JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar persidangan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Nunukan dan PHP Bupati Malinau pada Jumat, pukul 13.30 WIB di persidangan panel II dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. Agenda persidangan adalah mendengarkan jawaban Termohon, keterangan Pihak terkait, keterangan Bawaslu dan pengesahan alat bukti.
Permohonan PHP Bupati Nunukan, perkara Nomor 49/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan Pasangan calon (paslon) Nomor Urut 2 Danni Iskandar dan Muhammad Nasir. Sedangkan permohonan PHP Bupati Malinau, perkara Nomor 66/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan Paslon Nomor Urut 2 Jhonny Liang Impang dan Muhrim.
Baca juga:
Mobilisasi ASN dalam Pilkada Tapanuli Selatan, Malinau dan Nunukan
Pada persidangan pendahuluan yang digelar pada Kamis (28/1), kuasa hukum Nomor Urut 2 Danni Iskandar dan Muhammad Nasir menjelaskan kepada Majelis Panel Hakim perihal objek sengketa yang melatarbelakangi gugatannya yaitu bahwa selisih hasil perolehan suara Paslon Nomor Urut 1 dan Paslon Nomor Urut 2 menurut Termohon adalah 2.660 suara dan menolak hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Nunukan sebagai Termohon, Nomor 797/PL.02.6-Kpt/6503/Kpu-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Nunukan Tahun 2020 di mana Termohon menetapkan peraih suara terbanyak adalah Paslon Nomor Urut 1 Asmin Laura dan Hanafiah dengan perolehan suara sebesar 48.019 suara.
Pemohon juga mendalilkan bupati incumbent diduga telah melakukan kecurangan money politic berupa pemberian tunjangan tambahan penghasilan kepada pegawai Badan Pengelola Perbatasan Daerah Kabupaten Nunukan, pemberian tunjangan tambahan penghasilan Aparatur Sipil Negara (ASN) di pemerintahan daerah Kabupaten Nunukan, dan pemberian tunjangan kepada ribuan guru SD dan SMP di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan.
Menanggapi permohonan yang diajukan oleh Paslon Nomor Urut 2 tersebut, KPU Kabupaten Nunukan melalui kuasa hukumnya, antara lain menyatakan dugaan pelanggaran administratif yang didalilkan Pemohon seharusnya diselesaikan oleh Bawaslu Kabupaten Nunukan dan bukan merupakan kewenangan MK untuk memutus serta mengadilinya. Selain itu, KPU Kabupaten Nunukan menyebutkan permohonan Pemohon tidak memenuhi persyaratan ambang batas suara dalam pengajuan PHP ke MK. Terakhir, KPU menilai permohonan bersifat obscuur libel atau kabur karena rumusan antara posita dan petitum yang dirumuskan oleh Pemohon.
Bawaslu Kabupaten Nunukan dalam keterangannya menjelaskan kepada panel hakim terkait dugaan money politic tersebut. Bawaslu Kabupaten Nunukan mendapatkan surat pelimpahan dari Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara terkait pelanggaran tindak pidana pemilihan yaitu penggunaan money politic oleh calon petahana untuk kepentingan politik yang dibayarkan pada tanggal 5, 7, dan 8 Desember tahun 2020 atau menjelang hari pencoblosan. Kemudian Bawaslu Kabupaten Nunukan melakukan registrasi terhadap pelanggaran tersebut. Pada 23 Desember, Bawaslu melakukan rapat perdana terkait pelaporan dan menghasilkan keputusan melanjutkan ke tahap klarifikasi terhadap pelapor, pihak terkait dan ahli. Proses klarifikasi menghasilkan kesimpulan bahwa pelaporan tidak mengandung unsur pelanggaran yang diduga oleh Pemohon. Sehingga, pelaporan tersebut tidak dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan atau dengan kata lain pelaporan telah dihentikan dan status pelaporan sudah diinformasikan kepada pelapor pada 28 Desember 2020.
Pihak Terkait pada perkara PHP Kabupaten Nunukan Tahun 2020 dalam keterfangannya menyatakan penetapan perhitungan suara yang diputuskan oleh KPU Kabupaten Nunukan adalah benar. Kemudian Pihak Terkait membantah dalil Pemohon soal pemberian tunjangan. Menurut Pihak Terkait, pemberian tunjangan kepada para ASN merupakan pelaksanaan dari amanat aturan yang berlaku dan bukan tindakan money politic.
PHP Kabupaten Malinau
Di kesempatan yang sama, Majelis Panel melanjutkan persidangan ke perkara PHP Kabupaten Malinau Tahun 2020 dengan nomor registrasi 66/PHP.BUP-XIX/2021 yang diajukan Paslon Nomor Urut 2, Jhonny Liang Impang dan Muhrim. Pada persidangan pemeriksaan pendahuluan, Pemohon mendalilkan dugaan keterlibatan pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN. TNI, Polri, dan kepala desa dalam proses Pilkada Tahun 2020. Dalil Pemohon selanjutnya, penggunaan atribut Paslon oleh seorang Camat Malinau Kota atas nama Rolland Rudyanto yang menggunakan masker dengan logo WM, inisial dari calon nomor urut 3 yakni Wempi W. Mawa. Dalil Pemohon lainnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Malinau membiarkan terjadinya pelanggaran dengan pemasangan alat peraga kampanye sebelum Pemilihan Bupati Malinau Tahun 2020.
Menanggapi Permohonan Paslon Jhonny-Muhrim tersebut, KPU Kabupaten Malinau melalui kuasa hukumnya, Immamul Muttaqin, menyatakan Pemohon tidak memiliki legal standing karena tidak memenuhi pasal 158 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 terkait ambang batas pengajuan permohonan. KPU Kabupaten Malinau juga menilai dalil-dalil Pemohon bersifat tidak jelas. Petitum permohonan tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6 Tahun 2020.
Selain itu, menurut KPU Kabupaten Malinau, Pemohon tidak menyandingkan perbedaan antara hasil perhitungan suara yang dilakukan oleh Pemohon dan Termohon. Kemudian dalil pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif yang diajukan oleh Pemohon tidak diuraikan dengan jelas. Pemohon juga tidak menguraikan pengaruh dari pelanggaran tersebut terhadap hasil perhitungan suara yang dilakukan Termohon. Lebih lanjut. Intinya, KPU Kabupaten Malinau membantah dalil-dalil permohonan Pemohon.
Pada kesempatan tersebut, Bawaslu Kabupaten Malinau memberikan keterangan di persidanghan. Berdasarkan pengawasan Bawaslu terkait penambahan jumlah DPTb, diketahui bahwa tidak ada keberatan yang diajukan oleh saksi-saksi perwakilan Paslon. Terkait keterlibatan pejabat-pejabat daerah, pejabat negara, ASN, TNI, Polri, berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Kabupaten Malinau dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terjadi kecurangan yang disebutkan Pemohon. Kemudian, terkait penggunaan masker berlogo inisial Paslon oleh Camat, Bawaslu tidak menerima laporan apapun terkait dugaan kecurangan tersebut di lapangan.
Sebelum menutup persidangan, panel hakim akan melaporkan perkara yang telah disidangkan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk diambil keputusan. Untuk perkara yang dinyatakan dilanjut, akan diinfokan oleh Kepaniteraan MK mengenai jumlah saksi dan lainnya sebelum melakukan sidang berikutnya.
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati
Editor: Nur R.
Editor Video : Yuwandi
Reporter : Ilham
Pengunggah : Nur Budiman