Jakarta, CyberNews. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersikeras akan mengaudit biaya perkara yang dipungut lembaga negara Mahkamah Agung (MA). Jika MA masih menghalangi audit biaya yang dipungut dari pihak berperkara itu, laporan keuangan MA terancam mendapatkan opini disclaimer.
Hal itu dikatakan Auditor Utama BPK Soekoyo dalam jumpa pers di Kantor BPK, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Senin (14/4). "Saya tidak akan mengatakan opini BPK terhadap laporan keuangan MA tahun buku 2007 disclaimer karena saat ini audit masih berlangsung. Tapi, secara teoritis jika pihak yang akan diaudit menghalangi pemeriksaan dapat terkena opini disclaimer," tuturnya yang membidangi audit lembaga negara termasuk MA.
BPK, lanjutnya, tetap akan melakukan audit dengan atau tanpa disahkannya RPP Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terkait Biaya Perkara. RPP tersebut diprakarsai atas pertemuan antara Ketua BPK Anwar Nasution, Ketua MA Bagir Manan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu.
Menurutnya, RPP yang kini mandeg di tengah jalan tersebut, tidak dipusingkan oleh BPK. Karena RPP tersebut bersumber dari kemauan pemerintah dalam hal ini MA, bermitra dengan Departemen Keuangan dan Dephukham.
Terlebih lagi, biaya perkara merupakan uang yang dipungut dari publik dan seharusnya dipertanggungjawabkan penggunaannya. Apalagi, disinyalir pungutan tersebut berjumlah cukup banyak karena tidak hanya dipungut di MA saja tetapi juga hingga pengadilan tinggi dan pengadilan negeri.
'Biaya perkara dipungut dari publik yang berkonsekwensi sebagai penerimaan MA. Ini harus dipertanggungjawabkan, selama ini ngga pernah ada laporan dari MA terkait itu,' tandas Soekoyo.
Dalam perspektif BPK, biaya perkara merupakan bentuk keuangan negara yang wajib diperiksa. Sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang nomor 15 tahun 2006 tentang BPK dan Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Sebelumnya, dalam Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK di DPR pekan lalu, Anwar Nasution menyatakan akan melaporkan MA ke kepolisian jika MA tetap tidak mengijinkan audit terhadap biaya perkara. Terkait hal itu, Soekoyo menandaskan hal itu sebenarnya sesuai dengan Undang-undang BPK.
Selaku lembaga negara tertinggi di bidang hukum MA juga pernah mendapat opini disclaimer tahun buku 2006 terkait dengan keberadaan asetnya. Untuk tahun ini, BPK akan menunggu keikhlasan MA untuk memperbolehkan diauditnya biaya perkara. 'Jadwalnya semester I 2008 akan diaudit untuk laporan keuangan tahun buku 2007,' singkatnya.
Anggota BPK lainnya, Baharuddin Aritonang justru menilai permasalahan BPK dan MA harus diselesaikan dengan pendekatan dua lembaga. 'Ini masalah yang rumit, hanya dibutuhkan pndekatan saja bukan cuma soal wewenang,' cetusnya.
Terkait kelanjutan RPP Biaya Perkara, Baharuddin pesimis peraturan tersebut dapat menjadi jawaban. 'PP kan Peraturan Pemerintah yang hanya menyelesaikan persoalan di dalam pemerintahan saja. Tapi BPK dan MA kan dua lembaga negara yang sangat berbeda,' imbuhnya.
Karena itu, kata dia, baik BPK maupun MA harus mempertemukan kepentingan masing-masing yang didasari undang-undang yang berbeda.
(Kartika Runiasari /CN08)
Sumber www.suaramerdeka.com
Foto www.franklaw.org