JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati Belu (PHP Bupati Belu) yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 Willybrodus Lay dan J.T Ose Luan. Putusan Nomor 18/PHP.BUP-XIX/2021 dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan PHP Bupati Belu pada Kamis (18/3/2021) pagi di Ruang Sidang Pleno MK.
“Dalam eksepsi Termohon dan Pihak Terkait berkenaan dengan kewenangan Mahkamah dan permohonan Pemohon tidak jelas. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Anwar membacakan amar putusan.
Baca juga: Dugaan Kecurangan dalam Pilbup Belu dan Indragiri Hulu
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Mahkamah menanggapi dalil Pemohon tentang adanya pengurangan suara Pemohon karena surat suara dinyatakan tidak sah oleh KPPS padahal lubang coblos berada pada Pemohon di beberapa TPS. Enny menjelaskan setelah Mahkamah mencermati bukti Pemohon tampak bahwa ukuran dan bentuk lubang coblos tidak seukuran paku sebagaimana alat coblos di TPS. Maka dari itu, Mahkamah berpendapat tindakan KPU Kabupaten Belu (Termohon) dapat dibenarkan karena memiliki dasar hukum yang jelas dan telah sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku dan terbukti.
“Bahwa Termohon tidak membedakan perlakuan dalam menentukan surat suara tidak sah baik bagi Pemohon maupun Pihak Terkait. Terhadap keberatan dan atau permasalahan tersebut telah diselesaikan pada saat pleno di tingkat kecamatan (Kecamatan Atambua Selatan) dan saksi Pemohon telah menerimahasil penyelesaiantersebut dengan dibuktikan dengan tidak ada lagi catatan keberatan mengenai penentuan surat suara sah atau tidak sah dalam Model D-Kejadian Khusus atau Keberatan Kecamatan KWK,” sebut Enny.
Baca juga: Tidak Ada Keberatan, KPU Kabupaten Belu Nilai Permohonan Bukan Kewenangan MK
Tidak Beralasan
Mengenai dalil Pemohon di TPS 3 Desa Renrua tentang adanya tiga pemilih yang bermasalah, Mahkamah tidak menemukan nama Oktavianus Hane (pemilih dibawah umur) dalam DPT TPS 3 Desa Renrua Kecamatan Raimanuk dan hanya ada nama yang mirip, namun tidak hadir pada saat pemilihan. Selanjutnya, Mahkamah berpendapat adanya perbedaan penulisan nama atas nama Willybrodus Fahik (tidak mendapat form C-6 dan tidak diperbolehkan mencoblos meskipun terdaftar dalam DPT), namun merujuk pada orang yang sama dan serta Yanuarius Lisu yang berdasarkan kesaksian Termohon pemilih tidak mendapat form C6 pada saat pembagian Form C6 karena pemilih sedang tidak berada di tempat.
Mahkamah juga menyatakan dalil Pemohon mengenai adanya pemilih tambahan yang berasal dari kabupaten lain serta adanya pemilih tambahan menggunakan KTP yang tidak terdaftar/tidak valid berdasarkan aplikasi Cek KTP tidak beralasan menurut hukum.
“Bahwa aplikasi Cek KTP pada smartphone berbasis android di Google Play Store adalah tidak beralasan menurut hukum karena aplikasi tersebut tidak diakui oleh pemerintah karena tidak bersumber dari data kependudukan Kementrian Dalam Negeri,” papar Enny.
Politik Uang Tidak Terbukti
Selanjutnya, dalil pemohon terkait politik uang dan mobilisasi massa telah dibantah oleh Pihak Terkait karena faktanya Pihak Terkait tidak pernah bekerja sama dan tidak terlibat persoalan pembagian sembako kepada masyarakat dengan Yayasan Fahiluka. Hal tersebut diperkuat dengan hasil pemerikasaan oleh Bawaslu Kabupaten Belu mengenai laporan tersebut yang tidak ditindaklanjuti karena tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilihan terkait dengan money politics. Selain itu, lanjut Enny, terkait mobilisasi massa pemilih yang terdiri dari mahasiswa dan karyawan toko, Saksi Pemohon dalam pemeriksaan persidangan mengakui bahwa tidak pernah melaporkan peristiwa tersebut ke Bawaslu Kabupaten Belu dan tidak mengetahui di TPS mana massa tersebut akan memilih.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah tidak menemukan bukti dan keyakinan yang cukup mengenai adanya pelanggaran berupa praktik money politics dan mobilisasi massa oleh Pihak Terkait yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masih memengaruhi perolehan suara Pemohon. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” ujar Enny.
Enny melanjutkan berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil-dalil permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. “Menimbang bahwa terhadap dalil-dalil Pemohon selain dan selebihnya serta hal-hal lain yang berkaitan dengan permohonan a quo, tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena menuru Mahkamah tidak ada relevansinya, dan oleh karenanya harus dinyatakan pula tidak beralasan menurut hukum,” tandas Enny.
Baca juga: Sidang PHP Kabupaten Belu Hadirkan Sejumlah Saksi
Perkara PHP Bupati Belu dengan Nomor 18/PHP.BUP-XIX/2021diajukan oleh Willybrodus Lay dan J.T Ose Luan meminta MK membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Belu Nomor 224/PL.02.6-Kpt/5304/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belu Tahun 2020, yang disahkan pada 16 Desember 2020. Pemohon mendalilkan adanya pelanggaran-pelanggaran meliputi pengurangan suara pemohon di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) seperti di TPS Desa Maneikun Kecamatan Lasiolat, TPS Kelurahan Fatubenao Kecamatan Kota Atambua dan di beberapa TPS lainnya; penambahan suara bagi pasangan calon Nomor Urut 2 di sejumlah TPS seperti TPS Desa Ren Rua Kecamaan Raimanuk dan beberapa TPS lainnya; pemilih tambahan yang berasal dari Kabupaten lain diluar Kabupaten Belu; dan sejumlah pemilih yang menggunakan KTP yang tidak valid. Selain keempat dugaan kecurangan tersebut, Pemohon menemukan adanya indikasi politik uang serta mobilisasi massa pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belu Tahun 2020. (*)
Penulis : Fuad Subhan
Editor : Lulu Anjarsari
Editor Video : M Nur
Reporter : Panji
Pengunggah : Rudi