JAKARTA, HUMAS MKRI - Panel I Hakim Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan pemeriksaan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 (PHP Kada 2020) untuk Kabupaten Solok. Sidang Perkara Nomor 77/PHP.BUP-XIX/2021 ini digelar pada Jumat (26/2/2021) dengan agenda mendengarkan keterangan Saksi dan Ahli Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait serta pembuktian.
Dalam sidang tersebut, Pasangan Calon Nomor Urut 1 Nofi Candra dan Yulfradi menghadirkan sejumlah saksi, salah satunya adalah Yoce Yolanda Kurnia selaku koordinator saksi di TPS Nagari Salayo. Ia memberikan beberapa keterangan mengenai adanya seorang pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya, tetapi menggunakan hak pilih orang lain yang saat saksi Pemohon tidak berada di TPS 08 Nagari Salayo. Selain itu, terdapat juga dua orang pemilih, yakni Satria Ade Putra dan Wornelis yang tidak bisa memilih di TPS 28 karena terlambat hadir. Namun kedua nama tersebut dipergunakan orang lain untuk memilih.
Atas hal ini, Ketua Panel Arief Hidayat langsung mengonfirmasi dengan bukti daftar hadir yang dimiliki oleh KPU Kabupaten Solok. Ia menegaskan kehadiran saksi yang hanya mendapat laporan akan menjadi kesaksian yang lemah. “Bu Yoce, Anda di bawah sumpah untuk memberikan kesaksian, jangan sampai Anda berbohong karena nanti bisa dituntut ke pengadilan,” ujarnya.
Kemudian, dalam persidangan terungkap fakta bahwa atas nama Satria Ade Putra tidak mencantumkan tanda tangan dalam daftar hadir. Hal ini ditemukan ketika Panel Hakim langsung mengonfirmasi daftar hadir pada para pihak yang hadir dalam persidangan. “Atas nama Satria tidak memilih,” ucap Arief.
Menanggapi konfirmasi alat bukti tersebut, Yoce langsung menekankan atas nama Wornelis dan Satria tidak memilih. “Kedua-duanya tidak memilih dan tidak menandatangani,” ujar Yoce. Pernyataan Yoce ini dipertanyakan oleh Panel Hakim karena tidak ada bubuhan tanda tangan di dalam daftar hadir.
Baca juga: Adanya Dugaan Pelanggaran TSM dan Administratif dalam Pilbup Purworejo, Solok, dan Rembang
Permasalahan Daftar Hadir
Pemohon juga menghadirkan Riki selaku saksi mandat Kecamatan Lembah Gumanti yang terdiri dari 132 TPS. Dalam keterangannya, ia mempersoalkan mengenai tanda merah dalam SIREKAP yang diduga sebagai ketidaksinkronan data atau kesalahan input di TPS 6, TPS 9 dan TPS 11 Nagari salimpat. Atas hal tersebut, saksi meminta daftar hadir dari Termohon, namun tidak diberikan. Setelah Pemohon mendapatkan bukti foto daftar hadir, Riki menduga ada kemiripan tanda tangan beberapa pemilih dalam daftar hadir tersebut. Menurutnya, ada seorang pemilih yang mengisi sendiri daftar hadir tersebut.
Menanggapi pernyataan saksi tersebut, KPU Kabupaten Solok yang diwakili oleh Yusrial menyampaikan tanda merah dalam SIREKAP bisa disebabkan karena belum terinputnya semua data disetiap TPS. Mengenai kesulitan saksi mendapatkan daftar hadir, menurut Termohon, formulir salinan C.Hasil telah dberikan di tingkat PPS sudah diberikan salinan kepada masing-masing saksi, namun terkait daftar hadir tidak bisa dberikan kepada saksi berdasarkan rujukan Peraturan Mendagri yang menyebutkan bahwa daftar hadir termasuk data yang dikecualikan.
Dalam sidang ini, Mahkamah juga memperdengarkan kesaksian dari KPU Kabupaten Solok selaku Termohon yang menghadirkan tiga orang saksi, yakni Yuda Saputra Wijaya, Isra Mitra dan Rahadian Asminda. “Tidak ada laporan, keberatan atau catatan kejadian khusus dari para saksi pada berita acara rekapitulasi,” ucap Yudi.
Sementara Isra Mitra selaku Ketua KPPS TPS 9 Salayo memberikan keterangan bahwa semua saksi menandatangani berita acara rekapitulasi pemillihan. Ia juga menerangkan bahwa tidak ada warga yang dilarang untuk mencoblos pada saat hari pemilihan sebagai sanggahan atas apa yang didalilkan Pemohon.
Baca juga: KPU Kabupaten Solok Bantah Adanya Perusakan Surat Suara
Keterangan Ahli
Dalam sidang tersebut, Pasangan Calon Nomor Urut 1 Nofi Candra dan Yulfradi juga menghadirkan Ahli, yakni Nelson Simanjuntak. Nelson mengungkapkan berbagai bentuk kecurangan yang terjadi pada saat pemungutan dan penghitungan suara dapat dicegah oleh KPU maupun Bawaslu jika dari jauh hari telah menyadari akan adanya potensi kecurangan tersebut. Menurutnya, KPU dan Bawaslu seharusnya dapat mencegah potensi kecurangan tersebut. Namun jika pelanggaran-pelanggaran masih relatif terus terjadi, maka penyelenggara pemilu harus mengambil langkah-langkah agar kecurangan-kecurangan tersebut tidak menciderai rasa keadilan pemilih dan tidak merusak legitimasi hasil pemilihan.
“Bawaslu yang seharusnya melakukan pengawasan, pencegahan dan penindakan justru terlihat sebagai pemantau pemilu yang hanya mencatat apa yang terjadi tanpa ada upaya untuk menelusuri kenapa sesuatu tersebut terjadi,” ucap Nelson di hadapan sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Manahan M.P Sitompul tersebut.
Sebelumnya, Perkara PHP Bupati Solok Nomor 77/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1 Nofi Candra dan Yulfradi selaku Pemohon yang mendapat selisih suara sebanyak 814 dengan Paslon 2, yakni Epyardi Asda dan Jon Firman Pandu (Pihak Terkait) berdasarkan penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU Solok.
Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan pengurangan suara yang dialami dengan cara merusak surat suara sah oleh KPPS sehingga menjadi surat suara tidak sah, serta banyak pemilih yang mencoblos dua kali yang melibatkan petugas KPPS serta persoalan terkait tidak profesionalnya KPU. Selain itu, Pemohon juga mempersoalkan tentang perbedaan jumlah pengguna hak pilih dalam DPT antara pemilih dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatra Barat Tahun 2020 untuk penghitungan hasil suara di Kabupaten Solok dengan dengan pemilihan bupati dan wakil bupati Kabupaten Solok 2020 serta politik uang yang yang masif terjadi dan laskar merah putih dijadikan simbol kebal hukum dari paslon 2 serta keberpihakan 74 Wali Nagari.(*)
Penulis : Fuad Subhan
Editor : Lulu Anjarsari
Editor Video : M Nur
Reporter : Panji
Pengunggah : Fuad Subhan