TEMPO Interaktif, Jakarta: Kejaksaan dinilai melewati kewenangannya karena menyatakan kasus Trisakti dan Semanggi I-II tidak dapat ditindaklanjuti. "Mestinya yang menyatakan itu adalah hakim di pengadilan," kata anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Yoseph Adhi Prasetyo kepada wartawan di kantornya, Selasa (15/4).
Sebelumnya, Kejaksaan menyatakan kasus dugaan pelanggaran HAM Trisakti dan Semanggi tak bisa dilanjutkan. Berkas kasus itu dan tiga lainnya sudah dikembalikan ke komisi untuk dilengkapi.
Yoseph mengkritik sikap kejaksaan yang belum melakukan penyidikan namun sudah menyatakan nebis in idem atau seseorang tidak bisa dihukum dua kali untuk kejahatan yang sama.
Selain itu, menurut dia, dengan menyatakan kasus itu tak bisa ditindaklanjuti, berarti kejaksaan juga telah melangkahi kewenangan DPR yang membuat rekomendasi untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc.
Hingga kini, lanjut Yoseph, tak satupun anggota komisi yang melihat berkas yang dikembalikan itu. "Sehingga kami belum mengambil sikap," katanya.
Pengembalian keempat berkas itu, kata dia, dilakukan dengan cara yang tidak etis. "Masa dititipkan ke satpam," katanya.
Padahal, Yoseph melanjutkan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan prosedur pengembalian berkas dilakukan penyidik kepada penyelidik. "Apa satpam itu penyidik?" tanyanya.
Oleh karenanya, dia menghimbau kejaksaan agar mengulang proses pengembalian berkas tersebut. "Datang saja ke sini dan berikan kepada kami," ujarnya.
Yoseph menambahkan, dalam waktu dekat komisi akan bertemu dengan Komisi Hukum DPR. Salah satu hal yang akan dibicarakan adalah masalah ini. "Komisi III kan juga punya andil dalam persoalan HAM," ujarnya.
Jika kasus ini tidak bisa diselesaikan di dalam negeri, Yoseph memperkirakan, tak menutup kemungkinan pihak asing akan masuk untuk ikut menangani kasus tersebut. "Jika nasional tak bisa tangani, asing dimungkinkan masuk lalu diselesaikan lewat jalur internasional," katanya.
Yoseph mencontohkan beberapa kasus pelanggaran HAM berat yang diselesaikan melalui mahkamah internasional, seperti kasus di Rwanda dan Yugoslavia. (Rini Kustiani )
Sumber www.tempointeraktif.com
Foto www.google.co.id