JAKARTA, HUMAS MKRI -Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya terhadap perkara yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Malaka Nomor Urut 2 Stefanus Bria Seran dan Wendelinus Taolin. Dalam sidang Pengucapan Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 (PHP Kada 2020) Kabupaten Malaka pada Kamis (18/3/2021) ini, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.
Terkait perkara yang teregistrasi Nomor 24/PHP.BUP-XIX/2021 ini, Manahan mengatakan terhadap dalil adanya NIK siluman dan daftar pemilih tetap (DPT) ganda, Mahkamah berpendapat dugaan mengenai DPT tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan Putusan MK Nomor 85/PUU-X/2012 bertanggal 13 Maret 2013,yang intinya menyatakan hal demikian berkaitan dengan pengelolaan data kependudukan yang masih belum selesai. Pada perkara a quo, ketidakcocokan data ini telah diklarifikasi Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Malaka.
Mahkamah pun telah melakukan pencermatan terhadap persoalan rekayasa DPT ini. Mahkamah mendapati secara umum Pemohon mendalilkan rekayasa DPT tersebut dimaksudkan agar pemilih dapat memilih lebih dari satu kali dan agar terjadi penggelembungan suara pada paslon tertentu. Dari beberapa sampel kasus yang didalilkan Pemohon terkait dengan pemilih dapat memilih lebih dari satu kali, tidak dibuktikan dengan bukti yang cukup serta meyakinkan jika hal tersebut benar terjadi.
“Pemohon hanya menghadirkan bukti berupa Model A.3 KWK, Model C Daftar Hadir Pemilih Tambahan untuk beberapa TPS, Model C. Hasil Salinan-KWK, Hasil Sinkronisasi DPT dengan Data Base Kependudukan, DPT Berbintang, dan Surat Keterangan Penduduk Desa. Sehingga Mahkamah tidak dapat mengetahui secara pasti apakah pemilih yang namanya disebutkan oleh Pemohon tersebut menggunakan hak pilihnya ataukah tidak,” sebut Manahan dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK.
Baca juga: Paslon Bupati Sumba Barat, Malaka, dan Manggarai Barat Gugat Hasil Pilbup
Suket dan KTP-el
Berikutnya Hakim Konstitusi Saldi melanjutkan membacakan pertimbangan hukum Mahkamah bahwa sehubungan dengan dalil adanya penerbitan suket dan KTP-el oleh Termohon (KPU Kabupaten Malaka) sejumlah 328 lembar yang tersebar di 12 kecamatan. Mahkamah berpendapat Pemohon tidak menguraikan keterkaitan penerbitannya dengan penggunaan KTP elektronik (KTP-el) dengan perolehan suara masing-masing pasangan calon. Selain itu, sambung Saldi, Pemohon juga tidak menguraikan dengan jelas apakah digunakan pemilih untuk memilih salah satu pasangan calon. Kendati digunakan, Pemohon tidak dapat membuktikan kebenaran dari penyalahgunaan Suket dan KTP-el oleh pemilih.
“Andaipun Suket dan KTP-el digunakan oleh pemilih dalam rangka menggunakan hak pilihnya, hal tersebut diperbolehkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XVII/2019 bertanggal 28 Maret 2019. Oleh karena itu, mengenai penerbitan Suket yang tersebar di 12 kecamatan sebelum hari pemungutan dan penggunaan KTP Elektronik pada TPS di 12 kecamatan di Kabupaten Malaka tidak beralasan menurut hukum,” tegas Saldi dalam sidang yang dihadiri para pihak secara virtual dari kediaman masing-masing.
Baca juga: KPU Bantah Dalil Rekayasa Pemilih Siluman pada Pilbup Kabupaten Malaka
Putusan Pengadilan
Sementara itu, terkait dengan dalil politik uang Mahkamah pada sidang terdahulu telah terungkap jika permasalahan ini telah diputus melalui Putusan Pengadilan Negeri Atambua. Pada intinya, sambung Saldi, terdakwa Yohanes Bria Klau (tim pemenang Paslon Nomor urut 02 Stefanus Bria Seran dan Wendelinus Taolin) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana politik uang. Selain itu, putusan pengadilan tersebut juga dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Kupang.
Namun Pemohon masih keberatan dengan putusan tersebut karena belum berkekuatan hukum tetap dan sedang dalam proses kasasi. Atas hal ini, Mahkamah menemukan fakta salah satu pertimbangan yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Kupang meskipun belum berkekuatan hukum tetap, putusan demikian telah mempertimbangkan dengan jelas terkait dengan kedudukan terdakwa Yohanes Bria Klau.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut Mahkamah berpendapat dalil Pemohon mengenai adanya praktik politik uang yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor 1 Simon Nahak dan Louise Lucky Taolin yang menjanjikan untuk memberikan gaji bagi para pemangku adat atau fukuh jika memilihnya, tidak beralasan menurut hukum,” ucap Saldi.
Baca juga: Bernard L. Tanya: Penyelenggara Pilkada Harus Berasaskan Jurdil dan Mandiri
Sebelumnya, Pemohon mengatakan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Malaka Nomor Urut 1 menjanjikan memberikan gaji bagi para pemangku adat apabila memilih paslon tersebut. Atas kejadian ini, Pemohon tidak melihat Bawaslu memberikan peringatan dan cenderung membiarkan peristiwa tersebut terjadi begitu saja. Menurut Pemohon kasus politik uang demikian seharusnya diberikan sanksi administrasi berupa pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah sesuai dengan ketentuan Pasal 73 ayat (1) dan ayat (2) dan dapat dipidanakan berdasar Pasal 187a UU Nomor 10 Tahun 2016.
Di samping itu, Pemohon juga mendalilkan telah terjadi pelanggaran yang bersifat sistematis berupa pencantuman pemilih siluman dalam daftar pemililih tetap (DPT). Hal ini ditemui pihaknya dalam jumlah yang cukup besar dan tersebar pada hampir seluruh TPS di 12 kecamatan di Kabupaten Malaka dengan menggunakan beberapa modus, di antaranya Termohon memodifikasi identitas pemilih siluman, seperti Nama, NIK, NKK, tanggal dan bulan lahir, serta alamat. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar pihaknya ditetapkan sebagai pemenang dan mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 Simon Nahak dan Louise Lucky Taolin. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari
Editor Video : M Nur
Reporter : Bayu
Pengunggah : Rudi