JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Tapanuli Selatan, PHP Bupati Nunukan, dan PHP Bupati Malinau Tahun 2020 pada Kamis (28/1/2021) siang. Sidang Panel II ini dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Permohonan PHP Bupati Tapanuli Selatan, perkara Nomor 22/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1 Mhd Yusuf Siregar dan Roby Agusman Harahap. Permohonan PHP Bupati Nunukan, perkara Nomor 49/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan Paslon Nomor Urut 2 Danni Iskandar dan Muhammad Nasir. Kemudian permohonan PHP Bupati Malinau, perkara Nomor 66/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan Paslon Nomor Urut 2 Jhonny Liang Impang dan Muhrim.
Pilkada Tapanuli Selatan Tahun 2020 memperlihatkan hasil perolehan suara paslon nomor urut 1 sebanyak 64.742 suara, sedangkan paslon nomor urut 2 meraih 94.717 suara. Dengan demikian, KPU Tapanuli Selatan menetapkan paslon nomor urut 2 sebagai peraih suara terbanyak.
Namun penetapan KPU KPU Tapanuli Selatan tersebut ditolak oleh Pasangan Yusuf-Roby. Alasannya, perolehan suara paslon nomor urut 2 tersebut melibatkan penyelenggara pilkada (PPK/KPPS) secara masif untuk menyalahgunakan jumlah pemilih yang pindah hak pilih (DPPh) dan pemilih tidak terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilih dengan KTP Elektronik atau surat keterangan (DPTb), sehingga berakibat terjadinya penambahan suara secara signifikan bagi paslon nomor urut 2 di 12 kecamatan atau hampir seluruh TPS di Tapanuli Selatan.
“Selain itu adanya pemilih yang memilih dengan nama orang lain, sehingga berakibat terjadinya penambahan suara bagi paslon nomor urut 2, setidaknya di seluruh kecamatan yang diduga berjumlah sekitar 13.000 suara. Termasuk adanya pemilih yang mencoblos berulang-ulang atau memilih lebih dari satu kali, sehingga berakibat terjadinya penambahan suara bagi paslon nomor urut 2, setidaknya sebanyak 12.310 suara,” kata kuasa Pemohon, Ranto Sibarani.
Selanjutnya Pasangan Yusuf-Roby mendalilkan adanya mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN), kepala desa dan penyelenggara pemilihan untuk mengerahkan calon pemilih untuk memilih paslon nomor urut 2, sehingga berakibat terjadinya penambahan suara bagi paslon nomor urut 2 dari suara ASN yang berjumlah setidaknya 4.761 suara.
Keterlibatan Pejabat Negara
Lain pula dengan permohona PHP Bupati Malinau yang diajukan Paslon Nomor Urut 2 Jhonny Liang Impang dan Muhrim. Pasangan ini mempersoalkan kemenangan Calon Nomor Urut 3 Wempi W. Mawa dalam Pilkada Malinau Tahun 2020. Pemohon mendalilkan adanya keterlibatan pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, TNI, Polri, kepala desa melanggar ketentuan Pasal 70 ayat (1) huruf C Jo. Ketentuan Pasal 71 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016.
Bahkan Camat Malinau Kota atas nama Rolland Rudyanto menggunakan masker dengan logo WM yang menjadi inisial dari calon nomor urut 3 yakni Wempi W. Mawa. Menurut Pemohon hal ini menunjukkan Camat Malinau Kota tersebut tidak netral dalam kontestasi Pemilihan Bupati Malinau Tahun 2020. Hal lainnya, Pemohon mendalilkan bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Malinau tidak melakukan penindakan atas pelanggaran dengan pemasangan alat peraga kampanye sebelum Pemilihan Bupati Malinau Tahun 2020.
Menyoal Syarat Ambang Batas
Panel hakim juga menggelar sidang perkara PHP Bupati Nunukan Tahun 2020. Paslon Nomor Urut 2 Danni Iskandar dan Muhammad Nasir yang meraih 45.359 suara mempersoalkan perolehan suara Paslon Nomor Urut 1 Asmin Laura dan Hanafiah sebesar 48.019 suara karena didapat dengan cara yang melanggar hukum, tidak jujur dan tidak sesuai asas pemilu.
Pemohon mendalilkan, selisih hasil perolehan suara paslon nomor urut 1 dan paslon nomor urut 2 menurut Termohon adalah 2.660 suara. Namun Pemohon tetap mengajukan permohonan ke MK untuk mencari keadilan dengan memperhatikan hal-hal mendasar yang memengaruhi proses pemungutan suara secara keseluruhan di Kabupaten Nunukan yang sarat dengan pelanggaran-pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif, baik yang dilakukan penyelenggara pemilu maupun yang dilakukan oleh paslon nomor urut 1.
Menurut Pemohon, jika MK hanya berpatokan pada syarat ambang batas sebagaimana ketentuan Pasal 158 UU No. 16 Tahun 2016, maka hal-hal yang substantif yang merupakan pelanggaran yang kasat mata dan bersifat terstruktur, sistematis dan masif, baik yang terjadi sebelum dan sesudah pemungutan suara akan hilang begitu saja dan dapat menjadi preseden buruk serta alasan pembenar bagi pihak-pihak tertentu untuk menghalalkan segala cara dalam meraih suara sebanyak-banyaknya guna mengejar jumlah selisih presentase yang besar dengan tujuan untuk menghambat paslon lainnya dalam proses pencarian keadilan di MK.
Selain itu, Pemohon mendalilkan paslon nomor urut 1 yang juga sebagai bupati petahana telah melakukan politik uang yaitu memanfaatkan APBD Kabupaten Nunukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan politiknya berupa pembayaran tunjangan tambahan penghasilan kepada pegawai badan pengelola perbatasan daerah Kabupaten Nunukan, pembayaran tunjangan tambahan penghasilan pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Nunukan serta pembayaran tunjangan khusus kepada ribuan guru SD dan SMP di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Editor Video : Yuwandi
Reporter : Ilham
Pengunggah : Nur Budiman