JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah pada Selasa (16/2/2021) sore. “Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Mahkamah mempertimbangkan mengenai dalil Pemohon terkait tingginya jumlah DPTb di seluruh kecamatan di Provinsi Kalimantan Tengah akibat KPPS mempersilakan pemilih di TPS walau tidak sesuai RT/RW dalam e-KTP. Berdasarkan hasil rekomendasi Bawaslu, dalil Pemohon tersebut terjadi di lima TPS.
“Dan Bawaslu telah merekomendasikan kepada KPU Kabupaten Kotawaringin Barat, KPU Kabupaten Kotawaringin Timur, dan KPU Kabupaten Barito Utara setempat untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang di wilayah tersebut paling lambat empat hari setelah pelaksanaan pungut hitung,” ujar Wahiduddin.
Kemudian terkait pelanggaran jumlah pemilih tidak terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilih dengan KTP elektronik, Wahiduddin menyampaikan berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu pada Formulir Model D, tidak ditemukan keberatan yang disampaikan oleh saksi Pemohon. Wahiduddin menyampaikan tidak adanya keberatan dari saksi paslon terkait dalil adanya ketidaknetralan KPU Kalimantan Tengah.
“Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, Mahkamah berpendapat terhadap permohonan a quo, tidak terdapat alasan untuk menyimpangi ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di Mahkamah. Oleh karena itu, tidak ada relevansinya untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian,” ucap Wahiduddin.
Terkait kedudukan hukum, Wahiduddin menyebut Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum karena ambang batas selisih suara. Ia menyebut sesuai dengan Pasal 158 ayat (1) huruf b UU 10/2016 menyatakan bahwa jumlah perbedaan suara antara Pemohon dengan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak 1,5% x 1.038.928 suara (total suara sah), yakni 15.538 suara.
“Bahwa perolehan suara Pemohon adalah 502.800 suara. Sedangkan perolehan suara Pihak Terkait (pasangan calon peraih suara terbanyak) adalah 536.128 suara. Sehingga, perbedaan perolehan suara antara Pemohon dan Pihak Terkait adalah 536.128 suara dikurangi 502.800 suara yakni 33.328 suara (3,2%) atau lebih dari 15.538 suara,” urai Wahiduddin.
Sebelumnya, Perkara Nomor 125/PHP.GUB-XIX/2021 diajukan oleh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Nomor Urut 1 Ben Ibrahim S. Bahat dan Ujang Iskandar. Pemohon berpendapat bahwa selisih suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait didapatkan dari banyaknya pelanggaran yang sangat mendasar, baik dalam keseluruhan proses pilkada maupun di dalam proses pemungutan suara. Sejumlah dalil juga disampaikan oleh Pemohon pada persidangan pendahuluan antara lain pelanggaran dan pembiaran oleh Termohon atas tugas dan kewajibannya sebagai penyelenggara Pilkada, adanya indikasi kecurangan yang terjadi pada Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Kalimantan Tengah Tahun 2020 dengan cakupan wilayah yang sangat luas di 14 Kabupaten/Kota se-Provinsi Kalimantan Tengah. Di samping itu, Pemohon juga mengeluhkan adanya indikasi ketidaknetralan Bawaslu dalam proses Pilkada di Kalimantan Tengah, di antaranya ditolaknya hampir semua laporan ke Bawaslu sebelum memenuhi upaya prosedural yang seharusnya dilakukan Bawaslu. Dalam petitumnya, Pemohon melalui kuasa hukumnya memohon kepada Mahkamah untuk membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 075/PL.02.6-Kpt/62/Prov/XII/2020. (*)
Penulis : Fuad Subhan
Editor : Lulu Anjarsari
Editor Video : M Nur
Reporter : Panji
Pengunggah : Fuad Subhan