JAKARTA, HUMAS MKRI - Dalam mempelajari lembaga negara, para peneliti bidang hukum tidak boleh berhenti dengan bunyi UUD dan undang-undang saja. Melalui pendekatan yang komprehensif dengan mengambil abstraksi dari putusan-putusan pengadilan, termasuk Putusan MK yang berkaitan dengan lembaga negara yang bersangkutan, maka ada banyak hal baru yang didapatkan dalam mempelajari hukum tentang lembaga negara. Hal tersebut disampaikan Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam Kuliah Pakar Lembaga Negara yang diselenggarakan oleh PT RajaGrafindo Persada pada Sabtu (20/3/2021). Dalam kuliah daring ini, Saldi mengulas materi dengan menyajikan pokok bahasan dari bukunya yang berjudul “Lembaga Negara: Konsep, Sejarah, Wewenang, dan Dinamika Konstitusional”.
Di hadapan 100 orang peserta kuliah daring ini, Saldi mengungkapkan ketika berbicara tentang lembaga negara tentu telah banyak para ahli yang mengulasnya secara baik. Namun kemudian, ia mencoba secara spesifik membahas keberadaan lembaga negara dalam bukunya. Tidak hanya tentang bagaimana konstitusi menegaskan terkait fungsi, kewenangan, dan tugasnya, tetapi juga bagaimana Putusan MK terkait denan lembaga negara mengubah dan atau memberikan definisi-definisi baru. Dalam pembahasan mengenai dinamika konstitusional pada salah satu bahasan dari bukunya ini, ia juga mencoba menggambarkan keberadaan MK sejak dari awal pada 2003 hingga 2019 dalam merespon persoalan lembaga negara.
Saldi menyebut jika kelahiran buku ini terinspirasi dari buku teori hukum dan praktik yang dilakukan lembaga peradilan di Amerika Serikat. Setelah melakukan penelaahan dan membaca banyak buku yang setema tentang hukum lembaga negara yang ada di Indonesia, dirinya pun memutuskan untuk menulis materi hukum lembaga negara yang dikaitkan dengan putusan-putusan yang dilahirkan oleh lembaga Mahkamah Konstitusi.
“Dalam buku ini saya mencoba meneropong lembaga negara yang dikaitkan dengan sekitar 20 Putusan MK. Saya juga menggunakan pendekatan yang digunakan MK dalam mendefinisikan lembaga negara, yakni ada kelompok lembaga negara utama dan lembaga pendukung,” jelas Saldi dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Admiral dan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Islam Riau Moza Dela Fudika.
Diakui Guru Besar Universitas Andalas ini, ada banyak Putusan MK yang memberikan konstruksi baru dari lembaga negara, khususnya melalui koreksi undang-undang yang dinilai tidak sesuai dengan semangat UUD 1945. Sebagai ilustrasi, Saldi membahas mengenai definisi hubungan Presiden, DPR, dan DPD dalam pembentukan undang-undang. Misalnya dalam Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, ia menerangkan bahwa di dalamya MK memberikan bentuk baru dalam khasanah hukum, yakni dengan dikenalkannya pola pembahasan bipartite dan tripartite. Dahulunya, jelasnya, konsep ini digunakan untuk keguruan, namun kemudian MK menyadurnya agar digunakan untuk membahas hubungan ketiga lembaga negara tersebut. Dalam praktiknya, jika ada rancangan undang-undang yang dibahas mengenai kewenangan Presiden dan DPR, maka pola pembahasannya dapat menggunakan pola bipartit.
“Apabila ada rancangan undang-undang, pembahasannya cukup dilakukan antara Presiden yang diwakili oleh menteri yang ditunjuk dengan DPR. Dan bukan antara Presiden dan Fraksi yang ada di DPR. Kendati putusan ini belum terlaksana hingga saat ini, tetapi MK telah memberikan pola demikian,” jelas Saldi.
Untuk contoh lainnya, Saldi juga menyebutkan pada putusan MK yang menerjemahkan frasa “sebuah komisi pemilihan umum” dalam Pasal 22E ayat (5) UU 32/2004. Atas hal ini, oleh MK diterjemahkan tidak menjadi satu lembaga tunggal. Maka dari ini, lahirlah lembaga bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Jadi KPU, Bawaslu, DKPP itu berasal dari putusan MK. Bahwa sebuah komisi pemilihan umum itu tidak hanya KPU, tetapi ada badan lainnya. Inilah tafsir baru yang dikembangkan MK,” ungkap Saldi yang selama menjadi hakim konstitusi telah menerbitkan 7 – 8 buku dengan berbagai pokok bahasan yang terkait dengan hukum, pemerintahan, dan tata negara.
Pada akhir paparannya, Saldi mengajak para akademisi termasuk mahasiswa untuk mulai mempelajari hukum dari lembaga negara dengan pendekatan komprehensif. Diharapkan bahasan yang diulas tidak berhenti dengan bunyi konstitusi yang baku, tetapi juga dengan mengamati dengan saksama perkembangan yang terjadi di lembaga negara itu sendiri. Usai memaparkan materi, ia pun memberikan kesempatan diskusi terbuka melalui tanya-jawab dengan para peserta diskusi untuk makin memperkuat pemahaman materi yang disajikan pada kegiatan kuliah daring ini. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari