JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tojo Una-Una Nomor Urut 2 Rendi M. Afandy Lamadjido dan Hasan Lasiata. Putusan Nomor 28/PHP.BUP-XIX/2021 untuk PHP Kada Kabupaten Tojo Una-Una dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman saat pengucapan Amar Putusan dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 (PHP Kada 2020), Jumat (19/3/2021).
“Dalam Eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Anwar didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul menyampaikan pendapat Mahkamah terkait dalil adanya penyalahgunaan DPTb dan DPPh dengan memanfaatkan Surat Keterangan dan KTP-el dalam pemilihan di Kabupaten Tojo Una-Una. Ia melanjutkan permasalahan tersebut pada 83 TPS yang disebut oleh Pemohon. Pada permohonan Pemohon, hanya disebutkan jumlah DPTb dan DPPh tanpa menjelaskan adanya permasalahan di TPS yang dimaksudkan.
“Setelah memeriksa dan menyandingkan bukti, Mahkamah mendapati jumlah pengguna DPTb dan DPPh di TPS yang dimaksud telah sesuai dengan daftar hadir pemilih kecuali pada beberapa TPS tertentu saja,” ujar Manahan dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK dan diikuti para pihak secara virtual.
Baca juga: Pemilih Ganda dan Tidak Ada TPS Jadi Alasan Sengketa Pilbup Tojo Una-Una dan Poso
Berikutnya berkaitan dengan persoalan selisih suara dari surat suara cadangan, surat suara cadangan melebihi 2,5% dari DPT, dan pemilih tambahan melebihi surat suara cadangan di beberapa TPS, Mahkamah menilai hal demikian bukan tidak mungkin terjadi. Sebab, Pasal 20 ayat (1) PKPU 18/2020 menyebutkan perihal ketentuan tersebut. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat hal tersebut sangat mungkin terjadi karena dapat saja jumlah pemilih tambahan berjumlah lebih dari surat suara cadangan. Sedangkan terkait dengan adanya pemilih tambahan yang tidak mencantumkan alamat pemilih, dari fakta di persidangan Bawaslu telah mengeluarkan rekomendasinya untuk dilakukan pembukaan kotak dan melihat bukti perkara tersebut.
“Namun hal tersebut tidak memengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon. Dengan demikian, menurut Mahkamah terhadap dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” jelas Manahan.
Lebih lanjut Manahan menyebutkan, berpedoman pada ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 62 ayat (2) UU 10/2016 telah pula memberikan jalan keluar bagi pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT karena keadaan tertentu. Atas hal tersebut, MK dalam Putusannya pun pernah menegaskan hak pilih dan memilih yang dijamin undang-undang. “Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat pula hak untuk memilih tidak boleh dihambat. Penting untuk menjaga hak konstitusional warga negara untuk dapat memilih dan dipilih,” sebut Manahan.
Berikutnya Hakim Konstitusi Saldi menyebutkan persoalan dalil adanya kejanggalan dalam penerbitan DPTb berdasarkan KTP-el dan Suket dengan ditemukannya ada beberapa orang yang menggunakan e-KTP yang ternyata juga terdaftar sebagai pemilih di kabupaten lain namun dengan NIK berbeda. Atas hal ini, sambung Saldi, Mahkamah memeriksa secara saksama bahwa bukti yang diajukan tidak cukup meyakinkan Mahkamah terhadap kebenaran pemilih dengan KTP-el yang disebutkan tersebut merupakan penduduk dari kabupaten lain.
Baca juga: Bawaslu Banggai: PSU Digelar Karena Ada Pemilih Gunakan Hak Pilih Orang Lain
Tidak Terjadi Lagi
Selanjutnya, Manahan membacakan pertimbangan hukum Mahkamah terhadap kemungkinan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang di 4 TPS Desa Uematopa yang dapat memengaruhi signifikansi perolehan suara Pemohon. Atas hal ini, Mahkamah menghitung signifikansi tersebut dengan mendasarkan pada bukti Model D Hasil. Kendati seluruh surat suara yang tersedia digunakan dan kesemuanya memilih Pemohon, namun perolehan suara Pemohon tetap tidak bisa melampaui perolehan suara Pihak Terkait.
“Meskipun pengandaian semua suara pemilih akan memilih hanya satu pasangan calon tertentu, kemungkinannya sangat kecil akan terjadi. Pelaksanaan PSU dimaksud tidak akan mampu mengubah secara signifikan komposisi perolehan suara pasangan calon peraih suara terbanyak. Oleh karena itu, Mahkamah tidak memandang perlu untuk dilakukan PSU,” ucap Manahan.
Pada akhir penyampaian pertimbangan hukum Mahkamah, Manahan mengingatkan agar ke depan kejadian demikian tidak terjadi lagi. Sebab, hak warga negara untuk memilih dan dipilih adalah hak konstitusional yang tidak boleh dihalang-halangi. Artinya, menghalangi pemilih untuk memilih, baik dengan kekerasan ataupun tidak merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara sekaligus hak asasi manusia yang diancam dengan pidana.
Baca juga: Saksi Ungkap Penggelembungan Suara Akibat Adanya Pemilih Ganda
Pada sidang terdahulu Pemohon memohonkan pembatalan terhadap Keputusan KPU Kabupaten Tojo Una-Una Nomor 502/HK.03.1-Kpt/7209/KPU-Kab/XII/2020 Tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020. Sesuai pokok permohonan, Pemohon mengatakan adanya selisih perolehan suara Pemohon lebih dikarenakan adanya pencoblos ganda dengan menggunakan KTP-el dan Surat Keterangan (Suket) yang tidak diketahui keabsahannya. Hal ini diduga berdampak pada perolehan suara Paslon Nomor Urut 3 Mohammad Lahay dan Ilham yang memeroleh 33.822 suara, sedangkan Pemohon memeroleh 33.028 suara. Peristiwa tersebut pun diduga Pemohon terjadi pada hampir 83 TPS di Kabupaten Tojo Una-Una. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari
Editor Video : M Nur
Reporter : Bayu
Pengunggah : Ifa Dwi Septian