JAKARTA, HUMAS MKRI - KPU Kabupaten Konawe Selatan membantah mengenai dugaan pelanggaran politik uang pada saat pencalonan. Sebagai Termohon dalam Perkara Nomor 34/PHP.BUP-XIX/2021, Baron Harahap selaku kuasa hukum menyebut dalil yang disampaikan oleh Pasangan Calon Muh. Endang – Wahyu Ade Pratama Irman (Pemohon) tidak berdasar karena tanpa disertai bukti yang valid. Bantahan ini disampaikan oleh Termohon dalam sidang lanjutan PHP Bupati Konawe Selatan, pada Rabu (3/2/2021) di Ruang Sidang Panel I.
“Kasus a quo telah ditangani Bawaslu dan telah dihentikan. Oleh Bawaslu dinyatakan tidak terdapat cukup alat bukti. Hal ini dapat dilihat pada formulir A13 yang diterbitkan oleh Bawaslu Kabupaten Konawe Selatan berkaitan dengan pemberhentian penanganan a quo,” ujar kuasa Termohon di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Baron menuturkan, jikalau pun pemohon menyatakan memiliki bukti dugaan politik uang atau mahar politik, seharusnya Pemohon menggunakan haknya untuk melaporkan pihak yang diduga terlibat mahar polutik tersebut kepada Bawaslu atau Gakkumdu. Sebab hal tersebut merupakan kewenangan Bawaslu atau Gakkumdu. “Atau setidak-tidaknya jika pemohon tidak menerima penghentian penanganan perkara yang dilakukan Bawaslu, pemohon secara hukum dapat mengajukan permohonan praperadilan kepada pengadilan,” ujarnya.
Selanjutnya, Baron menambahkan karena dalil tersebut telah dihentikan penanganan, maka dalil tersebut tidak beralasan hukum. Sementara terkait dengan pencetakan masker yang tertera logo tagline Paslon Nomor Urut 2 Surunuddin Dangga-Rasyid (Pihak Terkait), Termohon menegaskan tidak pernah mencetak masker tersebut. “Masker yang dicetak terdapat maskot pilkada sedangkan pada sisi luar sebelah kanan tertera gambar logo pemerintah daerah Konawe Selatan,” paparnya.
Sedangkan dalil terkait adanya pembawaan kotak suara, Termohon membenarkannya. Hal tersebut dilakukan untuk pemilih yang sakit. Kotak dibawa keluar disaksikan atau didampingi oleh panwas TPS, saksi pasangan calon termasuk saksi pemohon.
“Memang yang Mulia, pada pemilihan sekarang tidak diatur regulasi khusus spesifik bahwa ada pemilih sakit apakah mereka dibawakan amplop atau kotak sendiri. Berbeda dengan pemilu sebelumnya. Oleh sebab itu, karena ketidakadaan aturan, (membawa kotak suara) itu untuk memastikan KPPS aman didampingi oleh berbagai pihak,” terang Baron.
Tidak Cukup Bukti
Paslon Nomor Urut 2 Surunuddin Dangga-Rasyid (Pihak Terkait) pun membantah dugaan pelanggaran berupa mahar politik tersebut. Andri Darmawan selaku kuasa hukum menegaskan bahwa Pihak Terkait tidak pernah memberikan mahar kepada Ketua DPD Partai Hanura sebesar 500 juta dan Partai Hanura bukan merupakan partai pengusung pencalonan Pihak Terkait. “Tuduhan mahar politik juga telah dilaporkan ke Bawaslu dan telah dinyatakan dihentikan karena tidak terdapat cukup dua alat bukti,” tegas Andri.
Menurut Andri, Pemohon sengaja mendalilkan mahar politik untuk menggiring Mahkamah agar mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 2. Ia mengatakan, tanpa disadari bahwa dalil tersebut adalah dalil yang prematur.
Sedangkan Bawaslu Kabupaten Konawe Selatan yang diwakili oleh Awaluddin membenarkan bahwa Kabupaten Konawe Selatan menerima pelimpahan laporan dugaan pelanggaran dari Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara yang dilaporkan oleh Muhammad Samir terkait dengan dalil Pemohon.
“Dalam prosesnya sentra Gakkumdu telah menindaklanjuti dengan melakukan kajian penyelidikan dan pembahasan. Pada pembahasan kedua disimpulkan laporan tersebut bukan merupakan tindak pidana pemilihan karena para saksi tidak bersedia memberi keterangan yang kemudian berimplikasi pada pemenuhan dua alat bukti yang sah,” tegas Awaluddin.
