkaitan dengan masalah hukum,” ujar Wahiduddin kepada para pengurus dan anggota DPC Peradi Tangerang serta para peserta webinar lainnya.
Namun, kata Wahiduddin, dia ingin sedikit bergeser dari topik yang sudah ditentukan panitia webinar ke hal yang lebih umum yaitu tantangan bagi profesi hukum, tidak hanya di masa pandemi tetapi dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi di era industri 4.0.
“Saya melihat ada keselarasan antara tantangan di masa pandemi dengan menyambut era industri 4.0 dalam hal pemanfaatan teknologi informasi,” jelas Wahiduddin.
Adanya pandemi Covid-19, ungkap Wahiduddin, seolah memaksa dan mengakselerasi penggunaan teknologi dalam segala bidang profesi, termasuk di lingkungan hukum. Adanya pembatasan pertemuan secara fisik yang membuat orang kian gemar berada di depan smartphone atau laptop dengan memanfaatkan segala aplikasi video conference seperti zoom. Begitu juga di pengadilan, sidang-sidang diselenggarakan secara virtual yang mendorong secara paksa perangkat peradilan untuk menyesuaikan hukum acaranya.
“Era industri 4.0 tidak ubahnya seperti apa yang dilakukan di masa pandemi. Bedanya, kegiatan dan penggunaan teknologi di masa pandemi lebih karena keterpaksaan. Selain menggeser topik tantangan hukum di masa pandemi menjadi industri 4.0, saya juga bukan berasal dari praktisi hukum dalam arti lawyer dan advokat. Oleh karena itu saya tidak akan bicara mengenai profesi lawyer dan advokat, tetapi menggeser menjadi topik keseharian saya menjadi Hakim Konstitusi,” urai Wahiduddin.
Imbas Industri 4.0
Dalam acara webinar ini Wahiduddin membagi pembahasan menjadi dua hal. Pertama, tntangan profesi hukum secara umum dalam menghadapi era industri 4.0 dengan segala pemanfaatan teknologi. Kedua, pengalaman Mahkamah Konstitusi menghadapi situasi pandemi Covid-19.
“Yang dimaksud dengan era industri 4.0 adalah yang diasosiasikan dengan industri jasa maupun komoditas yang memanfaatkan teknologi. Jasa dan komoditas yang ditawarkan ini kemudian mengubah secara dramatis dan revolusioner sebuah pasar komersial maupun cara hidup orang,” terang Wahiduddin.
Wahiduddin mencontohkan ojek online dalam layanan bidang transportasi. Ojek online mengubah tata laksana sekaligus pasar transportasi angkutan darat. Padahal transportasi sebuah jasa taksi terkenal begitu mendominasi di kota besar dan tak tergoyahkan. Namun kehadiran jasa angkutan online justru menjadi ancaman perusahaan taksi yang eksis dan dominan sejak lama. Perusahaan taksi berskala besar tidak merasakan ancaman ketika ada saingan perusahaan taksi lainnya.Tetapi ketika muncul perusahaan jasa transportasi online, barulah perusahaan taksi berskala besar merasa goyah. Itulah salah satu contoh dalam era industri 4.0.
Saran Wahiduddin
Sementara dalam profesi hukum, lanjut Wahiduddin, pengacara dan advokat kemungkinan akan terkena imbas dari industri 4.0. Wahiduddin menyarankan pengacara dan advokat membaca buku “The End of Lawyers” karangan Richard Susskind.
Susskind berpendapat bahwa firma-firma hukum menghadapi tekanan bilamana tidak mengubah caranya memberikan layanan hukum. Pengguna jasa hukum tidak lagi memberi toleransi atas biaya yang tinggi karena memberi pendapat hukum, menyusun dokumen hukum, maupun menyelesaikan perkara-perkara hukum.
“Sebab pekerjaan semacam ini dapat dilakukan oleh pengguna jasa hukum sendiri dengan memanfaatkan teknologi,” lanjut Wahiduddin.
Susskind menerbitkan buku berikutnya yang berjudul Tomorrow Lawyers. Dalam buku ini Susskind mengidentifikasi jenis-jenis teknologi di bidang hukum yang secara revolusioner mengubah profesi hukum, di antaranya adanya penyusunan dokumen hukum secara otomatis dan penelusuran dokumen hukum.
Hal lain, sambung Wahiduddin, Susskind menerangkan pentingnya ketersediaan jaringan internet yang mudah dan cepat. Hal ini merupakan prasyarat untuk dapat mengakses dan mencari informasi hukum yang dibutuhkan. Di kota-kota besar sudah banyak tersedia jaringan internet yang mudah dan cepat ketimbang di daerah-daerah. Selain itu, ada ketersediaan pasar yang menyediakan jasa hukum secara elektronik dan penyediaan jasa hukum secara online.
Pengadilan Saat Ini
Lantas bagaimana dengan penerapan industri 4.0 di dunia pengadilan saat pandemi ini? Wahiduddin menerangkan bahwa sengketa dan perkara hukum tidak perlu diselesaikan di pengadilan. Sengketa di pengadilan bisa diselesaikan melalui video conference yang mempertemukan para pihak dan majelis hakim tanpa perlu kehadiran fisik para pihak dan majelis hakim dalam satu ruangan yang sama.
“Dalam hal ini pengadilan merupakan layanan jasa dan mengantarkan keadilan melalui putusan yang menyelesaikan perkara dari pihak yang bersengketa. Penggunaan video conference dalam persidangan tanpa perlu menghadirkan para pihak dan saksi ke ruang sidang merupakan bentuk dari efektivitas proses peradilan akibat pemanfaatan teknologi,” ungkap Wahiduddin
Termasuk jadwal sidang pemeriksaan saksi tidak perlu bertele-tele dan mempertimbangkan keberadaan fisik di ruang sidang sehingga perkara dapat diputus dengan segera. Cerminan dari efisiensi dan efektivitas sebagai dampak teknologi informasi ini, penggunaan digital dibanding setumpuk berkas dalam penelusuran permohonan maupun pengajuan alat bukti, merupakan dampak teknologi yang diterapkan pengadilan.
“Keberadaan video conference dalam memeriksa saksi atau mendengarkan keterangan para pihak membuat ruang sidang semakin tidak memerlukan kehadiran secara fisik. Ditambah lagi dengan fasilitas live streaming dimana orang dapat menyaksikan sidang pemeriksaan tanpa perlu menjadi pengunjung di ruang pengadilan,” tandas Wahiduddin.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.