JAKARTA, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menghadiri pengukuhan Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syaifuddin sebagai Guru Besar Tidak Tetap Bidang Ilmu Hukum Pidana Universitas Diponegoro secara virtual, Kamis, (11/02/2021). Acara pengukuhan juga dihadiri Presiden dan Wakil Presiden, para hadirin serta undangan yang mengikuti secara luring dengan protokol kesehatan, serta secara daring.
Syarifuddin membacakan pidato pengukuhan guru besar dengan tema “Pembaruan Sistem Pemidanaan dalam Praktik Peradilan Modern, Pendekatan Heuristika Hukum”. Syarifuddin mengatakan, hakim, hukum, dan keadilan ibarat tri tunggal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hakim memiliki peranan penting untuk menyelaraskan hukum dan keadilan, menafsirkan aturan, membentuk kaidah baru dalam sebuah norma.
“Menjatuhkan pidana merupakan kulminasi dari pergulatan nurani dan kerja kreatif hakim untuk menegakan hukum dan keadilan,” ujar Pria kelahiran Baturaja itu.
Lebih lanjut Syarifuddin mengatakan, penegakan hukum adalah proses memilih dan memilah lalu menentukan bentuk akhir sebagai heuristika. Penegakan hukum adalah seni yang membutuhkan kemampuan khusus yang dimiliki aktor pelaksananya, yakni hakim-hakim. Penegakan hukum harus dapat menarasikan keadilan secara paripurna, di dalamnya terdapat rasionalisasi kerangka pikir dan keadilan substantif.
Hakim melalui putusannya bertanggung jawab kepada Tuhan sehingga hakim merupakan satu-satunya jabatan menjalankan sebagian dari kekuasaan Tuhan untuk menegakkan keadilan sehingga hakim dipanggil yang mulia. Namun demikian, letak kemuliaan itu bukan pada kekuasaannya yang besar, melainkan pada sifat kearifan dan kebijaksanaan seorang hakim secara individu.
Syarifuddin mengungkapkan, masih ada pemidanaan yang menimbulkan disparitas atau perbedaan jarak pemidanaan, terutama putusan dalam tindak pidana korupsi yang memiliki masalah hukum yang sama menimbulkan ketidakadilan. Masyarakat pada umumnya subyektif memaknai keadilan.
“Disparitas dianggap turut bertanggung jawab atas munculnya ketidakadilan, sehingga dikhawatirkan memunculkan sikap skeptis terhadap aparat penegak hukum, dan penghargaan orang terhadap hukum menjadi rendah,” kata Syarifuddin.
Syarifuddin mengatakan keadilan prosedural membuat orang terhambat mendapatkan keadilan. Selain itu, ditambahkan olehnya, kemandirian hakim terdiri dari dua hal, yakni kemandirian dalam berpikir dan kemandirian dalam membuat putusan. Pemecahan masalah akan sulit jika seorang hakim hanya terpaku mengikuti aturan normatifnya saja. Oleh karena menurutnya hakim harus berpikir secara holistik dan progresif untuk mewujudkan keadilan yang sejati.
Terakhir, Syarifuddin mengutip pesan Umar bin Khattab kepada Abu Musa al Asy’ari “Persamakanlah kedudukan manusia dalam pandanganmu, majelismu, dan keputusanmu, sehingga orang yang lemah tidak berputus asa dari keadilanmu, sebaliknya, orang yang memiliki kedudukan tinggi tidak dapat menarikmu kepada kecurangan”.
Penulis: Ilham Wiryadi Muhammad.
Editor: Nur R.