Dalam permohonannya, Pasangan Calon Muh. Endang – Wahyu Ade Pratama Irman mengungkapkan telah terjadi politik uang yang dilakukan oleh Paslon Nomor Urut 2 Surunuddin Dangga-Rasyid (Pihak Terkait) selaku petahana melakukan pembagian uang sebesar 100 ribu kepada pemilih melalui tim pemenangannya. Selain itu, petahana juga melibatkan camat dan ASN di Kabupaten Konawe Selatan demi kemenangan dirinya dengan mengeluarkan peraturan Bupati Konawe Selatan terkait tata cara pembagian dan rincian dana desa dan dibayarkan pada satu hari sebelum pencoblosan. Ia juga mengatakan bahwa petahana melakukan pembagian bantuan sosial dan mengharapkan penerima bantuan mendukung dengan mencoblos Pihak Terkait. Tidak hanya itu, pelanggaran yang dilakukan KPU Konawe Selatan adalah mencetak masker yang terdapat jargon petahana dan dibagikan kepada seluruh anggotanya. Adanya pemberhentian pemilihan suara sebelum waktunya yang masih banyak pemilih yang ingin menggunakan hak suaranya.
Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan
Pada kesempatan yang sama, Panel I juga menggelar sidang lanjutan PHP Bupati Konawe Kepulauan dengan Nomor 07/PHP.BUP-XIX/2021. Sebelum mendengarkan jawaban Termohon, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menginformasikan terkait adanya surat pencabutan permohonan pada sidang sebelumnya. Mahkamah menemukan bahwa tanda tangan yang terdapat di surat tersebut tidak sama dengan tanda tangan Pemohon. Untuk itu, Mahkamah akan meneruskan perihal tersebut ke Kepolisian karena adanya tindak pidana pemalsuan tanda tangan.
“Oleh karena itu, Mahkamah akan meneruskan terkait dengan hal ini kepada pihak yang berwajib karena memang ada dugaan pemalsuan tanda tangan. Jadi, kami akan teruskan. Karena pada persidangan kemarin pemohon prinsipal menjelaskan tidak pernah melakukan pencabutan. Dengan demikian seadainya memang pemohon juga akan melakukan hal yang sama dipersilahkan nanti bisa dicopykan surat tersebut,” tegas Enny.
Sementara itu, terkait permohonan yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Konawe Kepulauan Muhammad Oheo Sinapoy – Muttaqin Siddiq, KPU Konawe Kepulauan selaku kuasa Termohon mengatakan bahwa permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur sehingga beralasan hukum permohonan Pemohon tidak dapat diterima.
Dalam pokok permohonan, Termohon membantah kebenaran atas tiga hal pokok yang diuraikan dalam permohonan pemohon secara rinci. “Mengenai tindakan pembiaran oleh KPU Kab. Konawe Kepulauan atas protokol kesehatan sebagai upaya penanggulangan Covid-19 pada pelaksanaan kampanye paslon bupati dan wakil bupati, Termohon menolak dengan tegas dalil pemohon dengan alasan seluruh tahapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 dilaksanakan dengan menggunakan standar protokol kesehatan,” ungkap Nasruddin.
Menurutnya, Termohon secara regulatif telah menyampaikan kepada seluruh paslon bupati dan wakil bupati bahwa tahapan pelaksanaan pilkada harus menggunakan protokol kesehatan sebagaimana amanat PKPU 2020 tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah dalam kondisi bencana non-alam. Begitu juga ketika berkampanye, Termohon telah menyampaikan kepada masing-masing paslon agar dalam berkampanye khususnya yang dilaksanakan dalam metode pertemuan terbatas, tatap muka, dan dialog serta debat publik atau debat terbuka dilakukan sesuai koridor.
Sebelumnya, Pemohon menjelaskan proses tahapan penghitungan suara yang didapatkan oleh empat pasangan calon kepala daerah kabupaten Konawe Kepulauan tidak termuat dalam sistem online. Sistem online tersebut digunakan untuk pencetakan dan penerbitan bentuk model D sebagai berita acara dan sertifikat rekapitulasi penghitungan hasil suara yang memuat dan mencantumkan data-data jumlah rekapitulasi hasil penghitungan suara dari 101 TPS yang ada di Kabupaten Konawe Kepulauan.
Selain itu, Oheo mendalilkan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh KPU dan pasangan calon lainnya pada saat melakukan sosialisasi pasangan calon dalam bentuk pertemuan dan kampanye dengan melibatkan banyak orang lebih dari 50 orang. Sehingga, hal tersebut melanggar protokol kesehatan tentang bahaya penangan penyebaran Covid-19. Lebih lanjut ia mengatakan, KPU dan Bawaslu Kabupaten Konawe Kepulauan termasuk aparat penegak hukum dan pihak terkait Kabupaten Konawe tidak melarang atau menyuruh membubarkan kerumunan orang di lapangan.(*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari
Editor Video : M Nur
Reporter : Utami
Pengunggah : Fuad Subhan